Mohon tunggu...
amin aminah
amin aminah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

kusuka jika orang lain suka, tp aku hoby sesuatu yang membedai kesukaan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serba-Serbi Sosiologi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat Modern: Dari Keefektifitasan Hukum Sampai dengan Munculnya Hukum Progresif

14 Desember 2022   19:12 Diperbarui: 14 Desember 2022   19:37 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Siti Aminah/202111184

MAHASISWA PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH, FAKULTAS SYARIAH

UIN Raden Mas Said Surakarta

1. Bagaimana Analisis Mengenai Keefektifitasan Hukum dalam Masyarakat serta Syarat-Syaratnya?

Berbicara mengenai efektivitas hukum maka, kita akan dikanalkan dengan hukum itu sendiri yang sifatnya mengikat, akan tetapi dengan adanya keefektivitasan hukum yang berlaku didalam Masyarakat maka, masyarakat berhak atas hak mereka masing-masing yang tetap berpedoman pada hukum yang berlaku. Jika efektivitas hukum berlaku maka akan memberi efek keberhasilan atau kemajuan hukum yang ada dilingkungan masyarakat. Namun, apabila kesadaran hukum dan ketaatan hukum masyarakat kurang bisa jadi hukum itu belum bisa dikatakan efektif karena kedua unsur itu tadi sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan perundang-undangan didalam masyarakat. 

Hukum dianggap tidak efektif jika terdapat perbedaan diantara keduanya. Hukum yang efektif adalah hukum yang sesuai dengan peraturan yang telah dibuat dalam undang-undang dan hukum yang sesuai dengan harapan atau cita-cita dari masyarakat. Manakala dengan adanya hukum tersebut akan menjadikan keteraturan sosial dalam masyarakat. Hukum dapat dikatakan memang sangat pelik terdapat takaran sebuah kenyataan hukum dan sebuah ideal hukum. Kadangkala apa yang sudah menjadi ketetapan didalam undang-undang sebuah hukum tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, ataupun sebaliknya masyarakat menginginkan sebuah hukum yang baru. Perubahan hukum dalam masyarakat dapat saja terjadi karena dirasa memang sangat perlu yaitu dengan hadirnya peraturan atau norma-norma yang sesuai dengan keadaan zaman masa kini.

 Adapun 5 Pendapat dari Clerence J Dias dan dijelaskan oleh Marcus Priyo Guntarto yaitu terdapat 5 syarat bagi effektif tidaknya satu sistem hukum meliputi:

Mudah atau tidaknya makna isi aturan-aturan itu ditangkap.

Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan yang bersangkutan.

Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum dicapai dengan bantuan aparat administrasi yang menyadari melibatkan dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian, dan para warga masyrakat yang terlibat dan merasa harus berpartisipasi dalam proses mobilisasi hukum. 

Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus mudah dihubungi dan dimasukan oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi harus cukup effektif menyelesaikan sengketa. 

Adanya anggapan dan pengakuan yang cukup merata di kalangan warga masyarakat yang beranggapan bahwa aturan-atauran dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif

2. Apa Contoh dari Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah ?

Dalam kaitannya pendekatan sosiologis dengan hukum ekonomi syariah maka hal yang umum terjadi yaitu pada kasus jual beli. Dari sini maka diangkatlah topik Jual Beli Barang Bekas Import / Thrift. Dilihat dari kasusnya bahwa Konteks jual beli dalam agama islam diharuskan terbebas dari unsur maysir, gharar dan riba, hal ini sudah diatur dalam ajaran agama islam yang bersumber dari Al-qur'an dan hadits. Adanya ketentuan ini karena dampaknya yang buruk maka dari itu dilarang dalam ajaran islam. Permasalahan jual beli pakaian bekas dalam hal ini terdapat jelas pada penjualan bal balan (dalam jumlah banyak), bukan pada hal yang satuan. 

Jual beli pakaian bekas dalam bentuk bal - balan menjadi jual beli yang gharar atau dapat di istilahkan seperti membeli kucing didalam karung, dimana tidak adanya kejelasan objek yang dijual baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dan pakaian yang ada didalamnya pun terkadang kotor sehingga berpotensi bahwa pakaian yang dijual itu tidaklah suci. Seperti contoh pada saat ini banyak kalangan remaja berbondong-bondong membuka usaha Thrift dari bentuk bal-balan dengan harga pembelian murah dan dijual satuan dengan tarif harga berkali-kali lipat. Akan tetapi hal tersebut tidak sedikit orang yang memikirkan hukum jual-belinya, hanya saja mereka puas dengan brended yang didapatkan.  

Dipertegas menurut ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Kemudian menurut mazhab Syafi'i, khiyarru'yah tidak berlaku karena akad itu mengandung unsur penipuan (gharar).

Lantas Penjualan baju bekas ini dianggap tidak sah dikarenakan terdapat unsur yang dilarang dalam praktek jual beli dalam islam yaitu adanya unsur gharar. Sifat gharar berpotensi merugikan salah satu pihak dimana dengan harga yang sama, akan tetapi dari masing - masing pembeli akan mendapatkan produk yang berbeda, baik perbedaan dari segi ukuran, maupun perbedaan dari segi brand yang didalamnya masih belum jelas ketika kita membeli barang thrift secara bal-balan.

Jadi pada dasarnya membeli barang thrift itu diperbolehkan dengan catatan, ketika kita membeli dijelaskan secara detail produk yang di jual dan jika terdapat cacat wajib hukumnya kedua belah pihak mengetahui kecacatan itu. Kejelasan dari segi produk ini bisa kita dapatkan ketika kita membeli barangnya secara satuan, bukan secara borongan atau bal-balan. 

3. Maksud dari Hukum itu Tumpul keatas dan Tajam kebawah sehingga mengakibatkan Gagasan Progressive Law muncul? 

Indonesia sendiri adalah Negara hukum yang sekarang ini keadaan hukum sudah tidak terkendali. Hukum yang keberadaannya diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakatnya tetapi malah sebaliknya, efektivitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang melakukan kejahatan kecil yang seakan-akan hukum itu berlaku sesuai kelasnya masing-masing. Kedudukan atau jabatan lebih tinggi didalam masyarakat akan mendapatkan perlakuan yang istimewa atau kehormatan sendiri daripada masyarakat yang berasal dari latar belakang keluarga biasa atau kedudukannya hanya sebatas dibawah Pegawai Negeri Sipil. Ilustrasi inilah yang menjelaskan bahwa hukum di Indonesia masih Tumpul ke atas dan Tajam kebawah. 

Penegakan hukum di Negeri kita seolah-olah hanya sebagai pemanis dan tidak pernah diaati secara konsisten oleh penegak hukum Indonesia. Dengan terjadinya hukum yang seperti itu maka lahirlah hukum progressive yang merupakan paradigma baru yang tujuannya mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum secara lebih bermakna, dalam artian mengubah kondisi secara lebih cepat, pengembalian yang mendasar dengan cara trobosan-trobosan supaya hukum itu bisa dikatakan hukum untuk manusia dan bukan malah sebaliknya manusia untuk hukum. 

Adapun paradigma hukum progresif dalam menegakkan hukum yaitu, pertama Hukum membuat bahagia dengan artian berusaha untuk sama sekali tidak mencampuri proses-proses dalam masyarakat, tetapi berusaha untuk ada diatasnya itu. Kedua, menghukum itu mendamaikan. Kritikan tajam terhadap rasionalisme hukum saling berdatangan. Salah satunya Satjipto Rahardjo yaitu sebagai penggagas hukum progresif di Indonesia. Menurut beliau, hukum modern (rasionalisme) datang dengan propaganda tatanan yang lama atau yang asli. Hal itu terjadi dengan cara menata hukum dan proses hukum secara terorganisasi dan birokratis. Tatanan lama yang otentik, luwes, hubungan sosial yang mapan, oleh hukum modern diubah menjadi serba terstruktur formal, rasional, dan kaku. 

4. Apa yang dimaksud dengan Law and Social Control, Socio-Legal, dan Legal Pluralism, Serta berikan analisis Gagasan menurut pendapat Anda masing-masing? 

Law and Social Control ialah hukum digunakan sebagai pengendali sosial yang berperan aktif untuk mengendalikan tingkah perilaku manusia. Tingkah laku yang dimaksud dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap peraturan hukum. Jika dilanggar hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap pelanggar sehingga dalam hal ini berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan yang berlaku. 

Sosio-Legal ialah kajian ilmu sosiologi dari perspektif keadilan masyarakat dan kepastian hukum yang bagaimana hukum itu direspon serta berkerja ditengah masyarakat luas yang saat ini menjadi tren dikalangan peneliti ilmu hukum. 

Legal Pluralism ialah hukum sebagai pendekatan atau kajian tidak lain adalah alat bantu bagi Negara dalam proses terbentuknya hukum serta pembangunan hukum yang lebih dekat dengan masyarakat kearah masadepannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun