Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hiruk Pikuk Disekitar Persoalan Pajak Lagi !

24 Desember 2024   05:41 Diperbarui: 24 Desember 2024   05:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Amidi

 


Hiruk pikuk persoalan kenaikan Pajak Pertambahan Nialai (PPN)  12 persen belum usai, kini anak negeri ini akan dihadapkan pada  kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang akan diberlkaukan awal Januari 2025 nanti.


Tidak sedikit anak negeri ini yang menyayangkan dan menentang rencana  kebijakan kenaikan PPN 12 persen tersebut. Adanya yang menggelar aksi, ada yang menggelar diskusi, ada yang menggelar protes dimedia massa dan media sosial, dan bentuk penentangan lainnya.

Inews.id, 19 Desember 2024, memberitakan sejumlah warga  termasuk  Kpopers yang merupakan kelompok pecinta budaya korea ikut menggelar aksi di depan Istana Negara dengan membawa light stick untuk meramaikan aksi tersebut.

 

Antara Kewajiabn dan Beban.


Terlepas dari aksi protes dan bentuk penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut, yang jelas bahwa anak negeri ini selaku warga negara berkeberatan dengan kenaikan pajak yang akan dilakukan pemerintah tersebut, apakah PPN, PPh, atau pajak lainnya.

Pajak secara sederhana dapat diartikan  kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang (Wikipedia)

Dengan demikian, memang pajak sudah merupakan kewajiban anak negeri ri ini selaku warga negara kepada negara. Hanya, yang menjadi persoalan itu adalah besaran dan objek pajak yang akan dikenakan kepada orang pribadi dan atau badan tersebut.

Seperti Pajak Penghasilan (PPh), bagi anak negeri ini yang penghasilannya masih tergolong kecil namun sudah memenuhi syarat kena pajak,  masih ada sebagian dari  mereka  berkeberatan penghasilannya dipotong pajak. Begitu juga PPN  yang akan naik menjadi 12 prsen tersebut.

PPN 11 persen atau PPN yang dikenakan sebelumnya saja, ada sebagian dari mereka yang merasa keberatan, terutama bagi yang berpnghaislan pas-pasan. Apalagi  PPN  akan naik mejadi 12 persen tersebut, maka bukan saja membebani anak negeri ini selaku konsumen tetapi juga akan menyulitkan  para pelaku bisnis.

Kenaikan PPN 12 persen yang akan menyebabkan harga barang menjadi naik alias mahal, dan para pelaku bisnis akan terkendala dengan turunnya daya beli, karena barang-barang yang akan mereka jual menjadi lebih mahal.

Selain itu, dengan adanya kenaikan tarif pajak dan atau pengenaan  pajak  baru tersebut, akan menambah beban anak negeri ini, baik selaku konsumen maupun selaku pelaku bisnis.

Dengan demikian, tidak heran jika pelaku bisnis "menggerutu" atas adanya kenaikan tarif pajak dan atau kenaikan pajak tersebut, seperti kenaikan PPN 12 tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mnineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan sektor hulu migas masih seret invesatasi hingga akhir 2024, karena ada sejumlah tantangan yang dialami investor salah satunya terkait pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibebenakan kepada investor baru bereksplorasi, dengan kata lain investor migas baru bereksplorasi sudah ditagih pajak (Investor.id, 19 Desember 20204).

CNN Indonesia.com, 20 Desember 2024, Rektor Institute Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan kenaikan  PPN  12 persen berdampak signifikan pada sektor pertanian. Secara ekonomi dampaknya akan membuat GDP riil turun 0,03 persen, ekspor akan menurun 0,5 persen dan inflasi  akan naik 1.3 persen.

 

Beban Baru.


Belum usai hiruk pikuk akan adanya kenaikan PPN 12 persen, kini anak negeri ini dihadapkan pula akan adanya kenaikan PKB dan PPN-KB yang konon akan diberlkakukan pada Januari 2025.

CNBC Indonesia.com, 15 Desember 2024, mnsitir para pemilik kendaraan bermotor bisa dikenakan dua komponen pajak baru yang berlaku mulai 5 Januari 2025. Ini adalah opsen pajak atas Pajak Kendaraan  Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB). Opsen pajak PKB dan BBN-KB ditetapkan  sebesar 65 persen yang dihitung dari besaran pajak terhutang.

Perlu diketahui, saat ini ada tujuh  komponen  pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, seperti BBN-KB, opsen BBN-KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Adm STNK dan Biaya Admin TNKB. Dengan  adanya opsen PKB dan opsen BBN-KB, maka komponen pajak kendaraan bermotor bisa bertambah menjadi sembilan pungutan.

Dengan dinaikkannya PKB dan PPN-KB tersebut, maka semakin besar beban yang akan dipikul oleh anak negeri ini selaku warga negara yang tercinta ini.

 

Sikapi Dengan Bijak.


Penolakan terhadap rencana kenaikan PPN 12 persen dan kenaikan tarif pajak dan atau tambahan jenis pajak kndaraan bermotor  tersebut, jangan disikapi dengan membiarkannya dengan mengacu pada slogan " anjing menggonggong kapilah berlalu",  jangan dikapi dengan "acu tak acuh",  tetapi fenomena ini harus disikapi dengan bijak. Apa yang sebaiknya dilakukan?

Berdasarkan kondisi ekonomi yang masih dirasakan sulit saat ini, tidak heran, jika anak negeri ini merasa "berkeberatan" dengan rencana kenaikan PPN 12 persen tersebut, dengan adanya kenaikan PKB dan PPN-KB tersebut. Kini kita tahu bahwa anak negeri ini sampai saat ini masih dihadapkan pada kondisi "makan tabungan", masih dihadapkan pada penghasilan yang konstan dan penghasilan riil yang turun.

Jika dicermati, anak negeri ini yang memiliki atau membeli kendaraan, baik roda dua (motor) maupun  roda empat (mobil), tidak semuanya dari kalangan mereka yang memang benar-benar mampu, yang memang benar-benar membeli kendaraan tersebut karena memang sudah memiliki uang yang mencukupi. Namun, tidak sedikit dari kalangan mereka membeli dengan cara kredit dan atau dengan dasar "keterpaksaan". Betapa tidak, karena kendaraan  saat ini baik motor maupun mobil sudah merupakan kebutuhan yang mendesak bahkan sudah dapat digolongkan kebutuhan dasar. Motor atau mobil yang mereka beli, akan mereka gunakan untuk menceri uang melakoni bisnis dan atau untuk mencari uang dengan bekerja ini dan ini atau sebagai ini dan itu.

Untuk itu, tidak  ada salahnya,  jika kebijakan kenaikan PPN 12 persen tersebut ditinjau ulang, kenaikan PKB dan PPN-KB dikaji kembali sebelum diputuskan untuk dinaikkan. Masih banyak  jalan menuju Roma!

Jika disimak dari potensi sumberdaya alam (SDA) yang kita miliki, negeri ini masih bisa mengoptimalkan pengelolaannya. Negeri ini masih bisa memperbesar pendapatannya, sehingga tidak perlu getol "memburu" pajak kepada anak negeri ini selaku warga negara.

Nilai tambah yang masih relatif kecil, dapat ditingkatkan melalui kemauan keras dan penggunaan teknologi serta langkah inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dari produk primer yang di miliki oleh negeri ini.

Mendorong hilirisasi dan atau industrialisasi menjadi PR besar bagi pihak yang berwenang dan berkompeten, apalagi petinggi-petinggi negeri ini dan atau daerah ini baru saja menyelesaikan pemilihan umum yang nota bene sudah terpilih pimpinan-pimpinan baru yang diharapkan dapat membawa perubahan besar.

PR Pertumbuhan ekonomi 8 persen, tidak hanya ditumpuhkan kepada petinggi negeri ini yakni pemerintahan baru dengan kabinet merah putih  nya tersebut, tetapi merupakan PR juga bagi pimpinan daerah yang baru saja terpilih tersebut.

Potensi pajak,  objek pajak dan subjek pajak yang masih belum tergali, hendaknya segera harus digali. Jangan ada lagi kasus penipuan pajak, jangan ada lagi kasus penggelapan uang pajak, jangan ada lagi usaha memperkecil pajak, jangan ada lagi kasus mempersulit objek pajak membayar pajak dan seterusnya.


Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah upayakan kebijakan yang akan kita ambil tersebut kini dan ke depan, tidak membebani anak negeri ini selaku warga negara dan pelaku bisnis selaku komponen pendongkrak pendapatan  negeri ini. Kebijakan yang kita ambil, usahakan jangan menimbulkan kontradiksi dan usahakan  diterima dan tidak memberakan anak negeri ini. Selamat berjuang!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun