Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Jarak dalam Social Distancing, Meninjau Ulang Ruang Sosial

18 Maret 2020   21:53 Diperbarui: 18 Maret 2020   22:02 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penulis bukan penganut Katolik tapi mencoba membayangkan bagaimana sebelumnya wajah berseri umat yang hadir di lapangan Santo Petrus menerima pemberkatan dari Paus, atau sensasi hadir di stadion menyaksikan pertandingan klub kesayangan bermain.

Secara pribadi bisa jadi Paus tidak mengenali satu persatu umat yang hadir, demikian juga pemain bola di lapangan belum tentu mengenali setiap penonton di stadion.

Namun hal itu tidak mengingkari perasaan kedekatan umat terhadap Paus atau fans terhadap pemain dari klub bola favoritnya. Memang kenikmatan atau sensasi itu memiliki rasa berbeda ketika hadir dalam ruang fisik yang sama dan pada waktu yang sama.

Dimensi intensitas yang membentuk ruang selama ini kualitasnya diperkuat oleh jarak. Segala sesuatu memiliki keterkaitan, semakin dekat jarak maka semakin kuat keterkaitan tersebut, demikian Hukum Geografi dari Tobler.

Social distancing kini menguji seberapa dalam intensitas kedirian kita selama ini dalam ruang publik atau sosial. Ketika dimensi horizontal dari ruang yang dinamakan jarak kini terkendali oleh protokol, masihkah kita bisa menjaga kedalaman nilai keberadaan kita sebagaimana ketika social distancing belum disarankan?

Paus Fransiskus membuktikan kedalaman penilaian beliau terhadap eksistensi umatnya. Tanpa kehadiran fisik umat, beliau tetap melakukan pemberkatan. Kita bisa memandang bahwa beliau menilai umatnya bukan sebatas jumlah dan kehadiran fisik di lapangan Santo Petrus.

Pemain bola di Buenos Aires tadi tetap memainkan sepakbolanya karena tahu dan yakin tetap ada fans setia entah dari sudut mana di muka bumi yang sedang menyaksikan atau mengikuti beritanya.

Kedua contoh tadi menunjukkan bahwa ketika dimensi horizontal menyempit, maka dimensi vertikal tetap terjaga atau dengan kata lain volume, yang berkorelasi dengan bobot tetap terpelihara. Hubungan antara Paus dan umat, hubungan antara pemain bola dan fans tetap terjaga kualitasnya karena ketika dimensi lainnya terganggu, ada dimensi lain yang menjaganya.

Bagi peziarah ke Ka’bah, kuncitara (lockdown) umrah sesungguhnya tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hubungan manusia dengan Allah karena Allah tidak bersemayam di Ka’bah. Mungkin yang merasa rugi cuma pebisnis umrah ke Mekkah, penyelenggara ziarah ke Vatikan atau penjual tiket sepakbola.

Persamaan dari ketiga contoh di atas adalah bahwa ruang yang terbentuk di antara sesama manusia tidak sebatas dimensi fisik belaka. Kehadiran Allah dalam hati itulah yang menentukan kualitas hubungan insan dengan Pencipta, karena Ka’bah hanya simbol orientasi fisik. Tujuan manusia menuju Ka'bah dan berkumpul lebih dari sekedar berkumpulnya jutaan manusia.

Lapangan Santo Petrus adalah perekat identitas umat dan atas identitas itulah, saya memandang, Paus menilai hubungan dan kedekatan beliau dengan umat meski secara fisik umatnya tidak hadir di sana. Kedekatan yang memiliki dan diperkuat oleh dimensi samawi (Mohon maaf jika saya salah dalam hal ini).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun