Oleh Amidi
Pada saat pandemi memuncak, rumah sakit yang ada di negeri ini lumpuh, hampir tidak beraktifitas sama sekali. Layanan pengobatan hanya tertuju untuk menolong pasien terkena covid-19, karena pasien yang sakit (diluar covid-19) takut untuk mengunjungi rumah sakit untuk berobat, tidak hanya rawat inap, tetapi rawat jalan pun demikian.
Tidak hanya pasien, tenaga kesehatan, dokter, perawat dan tenaga administrasi rumah sakit pun dihantui rasa takut, mereka harus berjibaku membantu pasien covid-19 dengan memakai alat pelindung diri (APD) yang serba ketat dan panas.
Namun setelah pandemi melandai, kondisi yang mencekam di rumah sakit sudah mulai menurun, tepatnya pada tahun 2022 lalu kondisi rumah sakit sudah mulai terlihat normal kembali, bahkan terlihat perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya sudah mulai tidak memakai masker lagi.
Pasien yang menurun dan sepi pada saat itu, kini sudah mulai terlihat ramai kembali, namun tidak "senormal" kondisi sebelum covod-19. Ada sebagain rumah sakit yang masih sulit mendongkrak kembali jumlah pasien-nya. Pada saat itu pasien terkontraksi atau mengalami penurunan  80 persen lebih (Beritasatu.com, 16 Pebruari 2021)
Kini pemilik atau pemimpin rumah sakit  masih terus berjuang dalam rangka mengembalikan kondisi "normal" yang pernah mereka capai pada saat sebelum pandemi.
Berkurangnya pasien rumah sakit tersebut, selain karena adanya pandemi, juga karena adanya penghapusan asuransi dan atau jaminan kesehatan masyarakat yang dialihkan pada asurasi BPJS. Kemudian, BPJS pun terus melakukan revisi regulasi-nya sehingga saat ini ada pembatasan kelas, ada pembatasan tempat tidur dan lainnya.
CNBCIndonesia, 09 Pebruari 2023, menisir bahwa Menteri Kesehatan RI memastikan penerapan  kelas rawat inap standar (KRIS) dimulai tahun ini  secara bertahap hingga 2025. Dengan demikian, pada saatnya kelas 1,2 dan 3  yang maseh berlaku saat ini akan dihapus.
Masa Kejayaan Sudah Lenyap.
Pada tahun tahun 2008 yang lalu, pemerintah telah menggelontorkan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Selain Jamkesmas,  yang sejenis adalah KIS, dan Jamkesda yang diperuntukkan  kepada  masyarakat miskin dan tidak mampu.
Pada saat itu rumah sakit yang mengikuti program Jamkesmas dan sejenisnya tersebut, "bak dapat durian runtuh", pasien membludak/ramai/antri panjang, karena berobat "gratis", terutama untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.