Terlepas positif atau negatif kita menilainya, entah seperti apa wajah dunia jika saja Ratu Isabella dari Spanyol (1451-1504) tidak tampil ke panggung politik. Spanyol tidak akan seperti yang sekarang kita kenal. Sebagian Amerika Latin tidak akan menggunakan Bahasa Spanyol dan mungkin Amerika Serikat, dan kita, tidak akan mengenal siapa Columbus.
Langkah politik Ratu Isabella lah yang memungkinkan terjadinya konsolidasi negara Spanyol yang sebelumnya terbelah antara Aragon dan Castilla. Persetujuan dan dukungan Isabella terhadap usulan Columbus lah yang kemudian memungkinkan perjalanan menemukan Dunia Baru itu bisa terjadi. Bahwa pendaratan Columbus itu kemudian menjadi awal dari tragedi bagi penduduk asli benua Amerika, itu hal lain.
Dalam dunia keperawatan, siapa bisa menghapus nama Florence Nightingale dari sejarah? Wanita yang lahir di Florence (Italia) 12 Mei 1820 itu, bersama tim perawat nya memperbaiki kondisi sanitasi di rumah sakit pangkalan Inggris dan berhasil mengurangi dua pertiga kematian yang potensial terjadi akibat Perang Krim saat itu. Melalui tulisan-tulisannya Florence Nightingale, meninggal 13 Agustus 1910 di London, berhasil memicu reformasi perawatan kesehatan di seluruh dunia. Tahun 1860 dia mendirikan Rumah Sakit St. Thomas dan Sekolah Keperawatan.
Masih pandang enteng power of emak-emak?
Di lingkup pemerintah dan birokrasi daerah, ada ungkapan yang cukup sering terdengar yang meski sedikit satir namun nyata yaitu "pejabat itu takutnya cuma kepada 3 (tiga) hal yang semua ada huruf 'K"-nya yaitu KPK, BPK dan PKK". Kenapa?
Atensi terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terkait masalah pidana korupsi, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait pertanggungjawaban administrasi keuangan daerah yang apabila tidak tuntas akan mengarah ke KPK. Dan K yang ketiga adalah PKK alias Pembinaan Kesejahteraan Keluarga yang sekalipun tidak secara resmi masuk dalam struktur dan hirarki pemerintahan daerah, namun ketuanya adalah Istri Kepala Daerah. Bermasalah dengan Sang Ibu alamat masalahnya akan merembet sampai ke Si Bapak alias kepala daerah dan pembina kepegawaian di daerah.
Kalau contoh Ratu Isabella dan Florence Nightingale di awal tulisan ini dinilai tinggal sejarah saja, alihkan perhatian ke Pandemi Covid-19 yang setiap hari menghiasi media.
Pada tingkat negara, saat ini paling tidak ada 7 (tujuh) negara yang kepala pemerintahan dijabat oleh perempuan yaitu Taiwan (Tsai Ing-wen), Norwegia (Erna Solberg), Selandia Baru (Jacinda Ardern), Jerman (Angela Merkel), Finlandia (Sanna Marin), Denmark (Mette Frederiksen) dan Islandia (Katrin Jakobsdottir).
Dan bagaimana respon mereka terhadap Corona?
Dikutip dari BBC, Angela Merkel dengan tegas mengingatkan warganya bahwa tanpa langkah serius bersama, berkejaran dengan waktu, sampai 70% atau sekitar 58 juta, warga Jerman bisa terjangkit Covid-19 dan harus dilakukan tindakan untuk menghambat atau memperlambat penyebaran virus itu. Jerman memperbanyak melakukan test dan dengan langkah serius selanjutnya Jerman tidak mengalami penolakan, kemarahan atau ketidak percayaan publik yang meluas sebagaimana banyak terjadi di tempat lain.
Melihat statistik, maka dibanding tetangganya Italia, Spanyol, Perancis dan Inggris, kematian akibat Covid-19 di Jerman "hanya" 3.804 jiwa (data hari ini 16 April 2020). Bandingkan dengan Spanyol (18.708), Italia (21.645) atau Amerika yang sudah menembus 28.000 korban jiwa.
Keseriusan tindakan dan ketepatan langkah menjadi kunci Angela Merkel berhasil menekan kemungkinan kejadian yang lebih buruk di negaranya
Tetangga China, asal mula penyebaran Corona, yaitu Taiwan termasuk yang memberikan respon tercepat. Tsai Ing-Wen, saat gejala penyakit ini mulai muncul di Januari ketika negara lain masih meremehkan gejala, langsung mengambil langkah nyata untuk membendung penyebaran Corona yang datangnqya dari tetangga sebelah di daratan. Tanpa harus melakukan lockdown sebagaimana banyak dilakukan negara lain. Sebagaimana negara-negara yang merasa terancam atau terkucil dalam pergaulan dunia, naluri untuk mempertahankan diri sering memicu semangat belajar yang tinggi. Â
Taiwan ternyata memetik pelajaran  dari kejadian SARS dan lalu memperbaiki dan memperkuat sistem layanan kesehatan yang kemudian mampu menjangkau seluruh rakyatnya. Dukungan kesiapan  sistem layanan kesehatan yang berkelas dunia lah yang membuat  Tsai Ing-Wen percaya diri mengambil langkah dan secara teknis dirinci dalam bentuk perintah 124 langkah, ya 124 langkah, yang harus dilakukan untuk membendung Corona.  CNN kemudian menyebut langkah Taiwan ini secara global sebagai yang terbaik dan Taiwan sekarang mengirim 10 juta masker ke Amerika dan Eropa. Tanpa gejolak rakyat Taiwan mengikuti instruksi yang memang sudah jelas ini dan konstelasi politik regional sangat boleh jadi memungkinkan kesepakatan langkah bersama ini data dicapai dan diindahkan.
Pemimpin yang menerapkan lockdown dengan cepat adalah Jacinda Ardern di Selandia Baru. Dengan perintah yang jelas perihal penerapan lockdown yang diiringi dengan kewaspadaan maksimum, saat kasus yang terjadi baru 6 kasus di seluruh negeri, dia memberlakukan protokol isolasi diri kepada setiap pendatang yang masuk ke Selandia Baru. Langkah yang menghindarkan Selandia Baru dari badai bencana pandemi. Saat ini (16 April 2020) laporan kematian di Selandia Baru tercatat 9 (sembilan), ya 9 kematian!
Kejelasan dan ketegasan sikap Jacinda Ardern sangat menentukan keberhasilan Selandia Baru dalam membendung Corona. Ketegasan selama ini diasosiasikan dengan maskulinitas, kalau perempuan yang menampakkan ketegasan sangat mudah diselewengkan dengan sebutan keras kepala. Dalam kasus Covid-19, ketegasan apa yang ditampilkan oleh Italia, negara yang kurang apa citra maskulinitas nya selama ini? Romawi, filsafat sampai mafia anda temukan akarnya di sana, dan sulit menemukan sosok perempuan dalam citra setara dengan pria dalam jalinan sejarahnya.
Berbeda dengan banyak negara yang melakukan tes terbatas, Islandia, di bawah Perdana Menteri Katren Jakobsdottir, Islandia melakukan pengujian gratis untuk semua warga negaranya. Jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak memang sangat mendukung kebijakan ini dibanding sebagian besar negara memilih tes terbatas untuk orang dengan gejala aktif. Namun secara proporsional berdasarkan jumlah populasinya, Islandia telah melakukan skrining lima kali lebih banyak dari orang Korea Selatan yang juga dipandang sukses dengan langkah ini, dan Islandia menerapkan sistem pelacakan menyeluruh yang berarti mereka tidak harus mengunci atau menutup sekolah. Islandia melakukan hal yang lebih baik dibanding Donald Trump.
Dengan melihat jumlah kematian akibat Covid-19 di setiap negara di atas, Denmark 309, Finlandia 72, Norwegia 150 dan Taiwan 6, yang relatif rendah, masihkah anda meragukan kepemimpinan perempuan dalam krisis kesehatan sekarang?
Perempuan yang mungkin bagi sebagian kalangan diremehkan dengan citra cerewet, tidak mampu bersikap rasional cenderung emosional, nyinyir dan stereotype negatif lainnya nyatanya telah memberikan bukti dan hasil yang jauh lebih positif dalam membendung Corona di dunia, dibanding Donald Trump, sang Cowboy, sekalipun.Â
Tidak salah kalau dalam legenda, bumi sering direkatkan dengan citra perempuan, motherland atau ibu pertiwi misalnya.
Melecehkan peran perempuan dalam panggung politik dan kebijakan publik berarti mengkhianati bumi sendiri
Dengan penerapan PSBB yang implementasi teknisnya diserahkan ke kepala daerah, menarik ditunggu langkah nyata pemimpin lokal perempuan yang ada di negeri ini. Beberapa pemimpin dunia telah memberi contoh bagaimana ketegasan dan kejelasan sikap dan langkah pemimpin, tanpa melihat jenis kelamin, sangat menentukan keberlanjutan hidup sebagian rakyat dan nasib rakyat dan wilayah secara keseluruhan.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H