Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mengapa Promosi yang Dilakukan Caleg Tidak Signifikan Mendongkrak Suara?

5 Maret 2024   16:12 Diperbarui: 6 Maret 2024   08:45 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masifnya pomosi yang dilakukan Caleg ternyata tidak mendrongkrak suara | Sumber gambar: KOMPAS/Hendra A Setyawan

oleh Amidi

Fenomena disekitar proses pemilu menarik untuk disimak, dari berbagai aspek termasuk dari aspek ekonomi. Seperti promosi yang dilakukan calon, terutama calon legeslatif (caleg). Promosi atau kampanye yang dilakukan caleg ternyata tidak signifikan menambah (mendongkrak) perolehan suara.

Berbagai latar belakang caleg yang ada, hampir semua melakukan promosi, tak terkecuali caleg dari kalangan artis. Ada yang menjual mobil, ada yang menjual aset lainnya, ada yang meminjam "cuan" untuk biaya promosi. Ada yang promosinya jor-jor-an dan ada yang ala kadarnya.

Seperti Opie Kumis, hanya bermodal Rp. 25 juta untuk biaya promosi (kompas.com, 20 Pebruari 2024), Dede Suanandar menjual dua mobil untuk biaya promosi (Kompas.tv/kompas.com, 22 Pebruari 2024), sementara Komeng justru tidak tertarik melakukan promosi atau kampanye (lihat insertlive.com, dan detik.com, 16 Pebruari 2024).

Biaya promosi caleg sebagain besar ditanggung sendiri oleh caleg, walaupun ada sponsor, relatif sedikit.

Seperti yang dilakukan pembawa acara sekaligus aktor kawakan, Raffi Ahmad disinyalir telah banyak mengeluarkan uang selaku sponsor untuk membantu dan mempromosikan sesama rekannya selebriti yang mencalonkan diri sebagai caleg (lihat viva.co.id, 20 Desmeber 2024 dan Kompas.com, 14 Pebruari 2024).

Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata promosi yang dilakukan caleg dan tim serta pihak lain yang ikut membantu mempromosikan diri caleg tersebut, sepertinya tidak secara signifikan mendongkrak perolehan suara celeg.

Mengapa demikian? Mengapa promosi tidak mempan?

Bila dicermati, semua calon, baik calon presiden (capres) maupun caleg, selama masa kampanye telah melakukan berbagai langkah promosi diri, bahkan promosi diri tersebut jauh-jauh hari sudah dilakukan calon sampai berakhirnya masa kampanye.

Dalam rangka mempromosikan diri calon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memberikan kesmepatan kepada calon untuk mempromosikan diri. 

KPU mempersilakan calon berkreasi dalam mempromosikan diri, apakah dengan cara memasang iklan, atau dengan cara apa saja asal tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.

Untuk capres, KPU ikut membantu mempromosikan calon dengan cara melakukan debat capres yang dipublis di televisi yang disiarkan secara luas dengan durasi waktu tertentu dan jumlah tertentu (lima kali debat). KPU pun mempersilakan kepada capres dan caleg untuk mempromosikan diri mereka melalui pengerahan massa.

Berdasakan pantauan lapangan, terlepas dari "invisble hand", promosi yang dilakukan capres boleh dibilang cukup signifikan "menggoda" konsumen atau pemilih untuk memilih diri calon, sementara promosi yang dilakukan caleg boleh dibilang tidak terlalu signifikan "menggoda' konsumen untuk memilih diri calon.

Bila dicermati konsentrasi pemilih menunjukkan perberbedaan antara ajang capres dengan ajang caleg.

Pemilih lebih terkonsentrasi pada ajang capres, sementara pada ajang caleg, pemilih sepertinya tidak demikian, mereka "adem", dan sifatnya menunggu saja sampai pada hari "H", baru akan menentukan pilihannya terhadap caleg tersebut.

Terlapas pelaksanaan pemilu capres dan caleg berbarengan, terlepas dari adanya kecendrungan caleg mengandalkan partai yang mengusung mereka, terlepas dari caleg bertengger pada capres yang dicalonkan oleh partai yang sama-sama mengusung caleg, yang jelas sebagian besar caleg melakukan promosi tidak "segencar" promosi yang dilakukan capres.

Dengan kata lain, hanya caleg tertentu saja yang melakukan promosi segencar capres.

Bila disimak, sekali lagi bahwa promosi yang dilakukan caleg sepertinya tidak signifikan mendorong pemilih yang akan memilih caleg.

Indikasi ini bisa dilihat bahwa tidak sedikit caleg, termasuk caleg di kalangan artis yang melakukan promosi, namun suara yang diperolehnya hanya "sedikit".

Mengapa promosi tidak mendongkrak suara?

Bila didalami, promosi yang dilakukan caleg tersebut, tidak secara signifikan mendongkrak perolehan suara tersebut, setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.

Promosi yang dilakukan caleg, tidak seintens dan atau tidak segencar promosi yang dilakukan capres. Promosi yang dilakukan caleg, lebih banyak berisfat iklan yang statis, tidak dinamis, hanya berupa baliho/banner/spanduk yang dipajang di jalan-jalan atau diarena publik. Gambar atau photo tersebut, hanya ada kata-kata atau konten ala kadarnya, tidak berisi konten yang menjual.

Promosi yang dilakukan caleg, sebagaian besar tidak menjual produk atau program mereka, tidak menjual apa yang mereka akan lakukan bila terpilih, walaupun ada hanya segelintir caleg saja. Kalau pun ada, terkadag mereka "menempel" pada produk atau program capres yang diusung partai mereka.

Promosi yang dilakukan caleg, tidak memberi "rangsangan dahsyat", kata-kata dalam media promosi tersebut hanya datar saja, tidak bombastis, seperti yang dilakukan capres, ada kata-kata gratis-nya atas produk yang capres jual. Produk gratis ini sampai saat ini masih "laku" dijual dikalangan anak negeri ini selaku pemilih.

Dari pengalaman pemilu 2024 ini dan pemilu-pemilu yang lalu, ternyata promosi yang harus dilakukan oleh caleg tersebut, harus "unik" (seperti yang dilakukan Komeng-lihat Amidi dalam Kompasiana.com, 23 Peberuari 2024) , harus memberi "harpan" kepada sebagaian besar pemilih, baru promosi yang kita lakukan tersebut berdampak signifikan terhadap perolehan suara. Kalau tidak, promosi yang kita lakukan tersebut, hanya membuang "cuan" saja alias tidak efeftkif.

Apa yang harus dilakukan ke depan?

Promosi yang harus dilakukan caleg yang akan bertarung pada pemilu yang akan datang adalah promosi yang dapat menyentuh berbagai lapisan pemilih dengan cara, antara lain;

Pertama. Promosi harus dibedakan berdasarkan kelompok konsumen atau pemilih. Bisa saja segmen tersebut dikelompokan; ;berdasarkan pendidikan, berdasarkan usia, berdasarkan jenis kelamin, berdasarkan dan seterusnya. Bisa juga berdasarkan segmen, segementasi prilaku, demografis, geografis dan psikologis. Ini penting, agar promosi kita lebih mengena.

Kedua. Promosi harus dilakukan secara praktis dan efektif. Caleg dan tim harus dapat memilih dan memilah media dan konten promosi yang akan dilakukan. Konten tersebut harus mempunyai nilai jual yang tinggi dimata pemilih.

Ketiga. Promosi harus dilakukan dengan cerdas. Misalnya pemilihan alat/barang yang menjadi media promosi harus tepat. Seperti kalau mau membagikan korek api, korek api yang menarik yang berbeda dengan korek api yang dijual pada umumnya. Seperti yang pernah saya lakukan dalam membantu rekan mencalonkan diri sebagai calon wali kota salah satu kota di negeri ini. Begitu juga jika mau membagikan "mukena", "payung", "topi" dan seterusnya.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah bila kita sudah mempunyai rencana akan mencalonkan diri sebagai caleg, mulai sekarang kita rintis dan publis, apa yang bisa kita lakukan kepada pemilih. Tunjukkan karya kita, dan tunjukkan kesalehan sosial kita. Jika ini sudah kita lakukan jauh-jauh hari, maka pada saatnya kita tidak perlu terlalu gencar lagi melakukan promosi, karena pemilih sudah familiar dengan nama atau gambar kita.

Selamat Berjuang!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun