Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Apakah Pelaku Usaha Dapat Bertahan akibat Produknya Kena Boikot?

27 November 2023   14:49 Diperbarui: 3 Desember 2023   17:03 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, bila dipelajari lebih jauh lagi, ternyata aksi boikot ini tidak terlalu signifikan atau tidak berhubungan positif dengan apa yang kita harapkan. 

Diharapkan konsumen yang mayoritas di negeri ini akan mengerem permintaannya terhadap suatu produk yang diproduksi oleh pelaku usaha yang diduga terafiliasi dengan Israel, ternyata masih saja melakukan permintaan/membelinya. Kondisi ini bisa kita saksikan sendiri bahwa gerai-gerai mereka tetap ramai, alias tetap dikunjungi konsumen.

Memang, jika aksi boikot tersebut dapat menekan permintaan produk-produk mereka tersebut, akan memberi dampak positif bagi industri di dalam negeri. Seperti pernyataan Direktur Jendral Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Andika bahwa ajakan boikot produk Israel yang ramai digaungkan di media sosial menjadi momentum yang baik untuk memperkuat industri dalam negeri. (Mandra, rri.co.id, 01 November 2023)

Dengan menyimak uraian di atas, diduga pelaku usaha yang produknya kena boikot tersebut, masih akan bertahan. Apalagi bila menilik pengalaman boikot sebelumnya, tidak lama boikot berlangsung, tidak lama kemudian, pelaku usaha yang kena boikot masih tetap eksis.

Mengapa aksi boikot tersebut sepertinya masih belum memenuhi harapan? 

Jawabnya, karena konsumen sudah "ngebet" dengan produk-produk yang kena boikot tersebut. Misalnya makanan siap saji, anak negeri ini merasa bangga jika mengonsumsi makanan tersebut, dalam hal ini mereka lebih menonjolkan prestise ketimbang nutrisi dan kesehatan. Mereka rela antre panjang, sekadar untuk mengonsumsi makanan yang satu itu.

Mungkin tidak berlebihan kalau muncul suatu pernyataan, "sebagian besar perut bahkan mungkin semua perut anak negeri ini sudah tersentuh/di isi mie instan" atau "tiada hari tanpa makan makanan instan atau siap saji". Kemudian anak negeri ini sebagian besar sudah gandrung dengan produk-produk yang mereka boikot tersebut.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya diungkap adalah ketika anak negeri ini akan beralih ke produk sejenis, "made-in" dalam negeri, terkadang kita belum siap dan terkadang produk tersebut belum dapat memenuhi apa maunya anak negeri ini. Dengan demikian, wajar kalau adanya ajakan boikot tersebut, tetap saja mereka masih mengonsumsi produk yang kena boikot tersebut.

Bagaimana Sebaiknya?

Untuk menyikapi persoalan yang satu ini, ternyata kita harus bijak, jangan sampai tindakan yang baik tersebut, justru menimbulkan ekses negatif bagi diri kita sendiri, jangan sampai tindakan yang baik tersebut tidak dapat mewujudkan apa yang kita harapkan.

Untuk itu, (maaf sekadar saran), agar tindakan boikot tersebut efektif, harus diikuti dengan kesiapan kita dalam menggantikan produk yang kena boikot tersebut dengan produk yang diproduksi anak negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun