Di atas sudah  saya singgung bahwa salah satu faktor yang menyebabkan anak negeri ini terjerembab kedalam fenomena makan tabungan tersebut, karena negeri ini ikut dilanda pandemi dalam kurun waktu  lebih kurang  dua tahun tersebut.
Pandemi sempat memporak porandakan dan merusak tatanan perekonomian negeri ini, tidak sedikit pelaku bisnsi yang stagnan, tidak membuka unit bisnisnya selama bertahun-tahun dan tidak sedikit pula yang terpaksa tutup atau colaps. Tak ayal lagi, menyebabkan tidak sedikit pegawai, terutama pegawai swasta, Â yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dampak berikutnya akan menambah jumlah pengangguran yang memang sudah setiap tahun terus bertambah.
Pendapatan pelaku bisnis terkoreksi, begitu juga dengan pendapatan masyarakat, akhirnya berdampak pada turunnya daya beli (purchasing power), dalam hal ini terjadi siklus/lingkaran  gajah (meminjam istilah Malaysia). Tidak hanya itu, dampak berikutnya adalah masyarakat terpaksa harus menggerogoti tabungan atau makan tabungan.
Penyebab dominan masyarakat makan tabungan ini, karena kebanyakan penghasilan masyarakat masih rendah.  Pengasilan masyarakat masih rendah tersebut, ada bebera  faktor yang menyebabkannya, salah satunya karena tempat mereka bekerja tidak sedikit yang belum membayar gaji/honor sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Regional atau Provinsi (UMR/UMP) dan atau adanya  faktor kesewenang-wenang dari sebagian pelaku bisnis yang memperkerjakan mereka untuk memberi imbalan jasa gaji/honor tidak sesuai dengan ketentuan UMR/UMP tersebut.
Sebetulnya boleh saja pelaku bisnis tidak/belum membayar gaji/honor mereka tidak sesuai dengan ketentuan UMR/UMP, jika pelaku bisnis tersebut unit bisnisnya memang belum mampu untuk membayar gaji/honor sesuai dengan ketentuan UMR/UMP tersebut, karena kondisi keuangannya. Namun dalam kenyataannya, pelaku bisnis tidak mau berterus terang atau terbuka dengan pegawai tentang kondisi keuangan unit bisnis-nya yang sebenarnya.
 Kemudian, sebagian besar masyarakat yang bekerja rata-rata menanggung keluarga-nya sampai  empat orang dalam satu keluarga.  Jika satu keluarga hanya sang ayah yang bekerja dan keluarga tersebut terdiri dari  5 orang anggota keluarga, maka sang ayah akan menanggung 4 orang anggota keluarganya. Dengan demikian, berarti pendapatan secara ril yang diterima sang ayah mengecil atau menjadi kecil, bukan?. Kondsi ini lah yang mendorong masyarakat makan tabungan. Syukur masih ada tabungan, kalau tidak, maka mereka akan mencari utang sana sini untuk menutupi kebutuhan-nya.
Selanjutnya, harga bahan kebutuhan pokok terus meningkat pun ikut  mendorong masyarakat makan tabungan. Harga bahan kebutuhan pokok dan atau kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat tersebut akan menggerus pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya, karena pendapatan/penghasilan mereka tidak meningkat bahkan secara ril cendrung turun, maka akan menyebabkan  mereka terpaksa makan tabungan.
Akhir-akhir ini harga bahan kebutuhan pokok dan atau kebutuhan sehari-hari masyarakat terus mengalami kenaikan. Jika sebelumnya, kenaikan harga-harga tersebut terjadi pada saat hari-hari besar keagamaan saja, namun saat ini harga-harga barang  naik tersebut cendrung terus menerus.
Jalan Keluar.
Pemerintah  melalui Kementrian Ketenagakerjaan dan atau Dinas Tenaga Kerja di daerah harus dapat menengahi persoalan UMR/UMP tersebut. Lakukan pendekatan dengan pelaku  bisnis, "mesra-i" pelaku bisnis, apa yang menjadi persoalannya tidak atau belum membayar gaji/honor pegawainya sesuai ketentuan UMR/UMP tersebut.
Jika pelaku bisnis memang mengalami kendala keuangan atau kelesuan dalam melakoni bisnis-nya, sementara kita berkewajiban mempertahankan bisnis-nya, maka alangkah baiknya kalau dilakukan pemberian bantuan merupa incentif, bantuan subsidi gaji/upah oleh pemerintah, seperti  Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang besarannya setiap tahun harus ditingkatkan, sesuaikan dengan kondisi yang ada. Atau Bantuan Subsidi pegawai yang gaji/honor-nya masih dibawah atau sama dengan Rp.3.000.000,- per bulan.