Tentu ruang kelas yang dimaksud di sini adalah ruang kelas fisik yang dibangun dari tembok mati. Tembok kelas yang memisahkan jenjang dan rombongan belajar. Tembok yang membuat pandangan murid terfokus ke guru di depan kelas.
Pandemi Covid 19 menawarkan cara baru untuk belajar yaitu bisa dari rumah dengan memanfaatkan kemudahan teknologi informasi dan komunikasi. Istilah kerennya belajar dalam jaringan alias online.Â
Berpindahlah proses belajar yang sebelumnya berada di ruang kelas lalu sekarang menjadi bebas di ruang apapun, selama masih dalam pekarangan rumah masing-masing. Mau dari kamar tidur, ruang tamu atau keluarga ataupun di gazebo halaman rumah. Bebas, selama ada koneksi internet.
Lalu apa definisi sekolah dalam situasi begitu?
Sekolah bisa dilihat dari 2 (dua) perspektif. Perspektif pertama, secara fisik sekolah merupakan bangunan atau tempat di mana proses belajar-mengajar berlangsung. Pertanyaan "Kamu sekolah di mana?" atau "Sekolah Bapak yang dekat kantor Camat itu ya?" merujuk kepada pengertian ini.Â
Perspektif kedua adalah sekolah merupakan institusi sosial yang bertugas untuk menjaga pewarisan nilai antar generasi. Institusi sosial dapat juga berbentuk dominasi kekuasaan meski bentuknya sering samar-samar.Â
Mau lihat bukti bahwa sekolah sering jadi media untuk pelanggengan kekuasaan?
Ketika Orde Baru berhasil mengambil alih kekuasaan dengan merontokkan kekuatan komunis, maka yang pertama dilakukan adalah memasukkan Pelajaran Agama sebagai pengganti Pelajaran Budi Pekerti dan bersifat wajib mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.Â
Tampilan kekuasaannya adalah TAP MPRS XXVII tahun 1966 yang merubah opsi "sukarela" dalam UU No. 4 tahun 1960 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah menjadi "wajib".
Belum cukup, tahun 1975 Pelajaran Civic atau Kewarganegaraan yang mengajarkan hak dan kewajiban warga negara dan kewajiban negara diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila yang menekankan ketaatan dan kepatuhan warganegara kepada ideologi negara yaitu Pancasila.Â
Bahkan pada Kurikulum 1984 muncul lagi mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) yang kental dengan muatan puja-puji kepada patriotisme ala tentara khususnya Angkatan Darat.