Kasus penggunaan bahan baku, bahan pengawat makanan, pewarna makanan, dan lain-nya yang membahayakan konsumen tersebut, begitu timbul pemberitaan atau timbul kasus adanya dampak bagi konsumen (keracunan atau lainya), persoalan tersebut "menghilang sebentar" , tidak lama kemudian timbul kembali, Â pemberitaan yang sama timbul kembali.
Singkat kata, fenomena pelanggaran etika bisnis tersebut, marak dimana-mana, termasuk adanya peberitaan air minum kemasan yang terindikasi senyawa kimia membahayakan kesehatan konsumen tersebut. Mengapa Marak? Apa yang menyebabkan fenomena tersebut marak?
Berdasarkan pantauan dilapangan, banyak faktor yang menyebabkan fenomena tersebut marak. Menurut hemat saya,  ada empat  faktor yang  dominan sebagai pendorong fenomena tersebut tetap marak.
Pertama. Pelaku bisnis didorong untuk memperoleh keuntuangan sebesar-besarnya.  Dalam memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang sudah merupakan tujuan mereka melakukan unit bisnis-nya, sehingga berbagai upaya harus mereka lakukan termasuk bagaimana agar  makanan/minuman yang mereka produksi  tersebut tahan lama, tidak cepat basi, tidak cepat rusak,  lama masa kadaluarsa, maka mereka gunakanlah bahan pengawet makanan/minuman, seperti bahan pengawet dari formalin, dan lainnya yang membahayakan kesehatan konsumen.
Kedua. Dari sisi konsumen sendiri. Konsumen tidak memberi  "hukuman" kepada pelaku bisnis yang melakukan hal tersebut. Misalnya dengan ramai-ramai tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang terindikasi membahayakan kesehatan.  Tidak sedikit dikalangan konsumen  yang tidak memahani atau belum mengetahui kalau makanan/minuman tersebut mengandung bahan yang membahayakan bagi kesehatannya. Dengan kata lain, tidak sedikit kalangan konsumen yang mengalami kesulitan untuk mengetahui apakah makanan/minuman yang dikonsumsinya tersebut mengandung bahan yang membahayakan kesehatan  atau tidak.
Ketiga. Dampak-nya  bagi kesehatan konsumen,  baru bisa diketahui dalam waktu lama alias jangka panjang. Sehingga konsumen dengan serta merta, terkadang tidak "begitu peduli" dengan fenomena yang dilakukan pelaku bisnis tersebut. Secara sederhana, dapat dikatakan, dikalangan konsumen "hantam" saja makanan/minuman tersebut, walaupun mereka diberi tahu melalui dan atau diinformasikan lewat media massa, terkadang dianggapnya angin lalu saja.  Tidak heran, kalau informasi tentang fenomena tersebut, justru "diremehkan" konsumen, karena tidak memberi dampak langsung, kecuali kalau dampaknya seperti konsumen keracumaan makanan/minuman, nah mungkin saja fenomena yang dilakukan pelaku bisnis tersebut, berdampak terhadap konsumen, konsumen baru  "kapok"
Keempat. Kurang maksimal-nya memberikan hukuman atau "funishment". Memang ada tindakan dari pihak yang berwenang memberikan fanishment  terhadp pelaku bisnis yang melakukan kecurangan atau menciptakan fenomena tersebut, unit bisnis-nya ditutup, seperti yang dilakuakn salah satu pemerintah  daerah di salah satu provinsi di negeri ini, namun kalau boleh jujur, masih ada juga yang "lewat", entah sengaja dilewatkan atau terlewatkan, terlepas ada tidaknya "invisible hand" dibalik itu semua.
Bagaimana Sebaiknya?
Konsumen harus terus menerus diedukasi tentang bahaya makanan/minuman yang didalamnya terkandung bahan pengawet yang membahayakan kesehatan mereka, jika mengkonsumsi makanan/miniman yang menggunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan, termasuk jika memang benar adanya kandungan BPA pada galon air minum kemasan tersebut dan adanya kandunagn senyawa kimia berupa bromat dalam air minum kemasan tersebut.
Pihak pelaku bisnis yang melakukan tindakan melanggar etika bisnis atau tindakan tercela tersebut, harus benar-benar diberikan hukuman atau sanksi yang  tegas, sembari memberikan pembinaan kepada semua pelaku bisnis yang unit usaha-nya berupa  makanan/minuman tersebut.