Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Fenomena "Makan Tabungan" dan Menahan Konsumsi Makin Marak?

26 Juni 2024   09:08 Diperbarui: 30 Juni 2024   21:46 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI "makan tabungan" dan menahan konsumsi | SHUTTERSTOCK/EGGEEGG via Kompas.com

Bila dirunut, uang sebesar itu, jika mereka akan memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, mungkin tidak cukup, maka terpaksa sang ayah memutar otak bagaimana untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dengan pendapatan sebesar itu.

Belum lagi, jika sang anak sudah ada yang sekolah, dan kuliah, maka jelas sang ayah akan kewalahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sang ayah harus memprioritaskan konsumsi dasarnya terlebih dahulu. Belum lagi bila mereka harus membayar cicilan kendaraan, katakanlah kendaraan roda dua, maka beban mereka menjadi semakin berat.

Contoh lagi ada satu keluarga yang mempunyai tiga anak, dan  anaknya sudah kuliah semua, sementara yang bekerja dalam satu keluarga tersebut hanya sang ayah yang berpengahsilan agak lumayan yakni lebih kurang Rp. 15 juta per bulan yang diperolehnya dari pendapatannya sebagi pekerja pokok, bekerja tambahan sebagai konsultan dan tenaga ahli atau ada yang sebagai pebisnis (pekerjaan sampingan). Setelah dicermati ternyata penghasilan sebesra itu masih juga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Untuk itu, upaya yang mereka harus lakukan adalah dengan mencukup-cukupkannya saja. Skala prioritas harus mereka utamakan, misalnya membayar cicilan kendaraan dan juga cicilan rumah (apabila mereka ada cicilan kendaraan dan rumah), menyisihkan untuk pembiayaan pendidikan anak-nya, dan kebutuhan yang sangat mendasarnya (makan-minum), bila masih ada kelebihan baru mereka dapat memenuhi kebutuhan lainnya.

Suatu gambaran kesulitan masyarakat yang tergolong kelas menegah dan bawah. Suatu fenomena yang menggambarkan hal tersebut kebanyakan melanda anak negeri ini. Suatu dinamika kehidupan anak negeri ini yang mereka harus hadapi.

Dengan demikian, kehidupan anak negeri ini semakin berat, fenomena "makan tabungan" tersebut wajar bahkan lama kelamaan tabungan habis, maka tidak bisa lagi "makan tabungan", yang ada mereka harus menahan konsumsi, melakukan konsumsi untuk kebutuhan yang sangat mendasar saja, dengan mengurangi intensitas dan kapasitas konsumsi dari konsumsi yang biasa  mereka lakukan.

Lakukan Terobosan 

Dalam mencari solusi persoalan yang satu ini, pihak yang berwenang dan atau pemerintah (pihak eksekutif dan legeslatif) harus sigap. Sedapat mungkin menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan jalan mendorong variabel ekonomi yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, seperti invesatsi dan ekspor.

Menggiring investasi yang menciptakan multiplier effect yang besar, bukan investasi yang tidak banyak menyerap tenaga kerja, bukan investasi padat modal, bukan investasi yang diimplementasikan dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang memakan dana "gede" dan memberi imbas kecil bagi perekonomian.

Harus ada upaya meringankan beban anak negeri ini, dengan tidak terus menaikkan variabel beban tersebut, seperti akan adanya kenaikan PPN, akan adanya kenaikan BBM, akan adanya tambahan potongan ini dan itu.

Kemudian langkah yang juga tak kalah penting adalah bagaimana menekan ketimpangan yang cendrung  membesar yang maish terjadi dibelantika dunia kerja dan di kalangan masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun