Menurut ahli sejarah, salah satu godaan yang perlu diperhatikan ketika menyusun pemaknaan peristiwa masa lalu adalah pemahaman kontek situasi saat kejadian atau peristiwa itu terjadi di masa lalu.Â
Menilai kejadian masa lalu dengan kacamata hari ini terkadang membuat pembelokan atau malahan penyimpangan. Penguasa sering melakukan hal ini sehingga muncul kesan sejarah hanya tentang pemenang, pecundang minggir dulu.
Penyusunan historiografi suatu peristiwa masa lalu memang terkadang tidak bisa menghindari kecenderungan subyektif penulisnya. Apalagi penulis ceritanya belum tentu seorang sejarawan (seperti saya yang hanya penikmat, he he).Â
Namun Sejarah sebagai ilmu mempunyai metode sendiri yang memampukan pihak lain untuk menelaah dan menyimpulkan tingkat kebenaran sebuah narasi sejarah.Â
Pengujian data atau sumber menjadi pondasi dalam pengkajian dan bisa saja kemudian memunculkan tafsir baru yang apabila disandingkan dengan narasi awal memberikan tambahan perspektif yang lebih luas. Dialektika mungkin istilah pas-nya
Perspektif yang lebih luas itu yang muncul ketika membaca Hindia Belanda 1930 yang ditulis oleh Dr. J. Stroomberg, Kepala Divisi Perdagangan, Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan di Bogor tahun 1930.Â
Buku yang memaparkan banyak hal terkait Hindia Belanda sekitar tahun 1930 itu berisi banyak informasi tentang suasana dan situasi pemerintahan di era itu. Era menjelang perubahan besar sejarah yang kemudian melahirkan negara Republik Indonesia, negara yang kita cintai hari ini.
Sebagai contoh pada sub bab tentang Dinas Arkeologi, yang didirikan tahun 1913 di Weltevreden (Batavia) dan secara kelembagaan masuk dalam Departemen Pendidikan dan Peribadatan.Â
Mungkin ini bisa menjawab kenapa di era modern sekarang Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, dua kementerian yang berbeda, masing-masing punya lembaga pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi, karena pada era Hindia Belanda keduanya dalam satu departemen.
Tugas Dinas Arkeologi yang dikerjakan saat itu adalah melakukan rekonstruksi dan pemugaran beberapa monumen dan peninggalan suci, di antaranya Candi Kalasan, Candi Prambanan dan Candi Sari.Â
Beberapa peninggalan VOC di Maluku dan Gereja Portugis di Batavia juga sedang diperbaiki. Bahkan pemugaran Keraton Kasepuhan di Cirebon juga menjadi tugas mereka saat itu.