Dengan demikian, akibat hedonsime tersebut, jangan kan kelas menengah  boro-bro untuk menabung/investasi, untuk mengalokasikan dana cadangan atau "berjaga-jaga" saja sulit.
Kini kelas menengah, ada kecendrungan terjerembab dalam kehidupan "serba glamor". Dikalangan mereka lebih senang berpenampilan mewah,  meniru gaya  kalangan "jet-zet" (orang kaya), sehingga tidak heran kalau mereka yang tergolong ke dalam kelas menengah yang seharusnya  pedapatan-nya  cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (primary needs) yakni kebutuhan pangan, sandang, dan papan, terkadang terganggu, akibat terjerembab kedalam kehidupan serba glamor atau hedonsime tersebut.
Tidak heran, terkadang "jatah" anggraan yang sudah dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok, terkoreksi, karena diambil untuk digunakan  memenuhi kebutuhan lain yang tidak prioritas (hedonisme) tersebut.
Kenaikan Harga.
Kemudian, kenaikan harga akhir-akhir ini, mendorong kalangan kelas menengah harus "memutar otak" alias "berpikir keras" untuk memenuhi kebutuhan pokok-nya tersebut. Kenaikan harga akan menurunkan pendapatan ril kalangan menengah.
Kenaikan harga produk (barang dan jasa) akhir-akhir ini  cendrung "rigit" bahkan terus merangkak naik, kenaikan harga barang kebutuhan pokok, seperti beras, telur,  dan lainnya  cendrung bertahan, dan diprediksi akan terus merangkak naik menjelang bulan ramadhon sampai hari raya mendatang.
Kondisi ini terkadang diperparah oleh stok yang tidak tersedia dipasaran, belum lagi adanya ulah invisble hand, dan faktor "XWZ". Kondisi ini bila dibiarkan, akan menambah penderitaan kelas menengah.
Boro-boro mereka akan menyisihkan pendapatan-nya untuk menabung/inveatsi, terkadang untuk memenuhi kebutuhan pokok-nya saja sulit, karena harga-harga cendrung naik tersebut, Â harus berjuang lagi, untuk mencari penghasilan tambahan, karena secara ril justru pendapatan mereka turun.
Syukur, bagi kalangan kelas menengah yang mempunyai suatu pekerjaan dan dapat menambah aktivitas-nya diluar jam kerja, untuk mencari cuan dalam rangka menambah penghasilan. Seperti "sang pencerdas bangsa" yang bekerja pagi (jam 8 sampai jam 14),  sisa waktu (sore hari) mereka "menyambi" menghidmatkan diri selaku pelaku bisnis skala kecil atau "sang pencerdas bangsa"  pada suatu Perguruang Tinggi, yang dapat  memerankan diri sebagai konsultan, peneliti dan atau melakukan aktivitas ilmiah lainnya yang mendatangkan cuan.
Namun, bagi kalangan kelas memengah yang tidak dapat melakukan aktivitas tambahan  atau "nyambi", maka mereka hanya terbatas dengan pendapatan yang diterima-nya saja. Kalangan kelas menengah yang demikian, jelas  sulit untuk kaya. Jangan berharap kaya, terkadang kelas memengah untuk memenuhi kebutuhan pokok-nya saja "ngos-ngos-an", atau  "keteteran", apalagi untuk menjadi kaya.
Sikap Kita.
Selanjutnya, faktor penyebab, kelas menengah sulit kaya tersebut, adalah sikap kita yang belum maksimal membela mereka, bahkan pada bagian lain, terkadang secara tidak sadar, justru kita mendorong mereka untuk sulit kaya.