Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Keunikan Faktor Selera dalam Menentukan Permintaan Konsumen atau Pemilih dalam Pemilu

11 Desember 2023   05:46 Diperbarui: 12 Desember 2023   17:06 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kompas/Heryunanto

Oleh Amidi

Permintaan merupakan konsep paling dasar dalam ilmu ekonomi, dalam hal ini ada sesuatu yang menarik untuk dicermati, yakni masalah faktor pendorong atau faktor yang mempengaruhi permintaan itu sendiri. 

Dalam teori dasarnya bahwa permintaan konsumen dipengaruhi oleh harga barang, pendapatan konsumen, selera (taste), dan faktor lainnya.

Selera merupakan faktor yang "unik", karena selera memiliki keunikan tersendiri, selera antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lain tidak sama, selera "sulit" diukur, karena selera tidak sama dengan faktor pendapatan atau harga barang yang bisa diangkakan dan atau bisa diukur.

Untuk itu tulisan ini akan menyoroti persoalan yang satu ini dengan melakukan pendekatan atas permintaan konsumen atau pemilih yang memilih "jagoannya", memilih sang kandidat, memilih sang calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai, DPR/DPRD/DPD.

Selera Mendorong Membeli atau Memilih

Secara sederhana selera konsumen dapat diartikan sebagai minat atau keinginan konsumen untuk membeli suatu produk (barang atau jasa), dalam rangka memenuhi kebutuhannya. (asm.ariyanti.ac.id)

Bila disimak, selera konsumen bergantung pada penilaian terhadap suatu barang atau jasa yang akan diminta/dibelinya. Selera konsumen menunjukkan adanya kebutuhan psikologis dan kebutuhan yang terkondisi. Di samping itu selera juga dipengaruhi oleh unsur agama dan tradisi. (repo.uinsatu.ac.id)

Dengan demikian, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa selera konsumen mempunyai pengaruh yang cukup besar atau signifikan terhadap keinginan konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa.

Dalam suatu kondisi, katakanlah konsumen akan membeli atau melakukan permintaan terhadap suatu barang, misalnya barang "X". Sebelum konsumen tersebut menentukan untuk membeli atau meminta barang "X" tersebut, barang tentu konsumen tersebut mempertimbangkan faktor harga barang "X" tersebut, pendapatan/uang yang dimilikinya, selera dan faktor lainnya.

Dalam teori dasarnya, apabila harga barang "X" tersebut naik atau mahal, pendapatan/uang yang dimiliki konsumen cukup bahkan mungkin lebih (baca: konsumen tergolong kaya), namun bila konsumen tersebut "tidak berselera" atau tidak berminat terhadap barang "X" tersebut, kemungkinan besar konsumen tersebut tidak jadi melakukan permintaan atau tidak jadi membeli.

Bahkan sebaliknya, bila konsumen tersebut "ngebet" atau ber-selera "banget" terhadap barang "X" tersebut, walaupun harganya naik atau mahal, pendapatan/uang yang dimiliki tidak cukup untuk membeli barang "X" tersebut, bisa jadi konsumen tersebut bersikukuh tetap akan melakukan permintaan atau tetap akan membeli barang "X" tersebut dengan jalan membeli secara kredit atau menggunakan "kartu kredit" atau dengan cara lainnya.

Dengan demikian, jelas bahwa selera memegang peranan penting dalam hal permintaan tersebut. Selera tidak bisa diabaikan konsumen dalam melakukan permintaan terhadap suatu barang atau jasa. Dalam hal ini, sepertinya selera sudah menjadi faktor dominan dan atau melekat dalam menentukan suatu permintaan.

Faktor Selera dalam Memilih

Menilik pengalaman dan dengan memperhatikan fenomena yang berkembang dalam dunia pilih-memilih tersebut, memang bisa dilihat dari berbagai aspek yang menentukan konsumen atau pemilih menentukan pilihannya. 

Mulai dari variabel yang bisa diukur sampai pada pada variabel yang tidak bisa diukur, bahkan ada pertimbangan aspek etnis, aspek suku, aspek "ketaatan kandidat dalam beragama", dan aspek lainnya.

W. Meliala, Jurnal Citizen Education Vol 2, No. 2 Juli 2020 menekankan kepada kandidat agar memperhatikan beberapa faktor yang akan mendorong konsumen atau pemilih dalam menentukan pilihannya, yakni produk atau program, citra sosial dan perasaan emosional.

Produk atau program yang diusung oleh kandidat atau calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai, DPR/DPRD/DPD, harus dapat memenuhi selera konsumen atau pemilih. Pelajari apa maunya pemilih, produk atau program yang ditawarkan harus menyentuh sebagian besar apa yang diharapkan oleh anak negeri ini.

Citra sosial (social imagery), merupakan citra kandidat maupun partai di mata pemilih. Tonjolkan citra positif, bangun citra positif, agar konsumen atau pemilih memiliki daya dorong tersendiri untuk menjatuhkan pilihannya pada diri kita, agar mereka tidak pindah ke lain hati.

Perasaan emosional (emotional feeling), merupakan dimensi emosional yang nampak dari seorang kandidat yang ditunjukkan oleh perilaku atau kebijakan yang ditawarkan, juga penting menjadi perhatian kandidat atau sang calon.

Kembali kepada faktor yang ada hubungannya dengan selera yakni faktor produk atau program yang akan ditawarkan sang calon. Produk atau program di sini tak ubahnya dengan produk yang ditawarkan oleh pelaku bisnis.

Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah faktor selera dalam hal menentukan pilihan, konsumen atau pemilih juga sama kedudukan/keberadaannya dengan faktor selera dalam hal melakukan permintaan terhadap suatu barang atau jasa?

Menurut hemat saya, faktor selera dalam hal menentukan pilihan, konsumen atau pemilih juga mengedepankan atau melakukan pertimbangan selera dalam menentukan pilihannya, bahkan selera di sini justru merupakan faktor yang lebih menonjol ketimbang dalam menentukan permintaan terhadap suatu barang atau jasa pada umumnya.

Berkaca dari Hasil Survei

Dari hasil survei yang dilakukan lembaga survei yang ada, terlihat sudah gambaran berapa banyak suara yang akan diperoleh oleh sang kandidat atau sang calon. Kemudian trennya pun juga akan terlihat dari hasil survei yang dilakukan mereka secara berkala tersebut.

Jika di kalangan anak negeri ini, ada yang meragukan hasil survei yang digelar oleh tim survei yang ada. Mungkin itu sah-sah saja. Terlepas dari keraguan tersebut, yang jelas jika survei tersebut dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang benar, maka bisa kita yakini kebenarannya.

Bila diasumsikan hasil survei tersebut benar, tanpa ada intervensi atau tidak terjadi penyimpangan yang sangat berarti, maka hasil survei tersebut bisa saja dijadikan pedoman atau pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya atau bisa saja "diacuhkan" pemilih, tergantung selera mereka.

Terlepas dari unsur subjektivitas, yang jelas "selera" ternyata lebih dominan mendorong atau memengaruhi konsumen atau pemilih untuk menentukan pilihannya. 

Memang perlu kajian dan penelitian yang mendalam terlebih dahulu, namun, secara kasat mata, konsumen atau pemilih dalam menentukan pilihannya lebih menonjolkan selera ketimbang mempertimbangkan aspek lain, dengan kata lain, "fakta di lapangan" yang menunjukkan bahwa unsur penilaian subjektif lebih menonjol ketimbang unsur penilaiaan objektif, harus dihindari. Gunakan selera sesuai dengan hati nurani!

Mengapa demikian?

Hal ini bisa terjadi, karena mengingat konsumen atau pemilih yang ada memiliki latar belakang yang beragam/berbeda, dan bila dikelompokkan akan ada beberapa kelompok pemilih.

Menurut penelitian Malik bahwa pemilih Indonesia terbagi menjadi tiga jenis; pemilih emosional, pemilih rasional-emosional dan pemilih rasional. (lebih lengkap lihat Malik 2018)

Dari penggolongan pemilih tersebut, sepertinya memungkinkan perbedaan selera akan menentukan ragam pilihan konsumen atau pemilih. Sesuai dengan selera pemilih, ia bebas menentukan pilihannya.

Untuk itu dipihak kandidat atau sang calon, sedapat mungkin membuat dan menawarkan produk atau program yang sesuai dengan selera konsumen atau pemilih. Dipihak konsumen atau pemilih hendaknya sedapat mungkin menggiring selera ke arah rasionalitas. 

Silakan pada saatnya Anda menggunakan hak pilih, jangan salah memilih, karena kesejahteraan anak negeri ini selaku pemilih masih perlu diperjuangkan terus menerus, yang barang tentu memerlukan pemimpin yang dapat mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki untuk mewujudkannya. 

Selamat berjuang, hindari kecurangan, junjung tinggi sportivitas dan kejujuran!!!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun