Dalam hal ini, dilakukanlah strategi promosi tersebut, berupa iklan yang sama dengan sebelumnya, baik pelaku maupun tehnis iklannya, hanya menambahkan kata pamungkas, "si pelaku iklan sambil mengelus anaknya dan anaknya sambil menyantap biskuit tersebut, ia berujar; "saya sayang dengan anak saya". Kalimat pamungkas ini mampu membangkitkan kembali kepercayaan dan keyakinan konsumen, sehingga pasca iklan diperbaharui tersebut volume penjualannya mulai meningkat kembali.
Begitu juga bila kita ingin melakukan strategi promosi dengan menggiring konsumen yang sudah setia berpindah kelain hati, agar ia kembali tetap setia, bukan kita justru mendikte konsumen seperti contoh di atas. Menurut saya,setidaknya strategi promosi "jitu" yang harus kita lakukan (jika makanan) adalah bagaimana kita meyakinkan konsumen bahwa produk yang kita tawarkan tersebut aman bagi kesehatan, memberi dampak baik bagi kelangsungan hidup konsumen dengan konten iklan yang sedemikian rupa. Dengan demikian, konsumen merasa tidak didikte dan konsumen tetap tergoda.
Untuk mengantisipasi persaingan yang tidak sehat, KKPU harus pro aktif untuk mengwasi kegiatan pemasaran terasuk strategi promosi yang mereka lakukan agar tidak terjadi pelanggaran etika bisnis dan tidak terjadi sengeketa bisnis.
Menurut hemat saya, KKPU dan pihak berkompeten lainnya, maaf hanya sharing, harus memahami mana konten atau model iklan yang etis dan tidak etis, mana yang melanggar mana yang tidak, silakan pelaku bisnis melakukan berbagai strategi promosi dalam melakoni bisnisnya, asal sesuai dengan etika bisnis yang berlaku. Jika terjadi penyimpangan, maka segera dilakukan tindakan dalam rangka perbaikan demi memesrakan antara konsumen dengan pelaku bisnis itu sendiri. Selamat Berjuang!!!!!! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H