Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inflasi atau Deflasi Kelas Bawah Tetap Saja Membeli dengan Harga Mahal!

8 Juli 2024   06:29 Diperbarui: 11 Juli 2024   00:32 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Inflasi Deflasi. (Freepik)

Oleh Amidi

Bagi kita yang tergolong kelas ekonomi bawah apakah inflasi atau deflasi itu tidak penting. Terpenting adalah bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar (primer), terutama makan dan minum untuk keberlangsungan hidup.

Deflasi atau sebaliknya harga-harga barang, terutama barang pangan turun bebas pun atau turun sangat siknifikan pun, bagi kita yang tergolong kelas bawah tetap saja membayar dengan harga mahal alias membayar dengan harga lebih tinggi dibandingkan saudara kita yang tergolong kelas ekonomi menengah atas.

 Inflasi atau Deflasi Sama Saja.

Bagi anak negeri ini yang tergolong kelas ekonomi bawah dan atau golongan yang kurang beruntung dari sisi ekonomi, inflasi atau deflasi sama saja, tetap saja beban mereka terasa berat.

Mungkin intensitas beban yang harus dipikulnya yang sedikit berbeda. Jika inflasi beban tersebut sangat terasa sekali. Jika deflasi, beban tersebut agak berkurang, tergantung intensitas inflasi dan atau deflasi tersebut.

Bila inflasi cendrung tinggi, beban mereka bertambah berat sekali, karena harus dilakukan pengorbanan yang lebih besar. Bagi kita yang tergolong kelas ekonomi bawah, terpaksa harus mengencangkan ikat pinggang, karena pengeluaran semakin besar sementara pendapatan tetap (bagi yang berpendapatan tetap), bagi mereka yang tidak mempunyai pendapatan tetap, harus menyesuaikan keadaan.

Bagitu juga dengan terjadinya deflasi! Dalam kenyataannya, ada golongan kelas ekonomi bawah tetap saja melakukan pengeluaran yang sama seperti tidak terjadi deflasi. Dengan kata lain, tetap saja mereka membeli dengan harga mahal atau membeli dengan harga lebih tinggi dari golongan kelas ekonomi menengah atas.

Tidak sedikit contoh yang bisa kita saksikan, dan ini bukan rahasia umum lagi. Kasus yang mendasar dalam hal mereka membeli barang kebutuhan pokok dan atau pangan. Tidak sedikit golongan kelas ekonomi bawah yang membeli secara "eceran" atau "ketengan".

Contoh pada saat mereka membeli telur ayam saja. Jika golongan kelas ekonomi menegah membeli telur, mereka bisa membeli dengan harga pasaran atau harga yang berlaku di pasar, misalnya Rp30.000,- per kg atau mereka bisa membeli dengan harga Rp26.000,- setelah terjadi deflasi.

Kondisi ini tidak terjadi pada kalangan/kelompok kelas ekonomi bawah, mereka membeli "eceran" di warung atau di pasar tradisional dengan harga Rp8.000,- seperempat kilogram. Dengan demikian, entah inflasi atau deflasi, tetap saja mereka membayar dengan harga lebih mahal atau membayar dengan harga lebih tinggi dari harga yang dibayar oleh golongan kelas ekonomi menengah atas.

Golongan kelas ekonomi menengah atas, dengan adanya deflasi dapat membayar telor Rp26.000,- per kilogram, sementara golongan kelas ekonomi bawah walaupun adanya deflasi tetap membayar lebih mahal bahkan justru menjadi lebih mahal lagi yakni Rp32.000,- per kg (Rp8.000,- X 4).

Belum lagi contoh yang lain. Misalnya, pada saat golongan kelas ekonomi bawah ini mau membeli kendaraan apakah untuk dipakai untuk keperluan pribadi maupun untuk bisnis, mereka akan membayar dengan harga lebih mahal bahkan sangat mahal, karena mereka akan membeli secara kredit. Bila dicermati, bila kita membeli secara kredit, harga yang harus kita bayar terkadang 30 sampai 50 persen lebih mahal dari harga cash. Berat Bukan?

Namun, inilah faktanya. Di lapangan bisa kita saksikan sendiri, hampir sebagian besar golongan kelas ekonomi bawah ini membeli secara kredit. Sekitar 75 sampai 85 persen pemilik kendaraan pribadi dan atau pemilik kendaraan untuk bisnis (ojek online atau taxi online) membeli secara kredit.

Itu baru untuk satu komoditas, belum lagi komoditas lain, yang mereka butuhkan untuk menunjang kegiatan sehari-harinya atau menunjang kegiatan bisnis yang mereka lakukan. Seperti membeli handphone secara kredit, membeli ini dan itu secara kredit.

Belum lagi bila mereka tercemar oleh virus kehidupan yang serba glamor dan hedonis saat ini, maka beban dan atau penderitaan mereka semakin berat saja.

Dengan demikian, jelas golongan kelas ekonomi menengah atas selain dapat membeli dengan harga lebih murah, mereka juga akan diposisikan lebih oleh pelaku bisnis (pedagang), mereka dihormati, terkadang barang yang dibelinya diantar ke tempat atau paling tidak diantar menuju mobil.

Beberapa Langkah Meringankan.

Langkah mengendalikan harga agar tidak memberatkan konsumen dan atau masyarakat tetap harus dilakukan. Barang tentu, harus bijaksana, jika tidak ada inflasi mungkin kegiatan bisnis menjadi tidak bergairah, maka walaupun terjadi inflasi harus terkendali. 

Upayakan tidak memberatkan konsumen, dengan kata lain kenaikan harga usahakan yang wajar, katakanlah jika ada "kenaikan harga suatu barang", kalau masih berkisar diangka 5-10 persen masih bisa ditolerir.

Jika kenaikan harga suatu barang tersebut masih dalam koridor wajar, konsumen terutama golongan kelas ekonomi bawah pun masih bisa menjangkaunya.

Untuk itu Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) harus terus dapat berupaya mencari strategi dan solusi untuk menekan angka inflasi dan atau mendorong harga-harga turun (deflasi) namun turunnya harga bukan karena diakibatkan oleh turunnya permintaan, tetapi turunnya harga kalau bisa karena adanya unsur efisiensi disegala aspek.

Antisipasi musim penghujan dan atau musim kemarau jauh-jauh hari harus sudah dilakukan. Gangguan tata niaga atau distribusi harus senantiasa diantisipasi dengan mencari alternatif agar pasokan tetap lancar. Maaf, untuk itu TPID harus bekerja sama dan terintegrasi dengan pihak-pihak dan institusi yang terkait.

Di tingkat desa kita bisa mengoptimalkan Badan Usaha Milik Desa (BUMD), BUMD bisa memediasi kebutuhan masyarakat yang tergolong kelas ekonomi bawah yang kebanyakan berada di desa tersebut. BUMD bisa menjual bahan kebutuhan pokok atau barang pangan dengan harga lebih murah dari harga pasar yang cendrung berfluktuatif tersebut.

Di kota untuk mengendalikan harga dan atau agar golongan kelas ekonomi bawah tidak membeli dengan harga lebih mahal, kegiatan operasi pasar murah masih perlu dilakukan dimana saja dan kapan saja, agar barang yang dijual bisa menjangkau masyarakat luas.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus terus mendorong golongan kelas ekonomi bawah ini untuk dapat mempertahankan hidupnya. Dengan melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang bisa melibatkan mereka, misalya penyediaan lapangan kerja untuk mereka, agar mereka memperoleh penghasilan. 

Ini penting, bukan hanya agar mereka memperoleh penghasilan tetapi yang lebih penting akan mengangkat harkat dan martabat mereka. Sehingga mereka merasa dilibatkan dalam memesrai perekonomian dan mengisi pembangunan negeri ini dan mereka juga akan merasa senang atau better-off. 

Selamat Berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun