Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kabinet Merah Putih: Trade-Off Antara Efisiensi dengan Kinerja?

25 Oktober 2024   19:01 Diperbarui: 25 Oktober 2024   19:01 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

           

Bapak Presiden dan Wakil Presiden negeri ini yang terpilih sudah dilantik dan telah menetapkan para pembantunya (menteri/wakil menteri/dan lainnya). Dengan kata lain, pemerintahan baru telah menyusun dan melantik anak negeri ini  yang dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan dalam kabinet yang disebut kabinet merah putih tersebut.


Bila kita cermati, kabinet yang dibentuk kali ini "gemuk/gendut/besar" bahkan boleh dibilang sudah dapat "merangkul semua kalangan",  tidak hanya kalangan partai politik, tetapi ada kalangan akademisi, profesional, artis, punawirawan,   pengusaha dan lainnya.


Sehingga, kabinet merah putih yang telah terbentuk tersebut, dapat berfungsi dan atau berperan sebagai penyeimbang kepentingan/keinginan berbagai pihak, dengan kata lain bisa diarahkan  untuk menciptakan "stabilitas" di negeri ini. Apalagi jika tidak ada pihak yang mau menjadi "oposisi", maka aspek stabilitas dapat dijamin akan terus tercipta,  aspek "disturbance" akan semakin kecil bahkan bisa tidak ada sama sekali. Maaf, jika analisis ini kurang tepat.


Sebenarnya, memang stabilitas dalam ekonomi itu penting, karena dengan kondisi yang senantiasa stabil, maka pelaku  ekonomi dan atau pelaku bisnis akan dapat melakukan aktivitasnya dengan nyaman, tenang dan lancar. Sehingga, lebih jauh lagi,  akan mendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang kita harapkan.

 

Efisiensi VS Kinerja.

Bila disimak,  personil dalam kabinet merah putih tersebut  jumlahnya lumayan banyak. Dengan banyaknya personil tersebut, maka akan besar pula anggaran  kompensasi (gaji dan berbagai tunjangan) yang akan dibayarkan kepada mereka.

Sementara dalam menyusun  anggaran, kita senantiasa harus berorientasi pada prinsif efisiensi dan kinerja. Dengan kata lain, dengan banyaknya jumlah personil dalam kabinet merah putih tersebut, maka rasanya sulit bagi kita untuk melakukan efisiensi.

Bila kita memaksakan untuk melakukan efisiensi, maka akan berpengaruh terhadap kinerja mereka. Kinerja,  selain membutuhkan keprofesionalan mereka, juga membutuhkan faktor penunjang, seperti sarana dan pra sararana serta kompensasi yang memadai yang akan dibayarkan kepada mereka.

Apalagi, bila ditilik dari latar belakang financial mereka  yang ditempatkan dalam kabinet merah putih tersebut, mereka bukan orang yang selayaknya dibayar seperti pekrja yang dibayar oleh instituti/lembaga/perusahaan pada umumnya, tetapi mereka harus dibayar "berbeda", harus dibayar mahal, lengkap dengan tunjangan ini dan itu.

Mengenai kompensasi "gede" tersebut, selama ini memang sudah menjadi kelaziman dalam suatu kabinet dan atau memang sangat diharapkan oleh semua anak negeri ini. Kompensasi "gede" itu saja, terkadang kurang, mereka masih saja bermain-main dengan kewenangan dan kekuasaannya untuk memburu cuan, sekalipun harus memburu cuan dengan cara yang tidak dibenarkan (korupsi).

Untuk itu wajar, jika kompensasi yang akan dibayarkan kepada mereka harus sesuai dan atau harus "gede". Jika tidak,  maka faktor efisiensi dan kinerja yang kita harapkan kepada mereka akan sulit untuk diutamakan.

Begitu juga sebaliknya,  jika kita memaksakan aspek efisiensi tersebut, maka dari sisi keikhlasan, dari sisi "pengabdian",  akan jauh panggang dari api. Dengan menyesuaikan kondisi yang ada saat ini, dimana sebagian besar kita sudah didorong oleh gaya hidup glamor dan hedonis, maka unsur keikhlasan dan atau pengabdian tidak hanya diartikan tidak dibayar atau dibayar berapa pun kita tetap bekerja seperti biasa atau tetap bisa bekerja secara maksimal, tetapi keikhlasan dan atau pengabdian itu justru harus diimbangi dengan kompensasi (gaji dan berbagai tunjangan) yang besar, agar kita bisa bekerja dengan tenang. Dengan demikian, baru akan tercipta nilai keikhlasan dan atau pengabdian.

Sebagai contoh;  anak negeri ini yang menjadi wakil kita diparlemen, idealnya mereka harus meneropong dan senantiasa mengetahui kondisi dan atau kesulitan konstituennya atau pemilihnya atau masyarakat,  apa yang terjadi dilapangan, apakah ada yang perlu dibantu, apakah ada yang perlu diambil suatu kebijakan, apakah ada yang perlu dikunjungi, apakah ada yang perlu segera disolusi, agar permasalahan/kesulitan/rintihan yang  mereka hadapi segera dapat diatasi.

Sering  saya sampaikan dalam suatu kesempatan, jika kita menginginkan peran dan fungsi perwakilan kita diparlemean maksimal "memang harus dibayar mahal".  Saya katakan, sambil "bergurau", gaji perwakilan kita diperlemen di tingkat daerah puluhan  juta  rupiah tersebut, sebetulnya masih kecil,  bila apa-apa yang menajdi harapan konstituen atau masyarakat memang dapat mereka wujudkan. Sebaliknya jika tidak, sambil bergurau saya katakan, gaji mereka puluhan juta rupiah tersebut terlalu besar, sebaiknya diturunkan.


Supaya Maksimal dan Bisa Efisiensi.

Mencermati, negeri ini membutuhkan dana yang tidak kecil dalam mendorong agar laju pertumbuhan ekonomi yang ideal yang kita harapkan tersebut dan atau pembangunan yang menggembirakan  tercapai, sementara "utang" angkanya terus bertambah,  maka kinerja harus diutamakan.

Tidak berlebihan kalau kita menuntut kinerja mereka maksimal. Dengan kinerja maksimal tersebut, maka kompensasi yang kita keluarkan akan berimbang dan akan menciptakan efisiensi. Namun, sebaliknya, jika apa yang diharapkan dari mereka tidak terwujud, maka "mubazir" yang akan tercipta.

Untuk itu dalam memaksimalkan kinerja mereka dan mendorong terciptanya efisiensi, paling tidak ada beberapa langkah yang harus dilakukan, baik yang harus dilakukan oleh pemerintahahn baru tersebut maupun kita semua yang berperan sebagai "penyimbang" atau sebagai "pengontrol".

Unsur the right man on the right job masih tetap dibutuhkan walaupun kabinet merah putih sudah terbentuk.  Jika dalam perjalanannya masih belum "pas" atau belum mengacu pada unsur the right man on th right job mungkin tidak ada salahnya kalau dilakukan  reshuffle kabinet.

Kompensasi yang kita keluarkan atau kita bayarkan kepada mereka tersebut, harus tetap mengacu pada prinsif kinerja. Artinya, setiap nol rupiah yang kita keluarkan atau setiap cuan yang mengalir, harus ada satuan kinerja yang bisa kita ukur dari pekerjaan atau tugas mereka.

.

Dalam perjalanannya, perlu adanya evaluasi, jika ada jabatan yang tumpang tindih atau jabatan yang berlebihan, seharusnya cukup dikerjakan satu orang, namun kita berikan kepada lebih dari satu orang, maka sebaiknya perlu ditinjau ulang.

Apakah tidak sebaiknya ada kontrak kerja atau kontrak sosial antara pihak yang menempatkan (pemerintahan baru) dan juga perwakilan masyarakat dengan pihak yang ditempatkan (anggota/awak kabinet), agar masing-masing mereka mengetahui apa saja yang mau dilakukan dan dicapainya kini dan ke depan.

Untuk mengakhiri tulisan sederhana ini, saya mengajak  mari kita kesampingkan semua aspek pro-kontra dan aspek simpati-tidak simpati yang timbul. Kita raih masa depan yang gemilang !. Negeri ini membtuhkan perubahan besar !. Anak negeri ini sudah tidak tahan menunggu dan menunggu, karena akan semakin besar opportunity cost yang timbul. Untuk itu masyarakat atau publik harus "mengawal" pemerintahan yang baru saja di-syah-kan tersebut, agar ada kontrol publik. Ini penting, untuk mengevaluasi, mengkritisi, dan atau mendorong agar mereka bekerja secara maksimal. Selamat Berjuang!!!!!!!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun