Oleh Amidi
Kebutuhan akan sarana transportasi terus meningkat. Indikasi ini ditunjukkan oleh terus bertambahnya permintaan akan kendaraan atau bertambahnya jumlah kendaraan yang ada.
Berdasarkan data yang dikutif oleh rilis.id , Jakarta, bahwa data Korlantas Polri per 29 Agustus 2024 total populasi kendaraan di Indonesia mencapai 164.136.793 unit. (lihat rilis.id, 5 Oktober 2024).
Terlepas dari adanya kemudahan dalam membeli kendaraan dan atau memiliki kendaraan, karena bisa dibeli dengan cara kredit, dan adanya kemudahan dalam hal kredit kendaraan di negeri ini, yang jelas jumlah kendaraan dari tahun ke tahun terus meningkat.
Saking mudahnya mendapatkan kredit kendaraan, ada leasing atau lembaga pembiayaan yang hanya mengenakan Down Paymanet (DP) atau uang muka hanya 10 persen dari harja jual kedaraan bahkan ada yang tidak mengenakan DP sama sekali dengan kata lain DP nol rupiah.
Dengan demikian, maka anak negeri ini mempunyai kesempatan besar untuk membeli atau memiliki kendaraan. Wajar kalau jumlah kendaraan di negeri ini terus meningkat.
Timbul masalah, pada saat berkendaraan, jalan sering macet karena ruas jalan cendrung tidak bertambah (tidak diperlebar) dan masalah dalam berkendaraan lainnya termasuk masalah perparkiran.Â
Areal Parkir Terbatas
Dengan terus bertambahnya jumlah kendaraan tersebut, idealnya harus disediakan areal parkir yang cukup dan atau memadai. Namun, kenyataannya, areal parkir kendaraan yang ada terbatas dan sempit, sehingga memberi peluang pemilik kendaraan untuk parkir di jalan, di bibir jalan, di depan kantor dan di area-area yang memungkinkan untuk pemilik kendaraan memarkir kendaraannya, termasuk parkir sembarangan.
Untuk itu kondisi ini memberi peluang bagi saudara kita yang menjual jasa parkir, bermunculanlah oknum "tukang parkir" tidak resmi di area-area tersebut, maaf, terkadang oknum tersebut memungut retribusi parkir atau jasa parkir sendiri, tidak dikoordinir oleh pemerintah setempat.
Memburu Rupiah di Area Parkir
Bila disimak, dengan semakin banyaknya pemilik kendaraan yang akan memarkirkan kendaraannya, maka memberi peluang bagi mereka untuk memburu rupiah di area-area parkir tersebut.
Jika sebelum pandemi, pemilik kendaraan memarkir kendaraannya di area yang akan mereka jadikan tempat parkir, seperti di tepi jalan sekedar parkir sebentar karena ada keperluan membeli buah, membeli makanan pada pedagang Kaki Lima (K-5) yang berdagang di tepi jalan, biasa saja, setelah selesai langsung saja "tancap gas". Alias tidak ada "tukang parkir".
Namun, saat ini jangan heran jika pada saat Anda berhenti sebentar di tepi jalan alias parkir sebentar, tak lama setelah Anda membeli buah atau makanan pada pedagang kaki lima di tepi jalan, atau begitu Anda mau melanjutkan perjalanan, maka dengan serta merta tukang parkir mendekati kendaraan Anda untuk meminta uang atau mengambil jasa parkir.
Jika pada saat Anda memarkir kendaraan di depan lokasi ATM yang ada di tepi jalan atau di halaman muka toko atau pertokoan, maka setelah Anda selesai mengambil uang atau menggunakan jasa ATM tersebut, Anda akan dihampiri tukang parkir untuk meminta uang atau memungut jasa parkir.
Pengalaman saya, pada saat membeli buah pada pedagang kaki lima di tepi jalan, saya tidak turun mobil, hanya membuka kaca pintu mobil memanggil tukang/pedagang buah untuk melayani saya, setelah membayar saya mau melanjutkan perjalanan, eh datang seseorang, entah ia tukang parkir, entah ia memanfaatkan kesempatan, ia menghampiri untuk meminta jasa parkir.
Area parkir bebas yang ada di ruang publik ini dimanfaatkan mereka untuk memburu rupiah dengan menjaring jasa parkir. Peluang memburu rupiah dengan menjual jasa perparkiran tersebut terbuka luas dan lebih menjanjikan.
Pada suatu arena olahraga yang ada di suatu daerah, setiap hari pemilik kendaraan memarkir kendaraannya disekitar arena olah raga yang jumlahnya lumayan banyak, sehingga "tukang parkir" yang ada disana bisa mengantongi uang secara total sekitar Rp. 1.000.000,- an per hari, dengan jasa parkir untuk motor @ Rp. 3.000,- dan untuk mobil @ Rp. 5.000,- di sana diperkirakan kendaraan parkir lebih kurang rata-rata 100 kendaraan per hari.
Sikap Pemilik Kendaraan Bagaimana?
Bila disimak, sebagian besar pemilik kendaraan yang parkir tersebut tidak merasa keberatan, memang ada sebagain kecil yang "mengeluh", kok area olahraga dikenakan jasa parkir, kok area tepi jalan dikenakan jasa parkir, kok di area toko/tenant (Indomaret/Alfamart) dikenakan jasa parkir dan seterunya.
Bila dicermati, sebenarnya pemilik kendaraan tersebut berkeberatan dikenakan jasa parkir, namun sebagian besar mereka "tidak mau pusing", bayar saja atau berikan saja. Sama halnya konsumen yang dikenakan kantong plastik berbayar, mereka hanya me menerima saja, tidak berdaya.
Pemilik Kendaraan Terbantu?
Bila diperhatikan, adanya "tukang parkir" di area-area tersebut, sebetulnya ada dampak positifnya, pemilik kendaraan bisa terbantu, selama parkir kendaraannya terjada, aman, dan pemilik kendaraan selama melakukan akktivitas-nya, merasa tenang.
Pengalaman teman saya, pada saat parkir di suatu tempat di ibu kota, karena tidak ada "tukang parkir" nya, pada saat ia akan pulang atau mengendarai kendaraannya, ia kaget, karena mobilnya "digores dengan benda tajam", sehingga cat mobil "mengelupas" dan bodi mobil sedikit terluka/kempot.
Nah, jika begini, maka pemilik kendaraan sangat membutuhkan "tukang parkir", untuk menjaga kendaraannya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dirusak oleh orang yang jahil, dicuri bagian kendaraannya, dilepasi ban dan lainnya.
 Perlu Pengaturan!Â
Jika dalam kondisi itu "tukang parkir" sangat dibutuhkan, sangat diperlukan, sangat diharapkan kehadirannya. Hanya, tinggal pengaturan saja, agar pemilik kendaraan tidak merasa dibenani karena tarif jasa parkir yang sudah ditetapkan oleh "tukang parkir" sendiri.
Untuk itu agar perparkiran ini tidak menimbulkan masalah, maka perlu ada suatu pengaturan baik dari pemilik toko/tenant, ada pengaturan dari pemerintah setempat agar jelas dan tidak merugikan konsumen atau pemilik kendaraan.
Misalnya ada pengaturan tentang tarif parkir yang diperbolehkan atau ada batas bawah dan batas atas. Bisa saja pemilik toko/tenant melarang untuk memungut uang/jasa parkir, sehingga tidak heran kalau ada tulisan "parki gratis".
Memang tarif yang ditentukan oleh "tukang parkir"pada area-area parkir publik tersebut tidak semahal dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh unit bisnis "parking" di mal atau di arena bisnis lainnya. Tetapi, tidak ada salahnya kalau ada pengaturan tentang tarif parikir yang akan ditetapkan mereka.
Bila perlu ada pengaturan juag tentang "tukang parkir" yang boleh dan tidak boleh "mengkapling" suatu area parkir yang ada di area publik tersebut. Bisa saja mereka diakomodasi, dengan membuat jasa perparkiran yang mereka tawarkan menjadi resmi.
Memang sepanjang tidak ada masalah, antara "tukang parkir" pada area-area publik tersebut, aman-aman saja, namun bila ada masalah, bagaimana penyelesaiannya. Diharapkan antara "tukang parkir" dan konsumen atau pemilik kendaraan terjalin hubungan "kemesraan", kedua belah pihak sama -- sama merasa puas. Semoga!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI