Mohon tunggu...
Ami Haryatmi
Ami Haryatmi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang nenek yg bersemangat. Melihat yang tersirat, terpanggil menjadikannya tersurat. \r\nTatkala kusentuh papan Qwerty, aku tidak ingin jariku hanya sekedar menari. Namun aku mau sesuatu yg berarti hadir di sini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melangkah Mantap di Jalan Senyap

4 November 2016   12:15 Diperbarui: 5 November 2016   20:52 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melangkah Mantap di Jalan Senyap ( Selamat Pagi, Aku Mau makan, Terimakasih)

Minggu pagi yang mendung, dengan perarakan awan menggantung. Ketika aku sampai di tempat yang kutuju. Aku coba mengetuk pintu. Tak berjawab, kucoba mengetuk lebih keras, masih juga tak berbalas. Ketika tangan akan mengetuk lebih keras lagi, seketika aku ingat mengapa tak seorangpun menjawab ketukan ini. Maka aku urungkan untuk mengetuk lagi, kubuka pelan pintu dan dengan mantap aku melangkah memasuki ruang yang senyap.

Kulewati ruangan Café yang cantik tertata apik dengan dekorasi yang melukiskan café yang unik. Aku menuju ruang induk di samping café, seketika aku melihat beberapa orang tersenyum ramah tanpa kata. Dengan bekal kata yang aku hafal yaitu: “Selamat pagi, aku ingin makan, terimakasih”.

Yaaachhh 3 kata dalam bahasa isyarat tersebut berbalas dengan sambutan hangat namun sunyi kalimat dari seorang remaja pria. Yang belakangan aku tahu bernama Wawan.

Kemudian seorang gadis manis yang ramah mmenghampiriku. Mengibaskan gerai rambutnya yang masih basah. Percik-percik air seperti embun beterbangan di sekitar kepalanya. Menjadi lukisan sempurna di mataku. Dia membawaku ke meja, menyodorkan menu dan membuat gerakan yang meskipun tanpa kata, namun aku mengerti maksudnya.

Saat aku duduk di ruangan, di luar halaman terguyur derasnya hujan. Sang gadis yang memperkenalkan diri bernama Nur mempersiapkan makanan. Sungguh, saat itu aku seperti berada di suatu zona indah tak terperi, seakan pusaran bumi sejenak terhenti. Hanya terdengar kecipak jatuhnya air hujan di genangan, denting alat memasak makanan, dan senyum indah Nur dan Wawan yang terhidangkan. Seperti harmoni orchestra semesta yang luar biasa indahnya. Ada seekor rama-rama yang kuyup sayapnya, hinggap di foto pelajaran abjad bahasa isyarat. Mengajak mataku terpaku dan berusaha mempelajari setiap aksara jari yang terpampang disitu.

Di tempat ini, di Deai Café Finger talk, aku mersakan sensasi indah tak terkata. Membasuh seluruh pekatnya polutan dunia. Menggeser gemuruh tekhnologi dengan siraman sejuk jiwani.

Saat aku menikmati makanan yang tersaji, aku merasa menyantap makanan yang bukan hanya secara ragawi namun juga santapan rohani. Kami sunyi tanpa kata, namun hati kami bicara. Menghubungkan dunia sunyi mereka dengan dunia riuh telinga biasa. Seolah menghubungkan suatu dimensi kasih yang turut aku rasakan yang diciptakan oleh Sang pendiri café tersebut.

Sang pendiri adalah Ibu Dissa Syakina Ahdanisa sarjana lulusan manca Negara, yang memiliki misi kasih luar biasa. Sayang aku tak berkesempatan bertemu dengan Ibu Dissa.

Deaf Café Fingertalk, adalah café yang mewadahi para insan tuna rungu. Café dengan pengelola seluruhnya tuna rungu, tuli bisu. Dengan bangunan cantik, ruang yang cukup apik dan dekorasi menarik, menggambarkan chiri khas unik.

Ada sepasang sofa berbentuk jari, beberapa panduan bahasa isyarat tersaji. Ruang tanpa musik namun bagi yang mendalami, ada nyanyian indah dari hati. Di samping Café ada workshop untuk barang-barang souvenir yang diproduksi. Seluruhnya ditangani oleh insan tuna rungu.

Café ini cukup dikenal beberapa komunitas, bahkan BBC Indonesia pernah berkunjung pula.

Saat aku berpamitan pulang, aku membawa buah tangan berupa beberapa pelajaran bahasa jari yang aku pelajari. Aku membawa pulang suatu pengalaman rohani yang menyentuh hati. Aku berdoa dengan segenap nurani, semoga tekad mereka semakin mantap, meskipun di jalan senyap. Semoga Misi cinta kasih dari sang pendiri, sukses dan menjadi inspirasi, agar semakin banyak insan yang berkenan mewadahi para insan difabel di negeri ini.

Dari yang aku nikmati di hari minggu pagi, ada sesuatu yang membuatku bertanya dalam hati, mengapa ketika aku datang, pengunjungnya hanya aku sendiri?, Ahaaaa…. Ternyata aku datang terlalu pagi. Café sesungguhnya belum buka dan belum ada makanan untuk disaji, sementara Nur si gadis dengan gerai rambut basahnya baru selesai mandi. Tetapi…… dengan senyum ramah mereka tetap melayani dan menyambutku dengan hati.

Setelah bincang-bincang kami dengan bahasa hati dan isyarat jari, aku meninggalkan tempat ini juga meninggalkan sekeping perasaanku disini. Perasaan kasih yang aku wujudkan dalam tulisan ini dengan tujuan agar semakin banyak orang yang berkunjung ke Café ini. Tidak hanya menyantap makanan fisik, tapi menuai pelajaran unik. Pelajaran bahwa betapa banyak orang sering menghamburkan kata dan energi pendengaran untuk hal yang kadang tidak berarti.

Nah para pembacaku yang terkasih, bila anda ingin suatu sensasi kasih yang mengiringi apa yang anda santap, silahkan mengunjungi Finger Talk Cafe. Bila anda ingin sejenak tirah dari gemuruh tekhnologi, atau bisingnya suara yang mempolusi, silahkan berkunjung kesini. Bila anda ingin merasa betapa selama ini kita kadang tanpa sengaja menghamburkan kata tanpa arti, atau mendengar riuhnya ucap yang membebani, silahkan bertandang kesini, Jl Pinang 37, Pamulang Timur, Tangerang Selatan.

Bersama kunjungan Anda, mereka akan berjalan semakin mantap, tidak ada lagi jalan senyap. Anda bisa mengawali komunikasi dengan 3 kata ini : “ Salam, aku mau makan, terimakasih”       

Salam cinta kasih,

Ami Haryatmi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun