Oleh AmidiÂ
Beberapa hari yang lalu, persoalan yang satu ini (penyimpangan dalam bisnis) sudah saya tulis dalam Kompasiana, 15 Juli 2024 dengan judul "Pelaku Bisnis, Selain Memburu Cuan harus Memperhatikan Nyawa Konsumen" dan pada 16 Juli 2024 dengan judul "Tindakan Konsumen Agar Tidak Keluar Cuan Besar Dalam Menyikapi Penyimpangan Bisnis".
Kini ada lagi indikasi penggunaan bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan konsumen yang terindikasi dilakukan oleh pelaku bisnis yang memproduksi roti. Selama ini sudah sering mengemuka kasus penggunaan bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan konsumen. Istilah saya "lagu lama mengalun kembali". Kini sudah viral kasus pelaku bisnis yang terindikasi menggunakan bahan pengawet kosmetik zat kimia sodium dehidroasetat yang membahayakan kesehatan konsumen.
Berdasarkan laporan majalah tempo berjudul "Bahan Pengawet Kosmetik dalam Sepotong Roti", disebutkan awal mula ditemukannya sodium di dua roti tersebut adalah setelah Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo atau Parimbo melakukan uji laboraturium atas kedua roti tersebut, Ketua Parimbo menerima laporan anggota mengenai ikhwal peredaran roti yang tahan lama dan tidak berjamaur sama sekali, meski telah beberapa bulan melewati tanggal kadaluarsa. (tempo.co, 22 Juli 2024)
Paguyuban Parambo penasaran, akhirnya mereka mengirim sampel roti ke laboraturium milik SGS Group, perusahaan multinasional yang menyediakan jasa laboratorium verifikasi, pengujian, inpeksi dan sertifikasi. Hasil uji SGS mendapati sampel roti Aoka mengandung sodium dehidroasatat (dalam bentuk asam dehidroasetat) sebanyak 235 miligram per kilogram dan roti okko mengandung zat serupa sebanyak 345 miligram per kilogram. (Tempo.co, 23 Juli 2024)
Pelaku bisnis roti yang sedang viral diduga mengandung bahan pengawet berbaya tersebut memberikan klasrifikasi bahwa tidak benar kalau mereka menggunakan bahan pengawet kosmetik sebagai pengawet dalam produk roti. Kemudian produsen yang memproudksi roti tersebut juga menjelaskan bawah produk roti mereka telah dilakukan pengujian oleh BPOM dan telah mendapat ijin edar untuk seluruh variannya sebgaimana tercantum dalam kemasan produk roti mereka. (Antaranews.com, 19 Juli 224)
Pernyataan produsen roti tersebut diperkuat oleh BPOM, BPOM memastikan hasil uji laboraturium pihaknya tidak mendeteksi adanya bahan penagwet berbahaya pada kedua roti yang sedang viral tersebut, bahkan mereka membanta hasil uji laboraturium yang dilakukan sejumlah produsen makanan rumahan di Kalimantan telah menyalahi aturan. (Tempo.co, 23 Juli 2024).
Cuan VS Pebisnis.
Bukan rahasia umum lagi, bahwa tujuan bisnis memang untuk memperoleh cuan atau keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun, pertimbangan cuan, jangan dijadikan untuk melakukan berbagai penyimpangan atau tindakan yang merugikan konsumen.Â
Jika cuan menjadi fokus dalam bisnis, tidak heran kalau apa saja akan dilakukan pelaku bisnis demi memburu cuan tersebut, termasuk menggunakan bahan pengawet makanan membahayakan kesehatan konsumen bahkan terkadang lebih dari itu, mereka lupa bahwa konsumen merupakan bagian integral bisnis mereka.
Jika pelaku bisnis hanya memburu cuan dengan mengabaikan kesehatan konsumen, maka yang akan rugi adalah pelaku bisnsi sendiri. Katakanlah, konsumen akan "keracunan", "sakit" dan "penderitaan lainnya" karena terlanjur mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet yang membahayakan kesehatan konsumen tersebut, namun pasca kejadian tersebut tentu konsumen tidak tinggal diam.
Konsumen akan beraksi, akan mengadu, setidaknya akan memberi hukuman (funishment) kepada pelaku bisnis yang menggunakan bahan penagwet makanan yang membahayakan kesehatan konsumen dengan jalan mereka tidak lagi mengkonsumsi makanan tersebut yang pada akahirnya pelaku bisnis sendiri yang dirugikan, bisa saja produk makanan yang mereka jual tidak dibeli lagi dan pada akhirnya menyebabkan bisnis-nya bangkrut.
Pebisnis VS Konsumen.
Tidak hanya itu, tindakan pelaku bisnis yang merugikan dan atau membahayakan kesehatan konsumen tersebut akan berbuntut panjang. Konsumen merupakan objek pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya tersebut mempunyai kekuatan dalam menentukan maju mundurnya suatu bisnis, termasuk bisnis di bidang kuliner atau makanan dan minuman.
Konsumen sebagai raja dalam konsepsi pemasaran, hendaknya dilayani dengan baik dan maksimal. Jika tidak, konsumen mempunyai hak untuk tidak membeli dan atau memboikot produk yang pelaku bisnis jual.Â
Selain itu, konusmen bisa juga mendorong kebangkrutan suatu bisnis yang dilakoni pelaku bisnis dengan jalan apabila mereka tidak lagi mengkosnumsi suatu produk makanan atau minuman yang pelaku bisnis jual tersebut.
Konsumen semakin hari semakin cerdas dan piawai, apalagi semakin media informasi dan media sosial yang bisa mereka gunakan untuk mengakses infromasi apa saja, dan infromasi yang mereka terima sangat cepat sekali.Â
Begitu ada kejadian atau kasus saat itu pula konsumen langsung bisa mengetahui kejadian atau kasus tersebut, seperti indikasi kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya yang menggunakan zat kimia sodium dehidroasetat yang biasanya diguankan pada kosmetik tersebut.
 Kedepankan Keselamatan Konsumen.
Agar bisnis kita langgeng dan atau eksis, kita harus mengutamakan aspek kesehatan konsumen, apa saja bidang bisnis yang kita lakukan, aspek kesehatan konsumen menjadi penting untuk diperhatikan. Apakah bisnis di bidang kuliner atau makanan, apakah bisnis di bidang kesehatan sendiri, apakah bisnis di bidang jasa dan bisnis di bidang lainnya yang kita lakoni. Kesemuanya harus mengedepankan aspek kesehatan konsumen tersebut.
Unsur atau bahan yang kita gunakan dalam memproduksi makanan, memproduksi obat, memproduksi jasa (objek pariwisata) dan lainnya, kesemuanya harus mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan konsumen.Â
Jangan menggunakan bahan pengawet membahayakan kesehatan konsumen, jangan menjual produk yang sudah kadaluarsa (expired), jangan menjual makanan dan minuman yang tidak sehat. Intinya jangan menjual produk yang tidak sehat.
Konsumen jangan diposisikan sebagai objek semata, tetapi konsumen harus diposisikan juga sebagai subjek. Konsumen jangan diposisikan hanya sebagai objek memburu cuan belaka, tetapi konsumen juga harus diposisikan sebagai bagian intergral kemajuan suatu bisnis yang kita lakoni. Konsumen harus dimanusiawikan, konsumen harus diposisikan sebagai raja, konsumen harus diposisikan sebagai keluarga sendiri.
Dengan memposisikan konsumen sebagai keluarga sendiri, maka apa saja bentuk "kejahatan" yang akan kita lakukan demi cuan tersebut, akan bisa kita "rem" karena kita sayang dengan keluarga kita.Â
Jika konsumen mengonsumsi makanan yang kita jual menimbulkan gangguan kesehatan, berarti kita secara tidak langsung juga telah merasakan hal sama, karena kita dalam satu kelaurga.
Jika hal demikian sudah kita jadikan acuan dalam menjalankan bisnis, maka percayala selain kita akan tetap memperoleh cuan, bisnis kita akan berkah, maju dan terus berkembang. Selamat Berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H