Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Mikroplastik Lagi! Kapan Konsumen Terbebas dari Rasa Takut Mengkonsumsi Makanan?

23 Agustus 2024   06:26 Diperbarui: 23 Agustus 2024   08:54 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Belum lenyap dari ingatan kita, kasus produk makanan (roti) yang terindikasi bahan pengawet kosmetik zat kimia sodium dehidroasetat yang membahayakan kesehatan konsumen beberapa waktu ini, kini konsumen dihantui oleh adanya informasi tentang mikroplastik yang sedang viral.

Mikroplastik tak ubahnya dengan bahan kimia yang membahayakan atau mengganggu/merusak kesehatan konsumen, bahkan dalam jangka panjang ternyata bisa menyebabkan penyakit kanker. Untuk itu persoalan yang satu ini harus menjadi perhatian, harus diantisipasi dan disolusi.

Apa itu Mikroplastik?

Mari kita bersama-sama memahami secara utuh tentang Mikroplastik ini. Mikroplastik penting dibicarakan terutama dalam perspektif kesehatan konsumen dan atau dalam mencegah agar makanan yang dikonsumsi konsumen terhindar dari unsur mikroplastik tersebut.

Berdasarkan informasi yang ada bahwa mikroplastik tercipta melalui berbagai cara atau berbagai bentuk. Misalnya melalui air, sebagaimana di sinyalir bahwa sebagian besar plastik di lautan terurai menjadi partikel yang sangat kecil.

Potongan-potongan plastik kecil ini disebut "mikroplastik". Plastik lainnya sengaja dirancang agar berukuran kecil, plastik ini disebut microbeads dan digunakan dalam banyak produk kesehatan dan kecantikan. (oceanservice.noaa.gov).

Mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm. Tipe mikroplastik ini ada dua, yakni primer dan sekunder. Mikroplastik primer diproduksi dalam ukuran yang sangat kecil, contohnya Polyethylene microbeads yang banyak terdapat pada produk kecantikan. (itb.ac.od).

Belum lagi mikroplastik lain yang berasal dari berbagai produk. Misalnya mikroplastik yang berasal dari tekstil sintetis, debu kota, ban, marka jalan, pelapis laut, produk perawatan pribadi dan butiran plastik rekayasa (horiba.com).

Mikroplastik terdapat dimana-mana, mulai dari sampah, debu, kain, kosmetik, produk pembersih, hujan, makanan laut, hasil bumi, garam dapur dan masih banyak lagi. (magazine.hms,harvard.edu).

Kemudian mikroplastik terbesar terdapat dalam makanan kita berasal dari air minum dan sebagian besar berasal dari air kemasan (sering kali dalam kemasan) (southseattleemerald.com).

Mikroplastik bisa masuk dalam tubuh manusia melalui konsumsi, inhalasi, dan kontak kulit. (ncbc.nim.nih.gov)

Mikroplastik jika dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah banyak akan menyebabkan penyakit kanker. Kandungan pada mikroplastik, seperti dioksin, Bahan kimia ini bisa menganggu kesimbangan hormon dan menyebabkan penyakit kanker sehingga perlu diwaspadai, Bahkan dioksin bisa bertahan lama dalam tubuh sekitar 7-11 tahun. (ciputrahospital.com).

Masuk Melalui Konsumsi Makanan.

Bila dicermati, dan menyimak informasi yang ada, maka mikroplastik tersebut lebih memungkinkan bahkan dominan masuk dalam tubuh manusia (konsumen) melalui konsumsi makanan, terlebih melalui air yang kita (konsumen) minum. Terlepas dari air dalam kemasan maupun air laut/sumur yang kita minum (konsumsi).

Betapa tidak? Telah sama-sama kita ketahui bahwa saat ini tidak sedikit tempat/wadah/kotak makanan dan minuman yang menggunakan bahan plastik atau bahan yang mengandung unsur plastik.

Misalnya, kotak/wadah makanan dari kotak styrofoam/sterofoam, kotak ini disinyalir mengandung plastik dan atau bahan plastik. Konon jika kotak tersebut diisi atau dituangkan dengan makanan dalam kondisi masih panas, maka akan memuai dan mengeluarkan mikroplastik.

Begitu juga dengan cangkir kertas yang sering kita gunakan untuk minum kopi/teh atau ice cream atau lainnya. Bila diperhatikan dengan seksama, cangkir kertas tersebut, di bagian dalamnya ada unsur plastik, sehingga pada saat cangkir kertas tersebut diisi dengan benda cair yang panas, gelas akan memuai dan akan mengeluarkan unsur mikroplastik yang berasal dari lapisan cangkir kertas tersebut.

Belum lagi, memang makanan yang kita makan, yang dalam proses produksinya atau dalam kandungan bahan bakunya sengaja atau tidak terdapat unsure mikroplastik-nya.

Belum lagi berbagai kosmetik yang digunakan oleh emak-emak atau kaum ibu-ibu, yang disinyalir ada kandungan atau unsur mikroplastik tersebut, terlepas dari mikroplastik ukuran nya masih relatif sangat kecil, yang jelas dalam jangka panjang, ia akan berakumulasi menjadi banyak dan dalam jumlah besar.

Belum lagi, adanya penggunaan bahan baku atau bahan penunjang pada obat yang disinyalir mengandung unsur plastik, atau terindikasi menggunakan bahan pembalut/pembalut obat dari bahan plastik.

Rasa Takut Menghantui!

Berdasarkan informasi tentang mikroplastik tersebut dan dengan ramainya media mengangkat persoalan yang satu ini, maka setidaknya akan menggiring konsumen menjadi "khawatir" atau "takut" mengkonsumsi makanan, takut kalau makanan tersebut mengandung mikroplastik.

Selama ini konsumen sudah khawatir dan takut, makan ini dan itu, karena dihantui oleh kalau-kalau makanan/minuman tersebut menggunakan bahan pengawet atau pewarna yang membahayakan kesehatan konsumen, menggunakan bahan sintetis, pemanis sintetis, diberi pemanis sintetis, menggunakan bahan sintetis (bukan bahan asli), misalnya tepung putih yang diberi pemutih dan seterusnya.

Takut jika membeli daging, dagingnya sudah usang, daging ayam atau daging sapi "tiren", daging ayam atau daging sapi yang sudah tidak segar lagi, begitu selesai dimasak menimbulkan "bau" yang cenderung menunjukkan daging tersebut sudah lama alias sudah menimbulkan bau busuk.

Jika konsumen muslim, mereka takut, jika makanan dan atau minuman yang dikonsumsinya tidak halal dan atau tidak baik bagi diri-nya.

Hal ini memungkinkan menggiring konsumen takut karena mereka sudah pernah dihadapkan pada kasus penjualan daging hewan yang halal dicampur dengan daging hewan yang tidak halal.

Tidak hanya itu, masih ada lagi rasa takut dan atau rasa khawatir di kalangan konsumen dalam hal mengkonsumsi makanan/minuman tersebut.

Mengapa takut atau khawatir? Karena tidak sedikit para pelaku bisnis atau penjual yang tidak jujur, yang sengaja mencampur daging yang dimaksud, dengan sengaja tidak menginfromasikannya kepada konsumen.

Seperti yang saya pernah saksikan di Pasar Modern di Malaysia, mereka membuat counter khusus daging yang "tidak halal" untuk non muslim dan dipasang mereka merek secara besar-besar. Luar bisa bukan?

Stop Takut dan Khawatir!

Kapan konsumen akan tidak khawatir atau tidak takut lagi mengkonsumsi makanan/minuman? Jawabnya, jika kita melakukan beberapa langkah berikut ini.

Pelaku bisnis atau penjual harus memposisikan konsumen sebagai diri sendiri atau sebagai keluarga mereka.

Dengan demikian, ketika mereka akan melakukan penyimpangan, akan melakukan hal-hal yang membahayakan kesehatan konsumen, mereka akan merasakan juga bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada diri-nya.

Pelaku bisnis atau penjual harus mengedepankan aspek kejujuran dalam melakoni bisnis-nya. Jika makanan/minuman yang sudah usang, sudah rusak, sudah tercemar, jangan di jual, Ganti dengan menjual makanan/minuman yang memang benar-benar baik dan sehat.

Pelaku bisnis atau penjual harus merenung, bahwa perbuatannya yang membahayakan konsumen tersebut, akan mendatangkan mudorat atau keburukan baik bagi diri-nya, bagi unit bisnis-nya maupun bagi konsumen sendiri. Untuk itu, jangan dilakukan.

Pelaku bisnis atau penjual harus benar-benar memposisikan konsumen adalah raja atau bagaikan raja, konsumen harus dilayani dengan baik, karena konsumen bisa lari alias tidak akan membeli makanan/minuman yang kita jual.

Konsumen harus paham dan mengetahui hak-hak konsumen dalam berbelanja. Konsumen harus piawai dan cerdas dalam mengkonsumsi makanan/minuman. Sedapat mungkin menghindari menerima atau menggunakan peralatan makan/minum yang terbuat atau mengandung bahan plastik, gunakanlah peralatan yang berbahan non plastik yang tahan panas.

Di pihak yang berwenang dan atau berkompeten, sedini mungkin untuk membuat peraturan, menghimbau, melakukan bujukan moral (moral suasion) kepada pelaku bisnis atau penjual, agar tidak menggunakan bahan baku atau pewarna yang membahayakan kesehatan konsumen dengan memfungsikan lembaga/institusi yang ada, tekankan kepada mereka agar tidak menggunakan bahan baku atau bahan penunjang atau peralatan makan/minum yang terbuat dari plastik atau mengandung plastik yang cepat memuai dan menciptakan mikroplastik tersebut.


Semua pihak harus peduli pada persoalan yang satu ini, tidak salah jika sesuai dengan kapasitas dan profesi kita, kita sedapat mungkin mencegah agar mikroplastik bisa dieliminir demi kesehatan kita semua. Selamat Berjuang!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun