Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Service Charge (Uang Pelayanan), Antara Kesejahteraan Karyawan dan Beban Konsumen

14 Oktober 2023   20:37 Diperbarui: 19 Oktober 2023   15:53 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika service charge  yang terkumpul tersebut kita akan berikan kepada karyawan yang bekerja pada restoran/rumah makan besar/hotel kita, maka service charge harus  benar-benar kita berikan dan harus diberikan secara adil dan transfaran, agar benar-benar dapat  menambah penghasilannya, serta harus diberikan kepada semua karyawan yang ada, jangan diberikan kepada karyawan "kontrak" saja.

Jika service charge tersebut  tidak  diperuntukkan bagi karyawan restoran/rumah makan besar/hotel tersebut,  maka konsumen mungkin merasa berkeberatan mengeluarkan--nya.  Namun, jika  service charge  tersebut memang diberikan kepada karyawan, mungkin konsumen tidak merasa berkeberatan, bahkan bisa saja mereka menganggap-nya  "sedekah" kepada karyawan, apalagi bila konsumen merasa dilayani dengan baik.

Namun, bila tidak transfaran, dan atau ada sebagian atau seluruhnya yang masuk ke pemilik restoran, maka ini akan menjadi bumerang, niat anak negeri ini yang mengeluarkan service charge  tersebut justru terkesan akan membesarkan restoran.

Katakanlah service charge tersebut masih dipertahankan dan atau masih diizinkan pihak yang berwenang serta penggunaanya memang untuk karyawan, maka yang perlu ditinjau adalah besaranya, mungkin perlu diturunkan hanya 5 persen saja dari total nilai yang tertera di bill.

Kemudian mengenai pajak restoran 10 persen tersebut, apakah tidak sebaiknya hanya dikenakan kepada konsumen 5 persen dan dikenakan kepada pemilik restoran 5 persen, supaya konsumen tidak merasa berat.

Alternatif lain adalah  biarkan sebagaimana mekanisme pasar, artinya, jika konsumen merasa puas ia akan mengeluarkan sendiri service charge  kepada karyawan yang melayaninya, yang sering kita sebut "uang tip". Ini justru akan lebih baik, tidak membuat konsmen terbebani,  dan yang menerimanya adalah karyawan  langsung karena tidak  melaui kasir atau pemilik restoran lagi.

Terakhir  yang tidak kalah pentingnya adalah beban berupa service charge dan service tax (pajak restoran) tersebut, perlu diteliti lebih jauh lagi, karena bukan tidak mungkin, selain membebani konsumen, juga akan menggiring konsumen untuk menahan diri pergi ke restoran. 

Kita tidak ingin, kebijakan yang kita ambil, disatu sisi memberi benefit, namun disisi lain justru menjadi bumerang bagi semua pihak. Kita berharap, kebijakan yang ada dapat memberi kemaslahatan kepada semua anak negeri ini. Semoga!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun