Mohon tunggu...
Amie Primarni
Amie Primarni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Pemerhati Pendidikan Holistik

Amie Primarni Dr, lahir dan tumbuh besar di Jakarta. Ayahnya M. Tabrani asli Pamekasan, Madura. Ibu Siti Sumini asli Jogjakarta. Aktif sebagai Dosen, Pemerhati Pendidikan Holistik dan Komunikasi. Penulis Prolifik. Pemilik Mata Pena School. Penggagas Komunitas Dosen Menulis. Ketua Divisi Neurosains Pendidikan SINTESA. Anggota Asosiasi Penulis dan Editor, Assosiati Penulis Penertbit Pergurian Tinggi,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karut-marut Pendidikan Indonesia

28 November 2019   19:11 Diperbarui: 29 November 2019   03:51 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan ranah yang selalu mendapat perhatian banyak pihak, keberhasilan Pendidikan menjadi salah satu indikator baiknya sebuah negara. Pendidikan sebagai penghasil Sumber Daya Manusia yang baik inilah yang diharapkan mampu meneruskan estafet kepemimpinan baik dalam pengertian kepemimpinan organisasi, negara maupun dalam artian kepemimpinan bangsa di mata dunia.

Carut marut pendidikan di Indonesia sebenarnya telah lama dirasakan, dan telah lama pula orang berupaya mencari solusinya. Namun mencari ujung carut-marutnya pendidikan bagaikan mencari ujung benang yang kusut. Maka satu-satunya jalan adalah memutus rantai kekusutan dan memulainya dari sana.

Dalam catatan saya, beberapa hal perlu digarisbawahi bahwa pendidikan di Indonesia memiliki banyak jenis, yang dikelola oleh kewenangan yang berbeda-beda. Hal ini memberikan pekerjaan rumah yang juga sulit. Pendidikan di Indonesia masih terasa dikotomi dengan dipisahkannya pendidikan basis agama dari KEMENDIKTIBUD berada dibawah KEMENAG.

Namun nyatanya ada pula pendidikan basis agama yang berada dibawah KEMENDIKTIBUD. Maka perlu dipetakan lebih dahulu sampai dimana ranah KEMENDIKTIBUD dalam mengelola Pendidikan di Indonesia. Ini menjadi ranah politik Pendidikan, yang harus dibahas khusus jika kita benar-benar akan merombak dan membangun Pendidikan Indonesia menuju Pendidikan generasi Emas Indonesia.

Jika pada tahun 2045, adalah tahun emas Indonesia maka itu artinya kita sudah harus memiliki peta, berapa jumlah lulusan yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia kerja dan berapa yang dibutuhkan untuk mengisi kembali ruang-ruang kampus dengan para akademis dan ilmuwan yang berkarya. Apa yang dimaksud dengan generasi Emas Indonesia. Kemana mereka akan berlabuh?

Di Indonesia, profesi pendidik berbeda dengan profesi lainnya yang tertutup. Seorang pendidik saat ini tidak harus berlatar belakang pendidik untuk bisa berprofesi sebagai guru atau dosen. Berbeda dengan profesi lainnya yang tertutup, dokter misalnya, seseorang tidak bisa berprofesi sebagai dokter jika bukan lulusan kedokteran.

Begitu pun  profesional lainnya. Profesi terbuka yang terjadi di dunia Pendidikan ini, membuat seakan semua orang bisa menjadi guru dan dosen. Maka, standarisasi pengajaran, standarisasi keilmuan, standarisasi kelulusan di satu sisi menjadi amat cair. Semua ini akan bermuara pada kualitas lulusan.

 Pendidikan Indonesia, selama ini kita belum memiliki road map Pendidikan Indonesia dari hulu ke hilir, dari vertical ke horizontal  yang mampu menjadi pola yang menyatukan pendidikan.

Dalam pengamatan saya ada  lima dasar yang menjadi penentu road map  Pendidikan Indonesia yang harus benar-benar diperhatikan, dibenahi dan dibuat sehingga road map Pendidikan Indonesia ini menjadi pegangan dalam tiap prosesnya, dalam tiap level dan kedalamannya  dan dalam tiap varian. Kelima dasar itu adalah 1) Filosofi dan paradigma Pendidikan 2) Politik Pendidikan 3) Kebijakan Pendidikan 4) SDM Pendidikan dan 5) Sarana dan prasarana Pendidikan.

Untuk membangun road map Pendidikan Indonesia mau tidak mau kita harus memulainya dari filsafat dan paradigma pendidikan mana yang akan kita gunakan. Jika kita sepakat bahwa Pendidikan Indonesia berakar dari sila-sila Pancasila.

Maka Pendidikan Indonesia harus menghasilkan  manusia dengan karakter berkeTuhanan YME. Memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan memiliki nilai-nilai etika - adab. Pendidikan Indonesia juga menanamkan dan menuntun mewujudkan nilai-nilai kerjasama, kolaborasi, harmoni, dan sinergi. Pendidikan Indonesia juga mengajarkan bagaimana membangun sebuah negara.

Dan yang terakhir adalah membangun karakter yang baik  dan sesuai dengan adab. Inilah nanti yang menjadi cikal bakal artigenerasi Emas dalam Indonesia Emas. yaitu generasi  yang punya kualitas, berhati dan bersikap emas.

Jika kita sepakat, kelak output dan outcome pendidikan seperti ini maka tetapkan filosofi dan paradigma Pancasila sebagai pilihan. Sebab sejauh pengamatan saya dan para pakar, khusus untuk Indonesia sampai saat ini Pancasila masih sebuah filosofi dan paradigma yang paling tepat baik secara realitas maupun secara ideologi untuk mengawal Indonesia.

Berangkat pada tahap ke dua. Politik Pendidikan, sebagai penguasa maka sah saja untuk menentukan ke arah mana politik pendidikan. Namun demikian politik Pendidik Indonesia harusnya memiliki etiket baik -- good will -- untuk berpihak pada yang lemah dan banyak jumlahnya. Menyiapkan perangkat untuk memudahkan aplikasinya dilapangan hingga ke pelosok daerah. Keberpihakan pada yang lemah dan banyak ini mendapat amanat dari undang-undang dasar 1945 bahwa pendidikan adalah hak seluruh bangsa indonesia. Artinya setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh Pendidikan dimanapun dia berada.

Ketiga, kebijakan pendidikan Indonesia hendaknya saling terintegrasi, terkoneksi, ter-intrakoneksi, ter-interelasi dan ter-intrarelasi sehingga kebijakannya sinergis dimana satu kebijakan tidak bertumpang tindih dengan kebijakan lain.

Di indonesia ada pendidikan nasional, ada pendidikan dibawah kementerian agama, ada pendidikan dibawah instansi lain, yang satu sama lain terkadang tidak sinergi. Dalam perencanaan pendidikan, dikenal ada perencanaan makro, meso dan mikro.

Kebijakan yang parsial, yang disebabkan otonomi daerah harus dilihat dampaknya dalam skala makro, tanpa mengurangi kebutuhan perencanaan pendidikan tingkat meso dan mikro. Perencanaan makro Pendidikan Indonesia berarti harus memetakan berapa banyak jumlah ahli yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Memetakan berapa lulusan yang dibutuhkan untuk mengusung Indonesia Emas 2045 dan ke masa depan.

Keempat, Sumber Daya Manusia (SDM), membahas SDM ini saya akan menggunakan dua istilah pertama membangun dan kedua memperbaiki. Sumber Daya Manusia mana yang harus didahulukan, keduanya paralel. Di hulu, calon SDM usia dini (PAUD) perlu mendapat pendampingan yang khusus.

Namun disisi lain, Perguruan Tinggi sebagai penghasil guru dan dosen harus segera diperbaiki pula. Jika pola lama di perguruan tinggi tetap digunakan, maka output dan outcome yang dirasakan siswa PAUD masih pola lama juga. Maka, disini dibutuhkan keberanian untuk memutus mata rantai, agar membangun dan memperbaiki SDM dapat berjalan seiring.

Profesi pendidik di Indonesia adalah profesi yang terbuka. Setiap lulusan S1, S2 dan S3 serta merta bisa beralih memilih profesi guru tanpa memiliki latar belakang ilmu pendidikan atau keguruan. Inilah yang membedakan profesi guru dan dosen dengan profesi lainnya.

Ke depan, perlu dipikirkan ada satu prasarat yang harus terpenuhi yaitu kemampuan mengajar pedagogi, andragogi, metode belajar dan model pengajaran yang saya kira harus dimiliki oleh seorang professional pengajar. Semacam sertifikat kompetensi  berjenjang, berkelanjutan yang dapat dibuat beragam tergantung tujuan dan level pengajarannya.

Sehingga walaupun profesi pendidik ini merupakan profesi terbuka yang siapa pun bisa masuk didalamnya, namun ada benang merah kompetensi utama seorang pendidik yang dimilikinya sehingga layak menyandang predikat professional pengajar. Dititik inilah, kompensasi remunerasi mereka dapat terukur, dapat terpetakan.

Misalnya, seorang guru yang cinta betul mengajar anak usia PAUD mungkin wajib memiliki paling tidak tiga atau empat kecakapan sesuai level pendidikan yang diajarnya.

Ditambah kecakapan lain yang relevan dan dibutuhkan. Demikian pun seorang dosen, harus tetap dibekali dengan kecakapan kompetensi utama mengajar sehingga memiliki kompetensi seorang pendidik.  

Ke lima, sarana dan prasarana. Jika politik pendidikan Indonesia sudah berpihak pada yang lemah dan banyak. Jika kebijakan sudah bisa terintegrasi dan sinergi. Jika SDM sudah kompeten dan profesional. Maka alat bantu yang dibutuhkan adalah sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan level, jenis pendidikan dan geografi wilayah. Diposisi inilah inovasi metode belajar, inovasi metode pengajaran, penggunaan media belajar menjadi alat yang mendukung tercapainya target belajar yang ujungnya adalah kompetensi keilmuan dibidangnya.

Maka pada saatnya nanti ruang-ruang kosong pendidikan akan diisi oleh para ahli dibidang keilmuan dengan karyanya dan para professional yang menggerakkan Indonesia.

Tidak ada dikotomi dalam Pendidikan di Indonesia antara teori dan praktek, antara akademisi dan professional. Mereka tumbuh dan berkembang optimal di bidangnya masing-masing sembari berkolaborasi dengan sesama untuk mencari solusi atas permasalahan yang muncul. Masing-masing menempati posisinya pada kompetensi yang dibutuhkan tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritual dan moral yang dianutnya. Mereka betul-betul sosok manusia yang utuh.

Pendidikan Indonesia secara integrative menyatukan dan mengembangkan empat unsur dalam diri manusia yaitu unsur intelektual, emosi, fisik, dan spiritual sebagai driving force bagi pengembangan tiga unsur lainnya sehingga generasi Indonesia 2045 adalah generasi yang harmoni, tangguh, cerdas, dan bugar.

Pendidikan Indonesia adalah pendidikan yang di rancang dengan cermat, berkesinambungan, berkelanjutan yang mampu mengantisipasi perubahan dan tuntutan pada jamannya dengan system yang mudah, ringan, murah dan menjaga nilai-nilai moral kejujuran, tanggungjawab, keberanian dan mandiri. Pendidikan Indonesia yang demikian saya namakan Pendidikan Indonesia yang utuh, Pendidikan Indonesia yang Holistik.  

Semoga saja cita-cita  ini satu saat mewujud, dan dapat mengantarkan Indonesia pada generasi emasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun