Oleh AmidiÂ
Pemerintah akhirnya tidak merealisasikan rencana kenaikan PPN 12 persen secara keseluruhan. Rencana kenaikan PPN 12 persen tersebut sudah digulirkan beberapa waktu yang lalu, selama itu pula timbul protes dan kritik dari berbagai kalangan, baik dari kalangan pelaku bisnis sendiri maupun dari pihak yang peduli serta dari kalangan konsumen sendiri.
Protes dan atau kritik yang telah dilontarkan oleh berbagai kalangan, sah-sah saja. Akibat adanya kenaikan PPN 12 persen tersebut, tidak hanya membuat pelaku bisnis yang meradang karena mereka takut terjadi penurunan permintaan, tetapi konsumen pun akan keberatan, karena akan mendorong kenaikan harga dan akan membebani mereka, apalagi saat ini kondisi ekonomi sulit masih dirasakan mereka.Â
Sudah Terlanjur Mengenakan PPN 12 Persen
Pelaku bisnis selaku orang yang sangat cepat sekali bertindak, dengan mengedepankan ekspektasi rasionalnya (rational expectation), maka tidak heran jika ada informasi akan adanya kenaikan PPN jauh-jauh hari mereka sudah menaikkan harga barang/jasa akibat adanya penyesuaian atas kenaikan PPN tersebut. Siapa yang bisa menghalangi pelaku bisnis yang sudah mendahului menerapkan PPN 12 persen atau sudah menaikkan harga akibat akan adanya kenaikan tersebut.
Berdasarkan pengalaman, bahwa pelaku bisnis senantiasa memerankan ekspeksi rasional mereka. Misalnya, beberapa minggu sebelum memasuki bulan Ramadhan, mereka sudah mulai menaikkan harga barang/jasa atau beberapa hari sebelum tibanya "nataru" (natal dan tahun baru), mereka sudah menaikkan harga barang/jasa yang akan dibutuhkan/dibeli konsumen. Misalnya, begitu akan adanya momen atau event tertentu, mereka sudah mengambil ancang-ancang untuk menaikkan harga pada momen atau event yang berlangsung.
Jadi, wajar saja, kalau ada pelaku bisnis atau pengusaha/penjual yang sudah terlanjur memberlakukan PPN 12 persen tersebut, dengan kata lain sebelum pemerintah resmi menaikkan PPN 12 persen, mereka sudah dahulu menerapkan PPN 12 persen.Â
Bagimana dengan yang Terlanjur?Â
Setelah gonjang ganjing kenaikan PPN 12 persen bergulir, akhirnya pemerintah telah memutuskan kenaikan PPN yang hanya berlaku untuk barang mewah, Namun sejumlah pihak, baik pelaku bisnis maupun masyarakat umum, banyak yang sudah terlanjur membayar PPN 12 persen untuk barang tergolong non mewah akibat maju mundurnya pengumuman kategori barang yang kena PPN 12 persen tersebut.Â
Pada bagian lain dijelaskan bahwa untuk barang umum yang dikonsumsi masyarakat tarifnya tidak naik, hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang ditetapkan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Desember 2024. (Tempo.co, 4 Januari 2025).
Kompas.id pun mengungkapkan meski pemerintah hanya menaikkan PPN untuk barang mewah, sejumlah transaksi di lapangan sudah terlanjur memungut PPN 12 persen. Namun, pemerintah menjamin, konsumen yang terlanjur membayar PPN 12 persen akan mendapat pengembalian atas kelebihan pembayaran PPN tersbut. Direktur Jendral Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers di kantor pusat DJP Jakarta memastikan, pada prinsipnya negara tidak akan memberatkan wajib pajak dan tidak akan mengambil apa yang bukan menjadi hak negara (Kompas.id, 3 Januari 2025).Â
Berdasarkan pengalaman, bila ada pengembalian uang atas transaski tertentu yang sudah dilakukan, maka pengembalian uang atas transaksi tertentu tersebut sepertinya 'sulit" dan atau "membutuhkan waktu yang tidak sebentar". Sebagai contoh saja, bila kita meminta untuk pengembalian uang (refund) atas tiket pesawat akibat kelebihan bayar atau akibat lainnya, biasanya paling lambat kita akan menerima uang pengembalian tersebut sebulan ke depan bahkan lebih.
Apalagi pengembalian uang atas keterlanjuran pemungutan PPN oleh pengusaha/penjual kepada konsumen tersebut. Memang pemerintah menjamin pengembalian atas uang konsumen yang sudah terlanjur kena PPN 12 persen tersebut, namun, pemerintah perlu melakukan mempersiapkan, mekanisme, dan ketentuan lainnya, yang nota bene barang tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Belum lagi urusan administrasi antara pengusaha/penjual dengan konsumen yang melakukan transaksi yang sudah dikenakan PPN 12 persen tersebut. Setidaknya, muncul pertanyaan, apakah pengusaha/penjual yang mengenakan PPN 12 persen tersebut menerbitkan faktur pajak? Apakah pengusaha/penjual terbuka dengan pemotongan atau pemungutan PPN 12 persen tersebut? Apakah konsumen peduli dengan adanya pengenaan PPN 12 tersebut?
Berdasarkan pengalaman, bahwa tidak sedikit konsumen (maaf-maaf-maaf) yang tidak peduli dan atau tidak memahami pemotongan atau pemungutan PPN 12 persen tersebut. Ditambah lagi, pengusaha/penjual yang tidak menjelaskan dan atau tidak terbuka dengan konsumen, yang penting pengusaha/penjual tersebut menetapkan harga jual "sekian", tidak dirinci!
Bila ditilik dari makanisme dan/atau ketentuan perpajakan, bahwa bagi pengusaha/penjual harus memahami dan atau menjelaskan kepada konsumen atas pengenaan PPN 12 persen tersebut. Kemudian, siapa saja yang berhak melakukan pemungutan PPN, ini semua harus jelas (clear).
Berdasarkan ketentuan perpajakan, terdapat tiga kelompok yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, yakni instansi pemerintah, kontraktor atau pemegang izin, serta BUMN dan perusahaan tertentu (ortax.org).Â
Kemudian diketahui bahwa PPN merupakan pajak yang ditanggung oleh pembeli, sehingga pembeli yang harus membayar biayanya. Sedangkan kewajiban untuk pemungutan, penyetoran dan pelaporan menjadi tanggung jawab penjual atau Pengusaha Kena Pajak - PKP (Klikpajak.id).
Nah, dengan ketentuan tersebut, barang tentu pihak (pemerintah melalui petugas pajak) yang akan mengembalikan uang PPN 12 persen atau kelebihan 1 persen yang terlanjur sudah dipungut oleh pengusaha/penjual harus memeriksa dan atau harus meminta pengusaha/penjual dan atau konsumen untuk menyediakan administrasi sebagai persyaratan pengembalian uang kelebihan atas pemungutan PPN tersebut.
Jika, admintrasi yang diminta sebagai persyaratan untuk pengembalian uang atas kelebihan pemungutan PPN tersebut hilang atau tidak ada atau tidak dibeirkan oleh pengusaha/penjual, apakah konsumen tetap akan menerima uang pengembalian tersebut? Jika, demikian adanya, maka persoalannya menjadi semakin pelik dan rumit, bukan?
Belum lagi, bila dimunculkan suatu pertanyaan, apakah pengembalian uang atas kelebihan pemungutan PPN tersebut akan dikembalikan terlebih dahulu kepada pengusaha/penjual baru pengusaha/penjual mengembalikannya kepada konsumen dan seterusnya!
Semoga saja di lapangan, tidak demikian, semoga yang ada berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah melalui petugas pajak, dan berbagai "pemakluman" yang dapat dilakukan pemerintah melalui petugas pajak.Â
Bertolak dari Pengalaman!
Fenomena ini sudah memberi pengamalan kepada kita, maka ke depan barang tentu kita sepakat kalau hal demikian tidak akan terjadi. Jika pemerintah atau pihak yang berwenang akan mengambil kebijakan apa pun bentuknya, maka kebijakan tersebut harus digodok dengan matang dan harus diberlakukan segera dan atau harus di tunda atau dibatalkan segera, tergantung?Â
Apabila kebijakan tersebut setelah bergulir dipublik, publik tidak menerima atau berkeberatan dan atau lebh banyak mendatangkan mudoratnya, maka sebaiknya kebijakan tersebut ditunda atau dibatalkan saja!
Kita berharap, fenomena ini tidak akan terulang kembali, apalagi kita mengetahui dan meyakini bahwa pihak yang terlibat dan atau pihak yang akan mengambil kebijakan dan atau menjalankan kebijakan tersebut adalah pihak yang "berkompeten" dan atau "piawai" dalam bidangnya. Siapa yang tidak kenal dengan sosok menteri keuangan negeri ini, yang mumpuni, piawai dan berpengalaman?
Kita berharap, semua pemungutan PPN 12 persen yang sudah terlanjur dilakukan oleh pengusaha/penjual kepada konsumen, semua dapat dikembalikan dan segera akan mereka terima. Semoga, semoga, semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H