Setidaknya konsumen menegor dan berujar kepada  kasir tersebut, "maaf adik/mbak ini permen ambil saja untuk adik/mbak atau bisa saja konsumen meninggalkan permen tersebut. Hal tersebut dilakukan, untuk memberi pelajaran kepada kasir (mereka) bahwa tindakan tersebut sudah termasuk kecurangan bisnis.  Seharusnya, agar fenomena tersebut tidak terjadi, pihak pelaku bisnis (mereka) harus mempersiapkan uang recehan yang banyak, karena  ada bank tempat  menukar uang recehan tersebut.
Kemudian dalam menyikapi kasir yang tidak memberikan struk belanja tersebut, konsumen harus meninta struk tersebut. Jika memang struk belanja tersebut tidak bisa diprint, Â barang yang sudah kita beli tersebut, kita batalkan, jika konsumen ingin memberi pelajaran kepada kasir. Jika konsumen tetap "jadi" membeli barang tersebut, paling tidak konsumen berujar; "adik/mbak sekali lagi kalau masih seperti ini (struk belanja tidak diberikan) saya tidak akan berbelanja disini lagi!. Setiap konsumen yang mengadapi fenomena ini, sudah seharusnya bersikap demikian, agar kasir (mereka) menyadari kecurangan yang dilakukannya tersebut tidak benar.
Dalam menyikapi kantong plastik berbayar, konsumen bisa saja tidak meminta kantong plastik tersebut, jika barang yang dibeli jumlahnya tidak banyak. Bila konsumen  datang ke tempat unit bisnis tersebut dengan mengendarai mobil sendiri, bisa saja konsumen tidak meminta plastik dan  langsung membawa barang nya ke mobil. Jika konsumen membeli barang dalam jumlah banyak, sebaiknya konsumen menyiapkan  dan atau membawa sendiri kantong plastik tersebut.
Untuk menyikapi fenomena kecurangan atas penjualan barang (makanan/minuman) yang sudah kadaluarsa tersebut, konsumen bisa saja mengembalikan barang (makanan/minuman) tersebut untuk meminta ditukar dengan barang (makanan/minuman) yang baik/bagus. Selain itu, konsumen pun bisa juga membatalkan barang (makanan/minuman) yang sudah dibeli tersebut.
Begitu juga dalam menyikapi kasus kecurangan mencampurkan baranag (buah) yang jelek/rusak/busuk dengan barang (buah) yang baik/bagus tersebut. Konsumen harus cermat, dengan mencicipi terlebih dahulu atau memilih sendiri atau membuat perjanjian dengan penjual, jika barang (buah) tersebut pada kenyataannya jelek/rusak/busuk, konsumen akan mengembalikannya dan meminta kembali uang yang sudah bayarkan untuk membeli barang (buah) tersbut.
Singkat kata, setiap ada fenomena/tindakan/kasus kecurangan tersebut, konsumen harus menangkalnya/memberi reaksi tidak setuju, tidak menerima atas kecurangan tersebut. Ini penting, biarkan kita (konsumen) dikatakan "cerewet", "rewel", "pelit", ini penting dalam rangka memberi pelajaran bahwa fenomena/tindakan/kasus kecurangan yang mereka lakukan tidak benar.
Dalam hal ini, konsumen harus mendapatkan hak-hak-nya, karena konsumen dilindungi oleh Undang-undang (UU) yakni UU perlindungan konsumen itu sendiri.
Mohon institusi dayang berwenang dan terkait agar dapat mengoptimalkan peran masing-masing, institusi pemerintah, seperti Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, termasuk lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia. Dalam rangka melindungi konsumen, semua bentuk kecurangan harus dieliminir dan tuntaskan.
Kemudian perlu disadari juga bahwa dalam jangka  panjang,  apa yang konsumen  lakukan dan institusi/lembaga yang terkait terhadap pelaku bisnis tersebut untuk kepentingan mereka senidiri, agar unit bisnis-nya tetap bertahan, langgeng, maju dan berkembang serta digandrungi oleh pembeli/konsumen dan  yang lebih penting lagi, akan tercipta kemesraan antara semua komponen.  Selamat Berjuang!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H