Oleh Amidi
Lima bulan terakhir ini kondisi perekonomian negeri ini diwarnai deflasi. Kecenderungan deflasi tersebut disinyalir karena daya beli masyarakat yang tergolong kelas menengah sedang mengalami penurunan.
Bila dicermati, tidak perlu kaget dengan kondisi perekonomian saat ini, terutama yang dihadapi oleh kelas menengah. Hampir 2 tahun ini anak negeri ini yang tergolong kelas menengah tersebut sudah "makan tabungan". Tidak sedikit di kalangan mereka yang sudah mengurangi atau menahan kebutuhan pokoknya.
Sebenarnya, bukan saja kelas menengah-an sih, tetapi beberapa kelas menengah atas pun ikut merasakan kondisi perekonomian sulit saat ini. Indikasinya, selain mereka juga terjerembab dalam kondisi "makan tabungan", mereka juga mulai menunggak cicilan di sana sini. Ada yang menunggak cicilan rumah, ada yang menunggak cicilan mobil, ada yang menunggak pembayaran pajak kendaraan, dan lain-lain.
Bila disimak berita media massa atau media sosial, karena tidak sedikit anak negeri ini sudah menunggak cicilan kendaraan (mobil, motor), sehingga perusahaan leasing sudah mulai "mengeluhkan" nasabahnya yang menunggak cicilan tersebut.
Kemudian, satu tahun terakhir ini, di berbagai daerah terungkap bahwa pihak yang menerima pembayaran pajak kendaraan terus memberitakan adanya pemutihan pajak kendaraan. Dengan maksud, bagi anak negeri ini yang menunggak membayar pajak kendaraan satu atau dua tahun, akan diberikan keringanan hanya cukup membayar satu tahun berjalan saja.
Selanjutnya, indikasi ini ditunjukkan pula oleh mulai "bergugurannya" unit usaha yang ada, baik yang ada di dearah maupun yang ada di pusat. Jika diperhatikan, tenant-tenant di Mal, banyak yang sudah tutup, pemilik tenant tidak memperpanjang kontrak lagi.
Ini semua, disebabkan oleh pendapatan anak negeri ini yang mengalami penurunan, terutama bagi pekerja tidak tetap atau bagi pelaku bisnis skala kecil. Bermula dari pandemi beberapa tahun lalu, ternyata kondisi tersebut, terus berlangsung, walaupun ada sebagian yang bisa bertahan, namun kebanyakan dari mereka tidak bisa mempertahankan kondisi sebelum datangnya pandami.
Mencermati kondisi perekonomian saat ini dan diperkirakan masih akan berlanjut ke depan. Apalagi, bila pihak yang berwenang tidak "hadir" di tengah kesulitan anak negeri ini. Jika, kondisi ini dibiarkan begitu saja, maka bukan tidak mungkin kondisi ini akan berlarut-larut dan semakin parah.
Media massa maupun media sosial, hampir setiap hari menyuguhkan berita unit bisnis akan melakukan PHK dan atau sudah melakukan PHK. Junlah yang akan di PHK itu tidak tanggung-tanggung, ada salah satu unit bisnis akan melakukan PHK untuk ribuan pegawai, suatu siatuasi yang patut "diseriusi", dan dicarikan solusi-nya.
Dipihak kita yang tergolong kelas menengah dan bawah, kita harus membiasakan diri untuk "berhemat", kita harus memaksa diri untuk "berhemat".
Bila disimak, berhemat ini mutlah harus kita lakukan. Betapa tidak, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, ada sebagian dikalangan kita yang harus berjuang sekuat tenaga untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok bahkan ada yang sudah "gali lobang tutup lobang".
Tidak heran, jika ada lembaga keuangan online atau pinjaman online (pinjol) berlomba-lomba menggoda anak negeri ini, agar menerima tawaran "kredit" yang mereka tawarkan. Mulai pinjaman dalam jumlah kecil sampai pinjaman dalam jumlah besar.
Wajar, kalau ada sebagian anak negeri ini yang tergoda dan dengan serta merta meminjam pada pelaku bisnis yang bergerak dalam pinjol tersebut. Dalam perjalanannya, peminjam, banyak yang macet, atau menunggak membayar cicilan, sehingga akumulasi utang mereka semakin besar.
Berhemat bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Berhemat, bukan tugasnya emak-emak saja, tetapi bapak-bapak pun harus pandai berhemat.
Berhemat dapat dilakukan dengan berbagai langkah dan berbagai strategi. Berhemat dalam hal berbelanja, memebeli harus dilakuka sesuai kebutuhan, terlebih kebutuhan pokok saja.
Berbelanja tidak boleh emosi, berbelanja harus rasional. Jangan mentang-mentang baru menerima gaji atau honor atau upah, kita lupa dengan hari masih panjang, sehingga kita pada saat itu lupa, sehingga kita berbelanja secara emosi. Membeli ini dan itu, sehingga tidak terasa cuan/uang yang ada tersebut "habis". Padahal, hari masih panjang, bagimana dengan kebutuhan lain yang masih tergolong kebutuhan pokok untuk dipenuhi. Jika ini yang terjadi, wajar kalau kita terpaksa harus cari "utang" untuk berbelanja hari-hari berikutnya. Dengan kata lain, kita mulai bon sana bon sini.
Kemudian cermat dan cerdas dalam berbelanja harus dikedepankan. Misalnya, jika berbelanja di gerai ritel modern, harus membawa sendiri kantong untuk barang belanjaan, atau jika berbelanja sedikit, tidak perlu meminta kantong plastik, langsung saja bawa ke mobil atau ke motor kita. Ini penting, untuk berhemat, sekali berbelanja kita akan dikenakan Rp300,- sampai Rp500,- per satu kantong plastik.
Memilih barang kebutuhan pokok yang harganya lebih rendah, namun tidak mengurangi kualitas dan kebiasaan membeli yang kita lakukan. Untuk menyiasati ini, kita harus mencari informasi tempat berbelanja yang demikian.
Kemudian, bisa juga dilakukan dengan memburu barang-barang kebutuhan pokok yang ada potongan harga (diskon), atau memburu pasar murah yang sering diadakan oleh pemerintah.
Selanjutnya, masih banyak lagi cara mensiasati atau srategi yang bisa kita lakukan dalam memburu barang-barang dan jasa dengan lebih rendah dari harga normal.
Bertolak Belakang (Trade off).
Namun, bila kita cermari, di kalangan kelas menengah dan bawah ini terkadang dalam berhemat, justru mereka dihadapkan pada kondisi yang bertolak belakang (trade-off). Disatu sisi, kita akan berhemat, disisi lain dengan berhemat tersebut justru kita akan membeli dengan harga lebih mahal. Maju kena mundur kena. Sudah jatuh tertinpa tangga!
Sebagaimana hukum alam, orang yang kurang beruntung, kelas menengah dan bawah, terkadang harus membeli dengan harga lebih mahal. Biasanya kita dalam berhemat, dalam berbelanja, untuk mengatur pengeluaran atau menakar uang yang kita miliki, biasanya kita membeli dengan jumlah sedikit atau dalam ukuran (size) kecil.
Nah, biasanya jika kita membeli dalam jumlah atau ukuran kecil, harga barang yang kita beli tersebut akan lebih mahal, bila dibandingkan kita membeli dalam jumlah banyak atau dalam jumlah besar.
Sayang, yang bisa membeli dalam jumlah besar tersebut adalah kelas atas alias orang kaya. Meminjam lirik lagu Roma Irama, "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin". Mereka membeli dalam jumlah besar atau dalam jumlah banyak, karena mereka memiliki uang yang cukup. Membeli dalam jumlah besar atau banyak, harga akan lebih rendah dari pada membeli dalam jumlah sedikit atau kecil bahkan kita akan dihormati oleh pedagang.
Contoh; bila kita membeli per kg seharga telur Rp25.000, bila membeli seperempat kg, terkadang harganya Rp7.000,-. Dengan demikian, berarti harga satu kg untuk mereka sebesar Rp28.000,-. (lebih mahal Rp3.000,-), seharusnya harga telur seperempat kg idealnya Rp6.250,- . Namun, tidak demikian, yang ada harganya lebih mahal, pedagang memperhitungkan susut dan memperhitungan aspek tehnis lainnya. Inilah dinamika yang ada, inilah fakta yang ada.
Bagaimana Sebaiknya?
Untuk menghadapi kondisi tersebut, pandai-pandailah kita menyiasatinya, agar kita tidak membeli dengan harga lebih mahal selalu. Mungkin perlu dikalkulasikan, uang secukupnya untuk membali 1 kg untuk kebutuhan beberapa hari atau beberapa minggu.
Dipihak pelaku bisnis, menghadapi nasabah atau konsumen yang mengalami hambatan dalam membayar cicilan tersebut, sebaiknya harus ada "dispensasi", "dimaklumi", jangan bertindak "sarkasme". Yakinlah selama ini Anda juga sudah diberi kemudahan dan rezeki oleh Tuhan Yang maha Esa. Saat ini, tidak ada salahnya kalau kita agak longgar sedikit.
Kemudian, sedapat mungkin mengkalkulasikan pengeluaran dari pendapatan atau penghasilan yang kita peroleh bulanan tersebut. Agar semua kebutuhan pokok dapat terpenuhi dengan pendapatan atau penghasilan yang kita peroleh tersebut. Ahli keuangan, mengajarkan kalkulasi pengeluaran dengan persentase tertentu.
Terakhir yang tidak kalah penting adalah bagaimana melakukan berbagai strategi dalam berbelanja, agar uang yang sedikit yang kita miliki bisa cukup ambil berdoa agar kita diberikan rezeki yang lapang. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H