Mohon tunggu...
Ellys Utami Purwandari
Ellys Utami Purwandari Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Pecinta travelling, fotografi, dan masih terus belajar dalam menulis. Mimpi terbesar adalah ingin menimba pengalaman dari berbagai belahan dunia. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuanlah Penyebab Korupsi

8 Oktober 2012   08:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jackysupit.blogspot.com

[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="jackysupit.blogspot.com"][/caption]

Dibalik pria sukses pasti ada wanita hebat di belakangnya...

Banyak manusia yang menjadi sukses karena dukungan dari perempuan yang menjadi istrinya. Sebaliknya, tidak sedikit juga laki-laki yang jatuh dan hancur karena perempuan yang dinikahinya. Karena sebuah pernikahan adalah upaya penyatuan dua kekuatan yang jika berhasil melakukannya maka keberhasilan pun akan kita raih (meski harus terlebih dahulu - dan juga memakan waktu yang tidak sebentar - melewati berbagai halangan).

Kalimat bijak di atas rupanya telah diimplementasikan di instansi-instansi pemerintahan negeri ini secara konkret. Pernah dengar Dharma Wanita?? Ini adalah organisasi kumpulan  ibu-ibu yang notabene adalah istri pegawai instansi pemerintah. Lihat saja jika pejabat sedang dilantik pasti ada sang istri disampingnya. So sweet banget deh pokoknya... hehehe... Saya sendiri tidak pernah jadi anggotanya karena kebetulan suami saya bukan PNS atau pegawai BUMN.

****

Dulu jaman orde baru semua istri PNS dan BUMN wajib ikut yang namanya dharma wanita. Tidak terkecuali ibu saya yang kebetulan suaminya alias bapak saya kerja di PT. KAI (dulu PJKA). Dharma wanita memiliki struktur organisasi yang disusun seperti struktur jabatan para suami. Misalnya kalau suami menjabat sebagai kepala stasiun maka otomatis istrinya juga menjabat sebagai ketua dharma wanita. Sebulan dua kali ada acara arisan sebagai ajang ngumpul para ibu-ibu ini.

Ibu saya adalah seorang wiraswasta, menjahit dan memiliki sebuah toko kecil untuk membantu perekonomian keluarga karena bapak saya hanya pegawai biasa. Dengan profesi ibu sebagai penjual jasa (menjahit) maka tidak ada waktu luang yang dimiliki ibu apalagi untuk acara kumpul-kumpul seperti arisan plus ngerumpinya. Maka bisa ditebak, ibu saya nyaris jarang hadir di acara dharma wanitanya. Suatu hari ibu ditegur oleh ibu ketua, ketidakhadiran ibu dipertanyakan.

Bu bos menekankan bahwa ketidakhadiran anggota akan berpengaruh pada karier suami. Reaksi ibu saya saat itu biasa saja tidak khawatir sedikitpun. Toh, kalaupun terjadi apa-apa dengan karier bapak seperti ancaman ibu bos tadi, keluarga masih bisa bertahan hidup karena usaha ibu. Lalu ibu bercerita pada bapak tentang "ancaman" si ibu bos, reaksi bapak saya waktu itu tertawa sambil berkata," Ibu-ibu koq ikut campur urusan kantor.."

****

Itu cerita tentang kegiatan dharma wanita sekitar tahun 90-an sebelum reformasi. Kabarnya setelah reformasi organisasi ibu-ibu yang dinamakan dharma wanita ini tidak lagi wajib. Tapi ternyata tidak demikian kenyataannya, saudara saya yang kebetulan suaminya bekerja di sebuah BUMN mengalami hal yang sama dengan ibu saya. Ini terjadi pada sekitar tahun 2005. Ada semacam intimidasi oleh istri atasan jika tidak aktif atau berusaha tidak taat dalam organisasi ini. Namanya bukan lagi dharma wanita tapi struktur organisasinya masih sama yaitu jabatan istri dalam organisasi sama dengan jabatan suami di kantor.

Apa saja kegiatan dari organisasi ibu-ibu ini? Sebenarnya banyak hal positif yang mereka lakukan, misalnya saja bakti sosial, pengajian, arisan dan lain sebagainya. Tapi kalau lagi ngumpul (biasanya sembari menunggu), kesibukan para ibu ini tidak jauh dari hal-hal yang bernama saingan entah dalam hal penampilan semacam busana dan pelengkapnya bahkan 'ngerasani' urusan kerja suami di kantor entah soal karier suami atau masalah-masalah lain semisal gaji yang sebenarnya tidak layak dipulikasi karena bersifat confidential.

Masih menurut cerita saudara saya yang sebenarnya cukup tertekan bergabung dalam organisasi ini karena bertentangan hati nuraninya. Misalnya, ketika para ibu mengadakan acara jalan-jalan ke luar kota. Harap tahu saja, kegiatan ibu-ibu (termasuk saya hehehe...) tidak jauh dengan yang namanya shopping. Tapi budaya ewuh pakewuh yang memang sudah mengakar dalam organisasi, mengakibatkan rasa tidak enak hati kalau tidak belanja padahal sebenarnya kurang perlu. Terutama jika ada nafsu 'bersaing' dengan teman yang suaminya punya posisi yang setara di kantor. Alasan klasik sebenarnya adalah GENGSI.

Apakah hal ini bukan sebagai hal yang mendorong suami yang beralasan membahagiakan istri dengan memenuhi apa saja yang diminta istri. Caranya bisa apa saja, jika gaji bulanan rasanya kurang, bisa jadi jalan korupsi, mark up, dan sejenisnya dilakukan. Mungkin saja kan?

****

Ini cerita lain lagi di kantor suami yang kebetulan sebuah perusahaan swasta asing. Tidak ada pergorganisasian khusus ataupun wajib untuk para istri. Istri cukup menjadi pendukung suami dalam internal keluarga saja. Sosialisasi antar karyawan yang melibatkan istri dan keluarganya diadakan setahun sekali dalam sebuah acara family gathering, di luar itu tidak ada.

Misalnya saja ada pergantian manager atau pejabat di perusahaan, ya cukup orang yang bersangkutan saja yang hadir. Istri, duduk manis saja di rumah, nggak sibuk pakai busana khusus dengan budget ratusan ribu bahkan jutaan hanya untuk sepotong busana dalam rangka menghadiri sebuah acara serah terima jabatan suami, nggak ribet kan? hehehe... Hal ini saya rasa cukup ampuh meminimalisir ulah para wanita yang biasanya punya sifat iri hati, dengki, suka saingan dan sebagainya.

****

Jadi sebenarnya apa ya fungsi organisasi wanita semacam dharma wanita terutama di instansi pemerintah ini?? Hanya untuk unjuk gigi sebagai pendamping suami yang baik? Mengisi waktu dengan kegiatan? Bersaing dengan istri rekan suami, ini kembali lagi pada motivasi para istri. Seperti yang kalimat pembuka dari tulisan ini apakah ingin menjadi wanita hebat atau menjadi wanita penjerumus suami?

Sebaiknya kita harus menyadari bahwa keinginan para suami untuk menumpuk harta kekayaan dengan melakukan korupsi ya karena ulah kita para ISTRI....

Salam hangat....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun