Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Statistik Hindia Belanda 1930, Siapa Menjajah Siapa?

13 April 2020   17:16 Diperbarui: 15 April 2020   05:54 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah anda punya kebencian terhadap kekejaman penjajah Belanda?

Kalau mengikuti pelajaran sejarah yang diajarkan (dulu?) di sekolah-sekolah, sangat terasa penekanan dari para guru-guru kita dahulu betapa imperialis itu kejam, kolonialis itu penghisap darah dan kekayaan bumi Indonesia. 

Belum lagi dulu pernah ada pelajaran yang namanya mirip-mirip dengan istilah lockdown sekarang alias PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yaitu Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).

Nama yang beda tipis tapi isi niatnya hampir mirip. Kalau PSBB membatasi pergerakan dan kontak fisik demi mencegah penyebarluasan Corona, maka PSPB dulu membatasi bibit kritis pelajar dan rakyat terhadap pemaknaan sejarah bangsa. 

PSPB dulu menyanjung tentara, khususnya Angkatan Darat, sebagai penyelamat bangsa dan seolah-olah yang berjuang maksial hanya tentara. Generasi sekarang beruntung tidak ada lagi agenda indoktrinatif yang menumpang lewat pelajaran di sekolah.

Perjalanan sejarah bangsa, khususnya yang diajarkan secara resmi nyatanya hanya berisi tentang kisah, cerita dan pesan luhur. Historiografi, itu yang lebih ditekankan yang kemudian memunculkan stigma bahwa sejarah hanya tentang menghafal peristiwa masa lalu. 

Kalau mengingat pelajaran sejarah dahulu, ternyata kita punya cukup memori untuk merekam kapan seorang tokoh diangkat jadi raja, kapan seorang pahlawan ditangkap lalu dibuang ke pengasingan.

Tapi kenapa seorang Ken Arok yang katanya begundal, penjahat dan latar belakang hitam lainnya ketika terbunuhnya Tunggul Ametung bisa memperistri istri sang Akuwu, Ken Dedes, lalu mengangkat dirinya jadi raja tanpa ada keberatan atau protes dari pejabat istana lainnya? 

Begitu bodohkah pejabat tinggi saat itu sehingga membiarkan seorang yang tidak jelas bibit-bebet-bobotnya mengangkat dirinya menjadi raja, dan diterima oleh masyarakat?

Ya, kita hanya diceritakan bahwa kesuksesan Ken Arok itu menjadi titik awal tumbuhnya kerajaan besar di Nusantara yaitu Majapahit. Intrik-intrik di belakangnya sepertinya dianggap tabu untuk dipelajari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun