Bahasa merupakan kunci untuk mengungkapkan ide dan gagasan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa juga merupakan alat komunikasi yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor budaya. Faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah status sosial, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan sebagainya. Faktor budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh nenek moyang suatu daerah.Â
Budaya adalah hasil pemikiran manusia, dengan kata lain hasil kerja sama antara akal dengan kekuatan manusia. Budaya dalam suatu masyarakat merupakan segala seuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat sehingga budaya bukan hanya hasil akumulasi kebiasaan namun juga merupakan suatu sistem yang terorganisasi (Nursyahidah, 2017).
Bahasa dan budaya merupakan dua istilah yang tidak bisa dipisahkan. Bahasa dan budaya berkaitan dengan cara berpikir, cara beperilaku, dan pengaruh perilaku orang lain. Bahasa dan budaya mencerminkan penuturnya. Etika berbahasa dan budaya penutur bahasa memliki ciri yang khas, terdapat beberapa tingkatan bahasa yang digunakan ketika berinteraksi dengan teman sebaya, orang yang lebih muda, atau orang yang lebih tua. Perilaku berbahasa dibedakan menjadi perilaku yang sopan dan tidak sopan, jika perilaku sopan dipandang sebagai perilaku yang baik karena mencerminkan nilai dan budi pekerti yang baik sesuai aturan yang ada, sedangkan perilaku tidak sopan dipandang sebagai perilaku yang buruk karena bertentangan dengan tata krama yang ada.
Kehidupan di zaman sekarang ini yang berkaitan dengan bahasa dan budaya terjadi dalam kehidupan pendidikan. Terutama dalam lingkup sekolah yang mempunyai dasar sebagai wadah pembelajaran siswa siswi dalam beretika yang baik saat berbahasa, bertindak, maupun bertingkah laku dengan oranglain di sekitarnya, sehingga terjalin interaksi yang baik antar masyarakat, adapun hubungan guru dengan siswa sebenarnya tidak hanya terjadi saat mengerjakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian materi yang disampaikan dikelas, guru juga sebagai figur yang mempunyai andil dalam pembentukan pendidikan karakter murid kedepannya. Meskipun seorang guru sudah tidak mengajar kita dan selesai masa menjalankan tugasnya (purna bhakti), namun hubungan guru dengan siswanya yang sudah menjadi alumni harus tetap terjaga dengan baik, karena ilmu yang telah disampaikan untuk kita akan tetap terus mengalir sehingga dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh di dalam kelas terdapat murid yang berperan sebagai orang yang lebih muda dan guru yang berperan sebagai orang yang lebih tua. Sang guru mengajar dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para muridnya. Begitu juga dengan murid diharuskan beretika sopan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan perilaku yang santun agar tercipta lingkungan yang nyaman dan kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Guru yang dahulu biasanya sangat disegani oleh muridnya, sangat dihormati, dan dianggap sebagai figur yang baik dalam membentuk pola kepribadian seseorang, setelah mengalami perubahan sosial yang sangat modernisme, kini hal tersebut justru berbalik, guru menjadi tertindas oleh perilaku muridnya.
Beretika bahasa yang baik di dalam kelas antara guru dan murid sangat krusial dan dibutuhkan. Karena di zaman sekarang ini kebanyakan murid meremehkan guru nya bahkan tidak menghormatinya, murid yang seringkali tidak menghargai ilmu yang sudah diberikan oleh gurunya merupakan murid yang tidak dapat beretika sosial dengan baik terhadap orang yang lebih tua darinya. Bahasa dan Sopan santun menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Sifat atau watak pribadi seseorang dapat dilihat dari perkataan yang ia ucapkan maupun penampilan diri. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan santun, sistematis, baku, jelas, teratur, lugas mencerminkan pribadi yang berbudi (Bungin, 2006). Maka sebaliknya, jika penggunaan bahasa yang kasar, menghakimi, menghujat, memaki, memfitnah, memprovokasi, melecehkan akan mencitrakan pribadi yang kurang berbudi. begitu pula dengan penampilan pakaian seseorang, jika ia tak mampu menyesuaikan dalam situasi tertentu, hal itu menjadikan orang tersebut tidak mampu menerapkan prinsip kesopanan.
Adapun faktor internal dan eksternal yang menyebabkan murid tersebut bertindak demikian, bisa pula karena dirinya merupakan korban dari broken home sehingga perilakunya jauh dari tata krama yang baik, didikan dari orangtuanya yang dirasa kurang terpenuhi dengan baik, merasa dirinya terlalu sering diabaikan oleh orangtuanya yang hanya memikirkan kepentingan pekerjaan mereka hingga menyebabkan hubungan keluarganya kurang harmonis dan anak tersebut tidak mendapat perhatian khusus dari orangtuanya, hingga lebih memilih mencari kenyamanan di luar daripada di dalam keluarganya sendiri.Â
Faktor eksternalnya bisa saja datang dari teman sepergaulannya, ia terpengaruh sikap dan perilaku buruk mereka yang sangat ekstrem di dunia luar, melanggar aturan yang ada tanpa menggunakan logika dan akibat yang akan terjadi di masa depannya.
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan sebagian faktor penyebab terjadinya fenomena perubahan sosial dalam hal beretika di lingkungan masyarakat. Sebagai contoh, kasus penganiayaan guru oleh muridnya yang terjadi di Sampang merupakan hal yang sangat tidak terduga, hingga sempat viral pada tahun 2018 lalu, kejadian tersebut berawal pada saat pembelajaran berlangsung, korban mengisi pelajaran seni melukis di halaman depan kelas XII.Â
Semua siswa diberi tugas melukis. Tetapi Pelaku tidak menghiraukan apa yang ditugaskan korban (gurunya). Kemudian guru tersebut menegur pelaku agar mengerjakan tugas seperti temannya yang lain, dan teguran itu tetap tidak dihiraukan oleh pelaku. Karena teguran tidak dihiraukan, korban kemudian menggoreskan cat lukis ke pipi pelaku.
Tetapi justru Pelaku tidak terima dan mengeluarkan kalimat tidak sopan, mengejek gurunya. Emosi guru tersebut pun semakin terpancing oleh sikap muridnya karena tidak sopan, lalu ia memukul pelaku dengan kertas absen. Namun pukulan itu ditangkis pelaku dan langsung menghujamkan pukulan ke pelipis sebelah kanan korban. Akibatnya, korban (guru) tersungkur, lalu melihat kejadian tersebut, murid yang lain berusaha menjadi penengah antara keduanya dan dipisahkan agar tidak terjadi sesuatu yang dikhawatirkan, saat korban bangun setelah tersungkur. Lengan kiri korban lecet karena menahan tubuhnya saat terjatuh. Setelah kejadian tersebut, seluruh siswa masuk kelas.
Setibanya di rumah, korban langsung istirahat karena mengeluh pusing dan sakit kepala. Sekitar pukul 15.00 WIB, korban dibawa ke Puskesmas Jrengik, Kabupaten Sampang. Karena pihak Puskesmas tidak mampu menangani, korban kemudian dirujuk ke rumah sakit daerah Kabupaten Sampang, tetapi hasilnya tetap nihil. Korban kembali dirujuk ke rumah sakit DR Soetomo, Surabaya.Â
Pihak rumah sakit kemudian menangani korban dan korban dinyatakan mengalami mati batang otak (MBO), yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi. Dokter memprediksi, korban tidak akan hidup lama. Hingga hal mengenaskan pun terjadi, tepat pada pukul 21.40 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia.Â
Pagi harinya korban langsung dibawa pulang ke rumahnya di Sampang. Korban dikenal sebagai orang yang ramah dan baik terhadap kerabat-kerabatnya, dan ia meninggalkan istrinya yang masih hamil empat bulan. Walaupun pelaku termasuk dalam kategori masih di bawah umur, namun tetap dinyatakan sebagai tersangka dan menjadi tahanan selama 7 tahun atas kasus penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Keadian diatas memberikan kita pelajaran bahwa bersikap sopan santun terhadap guru itu sangat penting, karena berkahnya ilmu yang didapatkan dari seorang guru itu terletak pada sikap tunduknya kita pada guru, adapun yang menjebabkan terjadinya sikap kurang mengenankan atau tidak sopan yang dilakukan oleh murid terhadap gurunya dikarenakan sikap dan perilaku murid tersebut akibat perubahan yang dipengaruhi oleh faktor sosial eksternal dari teman sepergaulannya, lingkungan hidupnya yang kurang baik atau faktor internal seperti emosi dalam dirinya sendiri yang tidak dapat dikendalikan, terbukti dari kejadian di atas pelaku memang sudah dikenal satu sekolahan sebagai murid yang nakal, ia merupakan anak dari seorang preman pasar.
Kondisi etika berbahasa tidak sopan dapat menghilangkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat, namun mereka mengabaikan norma tersebut dan lebih mengedepankan sikap individualisme maupun kemauan diri untuk mendapatkan kepuasan batin dengan melakukan kekerasan baik verbal maupun non verbal terhadap orang lain. Hal tersebut tentunya sangat diprihatinkan karena maraknya terjadi di kalangan remaja Indonesia saat ini, sehingga etika kesopanannya menjadi luntur. Secara nalar memang mereka sadar tindakannya salah dan sebenarnya masih memiliki rasa hati nurani yang tersimpan, namun terkalahkan dengan ego dan sifat dendamnya yang sangat besar hingga mempengaruhi dan terjadi pertentangan antara dendam dan hati nurani mereka, namun kembali lagi pada individunya, jika mampu menurunkan ego dengan kesabaran maka tidak akan ada rasa dendam, iri, hasud, tetapi jika tidak dapat mengendalikan ego nya yang sangat besar itu tentunya perasaan yang mucul hanya ingin memenuhi kepuasan batin yang menimbulkan kekerasan di luar sadar mereka. Hal tersebut juga dipicu oleh sikap bahasa masing-masing yang menimbulkan rasa sakit hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H