Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Hanya Semata-Mata Memburu Cuan Sementara Harkat dan Martabat Kita Tergadaikan!

25 Agustus 2024   09:56 Diperbarui: 25 Agustus 2024   09:58 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Amidi

 

Beberapa hari ini ruang publik diramaikan oleh aktivitas demo yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan atau kalangan intelektual dan  kelompok masyarakat  lainnya.

Mereka menyambangi wakil mereka yang terhormat di Gedung tempat mereka bernaung (baca : Gedung DPR/DPRD), dalam rangka menyuarakan aspirasi mereka agar demokrasi di negeri ini tetap terjaga dan berjalan dengan baik, salah satunya untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berhubungan dengan pilkada tersebut.

Bila di simak, adanya hiruk pikuk dalam kancah perpolitikan di negeri ini, lebih kental karena adanya unsur beberapa kalangan yang berorientasi pada cuan alias memburu cuan/uang. Sebenarnya sah-sah saja bila aktivitas yang kita lakukan tersebut membuahkan cuan, namun jangan sampai menggadaikan harkat dan martabat kita.

Bentuk lain Memburu Cuan.

Bila di simak, sebenarnya tidak sedikit aktivitas yang kita lakukan, sadar atau tidak, terkadang kita lebih berorientasi pada cuan semata, tanpa mempertimbangkan harkat dan martabat kita sendiri dan orang lain.

Dalam proses perpolitikan di negeri ini, terkadang yang lebih menonjol unsur "transaksioal" ketimbang unsur demokrasi dan kebebasan dalam menggunakan atau menjalankan hak-hak kita (baca: selaku pemilih / selaku konsumen). Unsur cuan sangat kental, baru akan  (berencana) untuk nimbrung dalam kancah perpolitakan (mau mencalonkan diri dalam pilkada atau lainnya), bakal calon harus menyiapkan cuan yang tidak kecil dan ini bukan rahasia umum lagi.

Terkadang "kaget" mendengarkannya, karena cuan yang harus mereka siapkan dengan angka yang tidak kecil, miliyan bahkan triliunan. Suatu angka yang sangat bombastis, bukan?. Jika kita tidak memiliki cuan yang banyak, kita akan kalah dalam bersaing, dengan kata lain jauh panggang dari api untuk memenangkan persaingan (terpilih).

Secara ekonomi, bila ada sesuatu yang kita keluarkan (baca:cuan), maka ia harus mendatangkan cuan kembali. Setiap kali ada pertambahan investasi, maka kita berharap akan ada tambahan "return" atau "hasil" yang akan kita peroleh. Begitulah pengandaian dalam suatu aktivitas lainnya, apakah aktivitas perpolitikan atau lainnya.

Hal ini akan lebih miris lagi, bila kita lakukan pendekatan dalam kancahr merebut suatu jabatan dalam organisasi kemasyarakatan dan atau keagamaan. Tidak jarang dalam proses merebut jabatan tersebut atau dalam bermusyawarah, kita mendengar ada "kursi terbang", karena ada komponen organisasi ambisi untuk merebut jabatan tersbut atau karena jabatan tersebut di raih oleh bukan jagoannya.

Dalam tulisan saya tentang persoalan menyambut perayaan kemerdekaan, sudah saya sitir juga bahwa berbagai lomba yang disajikan oleh panitia lomba, memang  sangat diminati oleh peserta lomba demi memburu cuan,  terlepas dari bentuk/jenis perlombaan tersebut mengikis nilai kemanusiaan dan mengangkangi harkat dan martabat mereka.

Bila dicermati, tidak hanya kasus di atas saja yang menggambarkan suatu aktivitas yang berorientasi cuan, namun mengabaikan nilai-nilai kemansuiaan dan harkat serta  martabat anak negeri ini, tetapi masih ada lagi aktivitas yang kita lakukan terkadang "hanya" berorientasi pada cuan tersebut.


Menjunjung Tinggi Harkat Martabat.

Maaf, maaf, maaf, mungkin kita sepakat,  jika demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan serta harkat-martabat anak negeri ini harus kita jaga dan kita pertahankan, jangan sampai tergadai akibat kita "emosi", akibat kita "ambisi", atau akibat kita mengedapankan sifat "animals economic".

Mari kita menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang sudah terpatri dalam diri anak negeri ini yang diwariskan oleh nenek moyang kita dahulu, dan sedapat mungkin mari kita menjaga harkat dan martabat anak negeri ini, dengan jalan melakukan aktivitas yang normal-normal saja. Dalam semua kesempatan, yakinkan kepada diri sendiri dan kepada mereka bahwa cuan memang diperlukan dalam hidup dan kehiudupan ini.

Namun, jangan sampai karena cuan, semua menjadi "hambar", karena jangan demi cuan, karena jangan berorientasi pada cuan, karena "ngebet" dengan cuan,  justru mengikis nilai-nilai kemanusiaan, jangan mengangkangi harkat dan martabat anak negeri ini.

 

Lakukan Aktivitas Secara Normal.

Bila kita merenung, apa yang akan kita cari, harta dan kekayaan serta aset yang kita kumpulkan tidak membuat kita kekal, ada seleksi alam, mau tidak mau kita akan melepas semua itu, kita akan meningggalkan semua itu. Karena ada alam lain yang harus kita jalani, yang menuntut kita mempersiapkan bekal di duna fana ini.

Jika kita ingin ikut dalam kontalasi dalam dunia perpolitikan (baca: pilkada), lakukan secara normal, jangan melakukan transaksional (money politics) yang tidak mendidik dan tidak sesuai dengan prinsif demokrasi di negeri ini.

Ini harus dihindari dan harus ditingggalkan, karena bukan hanya merusak tatanan demokrasi negeri ini, tetapi akan menimbulkan "kehinaan" kepada saudara kita yang kita berikan cuan recehan tersebut. 

Terlepas dari memang mereka masih membutuhkan cuan recehan tersebut, karena  kebanayakan mereka yang menerima cuan atau mengambil cuan yang diberikan tersebut, mereka yang tergolong "miskin".

Kita harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari, ukir prestasi, tancapkan keprcayaan atas diri kita kepada anak negeri ini selaku pemilih (konsumen), promosikan diri kita dengan menunjukkan berbagai kontribusi  yang sudah kita ciptakan, angkat diri  kita dengan bebagai kegiatan sosial. Jika kita orang yang ber-cuan besar atau banyak, perbanyak kegiatan pilantrofi dan kegiatan sosial lainnya.

Jika kita ingin merebut suatu jabatan strategis dalam organisasi kemasyarakatan atau keagamaan, lakukan dengan normal. Berikan bukti yang nyata bahwa diri kta layak untuk diberi amanah pada jabatan tersebut. Kemudian suatu hal yang tidak boleh dihiraukan adalah bahwa dengan mejabat pada organisasi kemasyarakatan atau keagamaan tersebut, kita mengemban amanah untuk umat dan akan mengangkat kepentingan umat dan agama tersebut.

Dengan kita mengemban amanah tersebut, kehidupan umat akan lebih baik dan agama yang kita anut terjaga dari penyimpangan yang akan membawa kita ke jurang "keburukan" (baca: neraka).

Begitu juga, bila kita ingin memburu suatu jabatan atau melaksanakan aktivitas lainnya yang ada atau tidak cuan-nya, tetap harus mengedepankan aspek "kenormalan",  jangan "mengada-ada" dan atau jangan "neko-neko".

 

Perahankan Kesantunan Anak Negeri Ini.

Saya yakin kita tidak ingin status anak negeri ini yang terkenal dengan santun dan atau "gema ripah" menjadi kabur dan atau terkikis akibat ambisi kita. Mari kita mengisi kemerdekaan yang baru saja kita peringati tersebut dengan aktivitas dan perbuatan yang mendatangkan kebaikan. kalaupun ia akan mendatangkan cuan, jangan jadikan cuan menjadi tujuan utama.

Yakimlah kita bisa memberi kontribusi terhadap negeri ini dengan apa yang kita miliki dan atau dengan profesi yang kita sandang saat ini, tidak harus ambisi menjadi petinggi pada suatu organisasi, pada suatu institusi/lembaga, pada suatu "rumah besar" atau "bagian rumah besar" dibumi persada ini. Percayalah  bahwa semua jabatan, semua bentuk amanah yang kita meban, akan ada pertanggung jawabannya diharapan Tuhan Yang Maha Esa. Selamat berjuang!!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun