Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jangan Biarkan Pengangguran Terus Menumpuk!

16 Juni 2024   08:57 Diperbarui: 18 Juni 2024   14:12 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Penyakit ekonomi "pengangguran" di negeri ini terus menggerogoti perekonomian. Mulai dari imbas pandemi sampai saat ini pengangguran terus bertambah (menumpuk), terutama bagi pengangguran terbuka.

Tulisan ini terinspirasi, karena membaca akhir-akhir ini lembaga keuangan, bank, dan asuransi, berlomba-lomba melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pegawai/karyawannya dan terus bertambahnya tamatan Perguruan Tinggi (PT).

Manakala ditelusuri lebih jauh lagi, tidak hanya pengangguran terbuka yang terjadi, tetapi pengangguran jenis lain, seperti pengangguran musiman, pengangguran teknologi, dan pengangguran tak kentara pun ikut mewarnai belantika pengangguran di negeri ini.

Tren Terus Meningkat.

Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran di negeri ini mencapai 7.86 juta orang pada Agustus 2023. Terlepas dari adanya pernyataan tingkat pengangguran turun, terutama pengangguran terbuka tersebut, yang jelas, persoalan ini harus disikapi dengan bijak.

Memang berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Februari 2024 turun sebesar 0,63 persen poin dibandingkan bulan Februari 2023. Namun itu angka yang masih harus diperbaharui, dan merupakan angka yang sudah berlalu beberapa bulan yang lalu, namun untuk angka tambahan yang sedang berjalan belum terekap.

Fakta di lapangan, berita yang menyatakan unit bisnis atau pelaku bisnis yang melakukan PHK terus bertambah. Infobank 3 Juni 2024, memberitakan bahwa menurut data Kementerian Tenaga Kerja jumlah orang yang terkena PHK sepanjang tahun 2023 mencapai 64.000, Sedangkan di perbankan menurut data Biro Riset Infobank akibat badai PHK, jumlah pegawai bank terus menyusut berkurang hampir 50.000.

Diperkirakan ke depan PHK dalam dunia perbankan akan terus bertambah, seiring dengan menurunnya dana pihak ketiga (DPK) dan semakin maraknya digitalisasi di bidang perbankan serta semakin banyaknya bisnis e-commerce.

Bila disimak, dalam waktu yang tidak terlalu lama dari berita tentang unit bisnis melakukan PHK, tidak lama kemudian ada lagi berita yang sama yang mengungkap berita unit bisnis melakukan PHK. 

Kemungkinan PHK yang baru-baru tersebut belum ter-cover dalam pendataan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dan berkompeten di bidang ketenagakerjaan tersebut.

Sehingga, secara kasat mata, tidak salah, jika ada pernyataan jumlah pengangguran di negeri ini terus bertambah. Tidak perlu jauh-jauh memberi contoh, ambil saja tamatan Perguruan Tinggi (PT), setiap enam bulan dan atau satu sekali PT yang ada di negeri ini melakukan wisuda tamatannya, dengan demikian, calon pencari kerja mulai bertambah lagi, yang berakumulasi menjadi pengangguran terbuka.

Di Indonesia berdasarkan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) tahun 2023 terdapat 4.523 PT. Jika diasumsikan satu PT menamatkan 1.000 mahasiswa dalam satu tahun, maka akan ada calon pencari kerja sebanyak 4.523.000 orang yang akan berakumulasi menambah jumlah pengangguran di negeri ini. Katakanlah separuh saja terserap pada unit bisnis atau pada lapangan kerja, maka akan ada 2 jutaan jumlah pengangguran pada periode tersebut.

Apalagi bila disimak daya serap tenaga kerja akibat adanya investasi di negeri ini, yang daya serapnya tidak terlalu banyak. Rasio serapan tenaga kerja dari realiasi investasi terlihat terus menurun.

Kumparan.com, 24 Februari 2024, Rasio serapan tenaga kerja dari realiasi investasi di Indonesia dalam 10 tahun menunjukkan tren penurunan. Tahun 2013, dari Rp 1 triliun investasi bisa menyerap 4,591 tenaga kerja. Sedangkan di tahun 2023, Rp 1 triliun investasi hanya bisa menyerap 1.285 tenaga kerja.

Penurunan serapan tenaga kerja tersbut diakui sendiri oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, ia mengaku rasio realisasi investasi terhadap serapan tenaga kerja dari investasi memang tidak seimbang karena investasi saat ini didominasi teknologi tinggi. (Antaranews.com, 28 April 2023)

Dinamika Yang Berkembang Di Lapangan

Bila disimak, setiap ada lowongan kerja, setiap ada penerimaan pegawai, baik pegawai negeri, pegawai BUMN dan pegawai swasta. Sudah dapat dipastikan terjadi konidsi ekses supplay, jumlah pelamar kerja lebih banyak atau lebih besar dari jumlah pegawai yang akan diterima.

Tidak perlu jauh-jauh, contoh sederhana saja pada isntusi PT "A" (dengan tidak bermaksud menyebutkan nama) yang akan menerima 10 tenaga pendidikan yang akan ditempatkan pada unit administrasi, yang mendaftar 200 orang lebih.

Dari fenomena ini, dapat disimpulkan bahwa yang mendaftar 20 kali lipat dari yang dibutuhkan. Belum lagi, bila dicermati yang diterima tersebut terkadang sudah ada "jatahnya". Ya, paling 2 atau 3 orang yang belum ada koneksi. Inilah fakta yang ada, inilah dinamika yang ada.

Perlu Terobosan Besar

Mencermati fenomena yang berkembang dalam belantika dunia kerja alias dalam belantika "pengangguran" ini harus ada terobosan besar, terutama bagi pimpinan baru yang terpilih, baik di jajaran ekskutif tertinggi maupun di jajaran legislatif.

Jutaan anak negeri ini yang masih menganggur membutuhkan terobosan Anda, membutuhkan kebijakan Anda, membutuhkan "keberanian" Anda. Tidak salah kalau mengambil kebijakan yang lebih dominan memihak kepada mereka yang terus berjuang dan berjuang demi mengejar rupiah melalui lapangan kerja yang diburu mereka.

Kebijakan yang mengharuskan menerima tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas. Kebijakan yang mengharuskan menerima tenaga sekitar area unit bisnis hendaknya diprioritaskan.

Misalnya begitu berdiri pabrik di suatu lokasi, maka pegawai/karyawan yang akan diterima diutamakan mereka yang mencari kerja yang berada di lokasi pabrik tersebut, dengan catatan barang tentu harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Kemudian arahkan investasi padat karya, agar lebih banyak lagi menerima calon tenaga kerja yang sedang mencari kerja tersebut.

Investasi yang diarahkan pada investasi padat karya tersebut, lebih memungkinkan dilakukan oleh pemerintah, maka pemerintah seharusnya berupaya mendorong investasi padat karya, bukan padat modal.

Kemudian, jangan mudah menerima unit bisnis yang akan "membangkrutkan diri", perlu dikaji dan diteliti serta dianalisis terlebih dahulu, apa memang unit bisnis tersebut memang layak dinyatakan collaps.

Dalam hal ini bila tidak cermat, justru akan memperbanyak jumlah PHK yang pada akhirnya memperbanyak antrean pencari kerja alias "pengangguran".

Selanjutnya, di lapangan harus ada pihak yang berkompeten mengawasi dan memantau secara ketat, unit bisnis yang ada, agar tidak sewenang-wenang melakukan PHK terhadap pegawai/karyawannya.

Terakhir, agar unit bisnis bisa bertahan dan dapat mempertahankan pegawai/karyawannya, alias agar tidak terjadinya penambahan jumlah pengangguran, perlu adanya dorongan untuk tidak memperbesar beban ini dan itu kepada mereka, hindari pungutan ini dan itu, dan perlunya memberikan bantuan bagi yang masih perlu dibantu, baik dari sisi permodalan, dari sisi manajemen, maupun dari sisi teknologi. Selamat Berjuang!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun