Beberapa bulan belakangan ini sering sekali gerai Transmart dan  Carefour milik Chairul Tanjung tersebut memberikan potongan harga atau discount secara besar-besaran, terutama untuk produk elektronik.Â
Apakah pemberian discount secara besar-besaran tersebut menandakan ritel yang cukup bergengsi di tanah air ini  ada masalah atau terindikasi akan menghentikan operasionalnya alias colaps?.
Jika kita simak,  memang sebelumnya sudah ada bebera gerai Transmart yang ditutup, setidaknya ada sepuluh lebih gerai yang sudah ditutup. Namun, bila diperhatikan perkembangannya, sepertinya, ritel yang satu ini memang masih bisa dipertahankan, apalagi menginngat pemiliknya tidak sulit menyuntikkan modal kembali jika  ritel ini mengalami hambatan dari segi pendanaan.
Namun, tidak demikian. Kekuarangan  modal ternyata bukan penyebab ritel yang satu ini untuk mempertahanakan dan atau mengembangkan usaha, ada penyebab lain yang harus dicermati dan menuntut penyelesaian segera.
 Dengan desakan kondisi pasar dan persaingan yang semakin tajam, maka permasalahan ritel ini akhir-akhir ini terus diangkat kepermukaan, terutama permasalahannya yang menyangkut keberlangusungan opersionalnya. Transmart diberitakan akan berada pada titik terendah. Mengapa demikian?
Seorang Benny Batara yang merupakan seorang investor saham yang ikut memprihatinkan kondisi Transmart akhir-akhir ini  mengemukakan penyebab Transmart dan Carefour berada pada titik terendah tersebut. Menurut beliau Transmart dan Carefour berada pada titik terendah karena masalah persaingan  bisnis ritel dan bangkitnya  era e-commerce.Â
Kemudian beliau pun mensitir bahwa yang justru mendorong Transmart dan Carefour berada pada titik terendah tersebut terlebih karena konsepnya tidak jelas. Awalnya transmart mengincar kalangan (masyarakat kelas ekonomi) menengah ke atas, ternyata yang banyak berbelanja disana kalangan (masyarakat kelas ekonomi) menengah ke bawah ditambah banyak  sales kartu kredit, sehingga menciptakan suasana "riuh" yang menyebabkan konsumen berbelanja tidak nyaman. (hops.id, 26 Juni 2023)
Persaingan Tak Terhindarkan.
Bila kita cermati apa yang diungkap oleh Benny Batara di atas, memang benar bahkan menurut hemat saya justru menjadi penyebab utama unit bisnis yang sudah kuat selama ini bisa "goyah" dengan hadirnya pendatang baru alias pesaing yang terus berbondong-bondong  masuk pasar. Kemudian pesaing tersebut justru merupakan unit bisnis yang juga sudah kuat baik dari sisi permodalan maupun dari sisi jaringan yang dimilikinya.
Dalam tulisan saya sebelumnya sudah pernah saya sitir, bahwa kecendrungan unit bisnis yang menjadi pesaing Transmart dan Carefour adalah unit bisnis yang sama yang menjelajah pasar dengan konsep mendekati konsumen, seperti bisnis ritel yang dilakoni Indomaret dan Alfamart serta unit usaha yang sejenis yang tergabung dalam groupnya.
Tidak hanya itu, bahwa produk yang ditawarkan di gerai Transmart dan Carefour pun juga sama yakni sudah banyak disediakan digerai-gerai diluar Mall yang lokasinya tersebar diberbagai kawasan perkampungan  dengan tujuan untuk mendekati diri dengan konsumen.Â
Sehingga konsumen sudah tidak perlu pergi lagi ke Mall, ke Trasnmart atau ke Carefour yang berada di Mall  untuk membeli produk atau barang yang mereka butuhkan tersebut, mereka saat ini sudah cukup keluar rumah dengan jarak tidak terlalu jauh sudah bisa menjangkau gerai atau toko yang menjual produk yang diinginkannya/dibutuhkannya. Piadahal produk atau barang tersebut selama ini hanya tersedia di gerai yang ada di Mall.
Kemudian, memang persaingan antara unit bisnis konfensional dengan unit bisnis digital, memang luar biasa "sengitnya". Konsumen sudah cendrung membeli cukup dengan menekan tombol "HP" memesan produk atau barang yang dibutuhkannya, membeli dengan cara "online" tersebut sudah digandrungi  anak negeri ini. Sehingga bisnis konfensional, sudah tergeser.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah persaingan "harga", harga produk atau barang yang ada di gerai atau toko yang ada dikampung-kampung dekat dengan pemukiman konsumen, terkadang harganya memang lebih rendah dibandingkan dengan harga produk atau barang yang ada di gerai dalam Mall.Â
Hal ini memungkinkan, karena mereka yang melakoni bisnisnya di Mall dengan di luar Mall, dari sisi "cost" memang ada perbedaan, sehingga pelaku bisnis yang berada di luar Mall atau yang membuka unit bisnisnya didekat perkampungan konsumen, dapat menjual produk atau barangnya dengan harga  lebih rendah dari harga produk atau barang yang ada di mall.
Langkah Antisipasi.
Sekali lagi perlu saya sampaikan, karena sebelumnya pernah saya sampaikan dalam tulisan  terdahulu bahwa pelaku bisnis yang membuka gerai di Mall harus melakukan penyesuaian dengan kondisi pasar yang ada.Â
Tidak ada salahnya memperkecil kapasitas unit bisnis kita yang sudah ada di Mall tersebut, semabari membuka juga unit bisnis yang sama di tempat-tempat yang mudah dijangkau konsumen, misalnya di kawasan perkampungan dekat pemukiman konsumen tersebut.
Ini penting, untuk mengimbangi kondisi pasar yang ada saat ini dan juga mengimbangi persaingan harga yang sudah tercipta tersebut. Kemudian, selain itu, dengan kita membuka unit bisnis baru untuk memanjakan konsumen berbelanja tersebut, akan mendorong konsumen untuk berbelanja berkali-kali, karena jaraknya dekat dengan perkampungan mereka.
Untuk menengahi dan atau mengantisipasi persaingan usaha yang semakin tajam tersebut, tidak ada salahnya kalau Komisi Pengawas Persiangan Usaha (KPPU) lebih jeli lagi melihat persoalan yang satu ini. Memang persaingan usaha tersebut sah-sah saja dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha, namun bila ada sisi yang tidak wajar atau justru mengarah pada praktik monopoli atau oligopoli, maka perlu ada tindakan tegas dari pihak yang berwenang termasuk KKPU tersebut.
Saat ini bisa kita saksikan sendiri dilapangan, tidak sedikit unit usaha ritel yang sudah cendrung mengarah pada praktik monopoli atau oligopoli, mungkin tidak heran lagi kalau kita menyaksikan suatu produk atau barang yang tadinya diproduksi oleh unit usaha tertentu, tiba-tiba sudah bisa diganti "merek" dengan merek dagang mereka. Apakah yang demikian, tidak melanggar etika bisnis dan sekaligus melanggar etika persiangan, karena tindakan tersebut sudah mengarah pada tindakan persaingan yang tidak sehat.
Kemudian, apakah memang benar, unit usaha tersebut ada kecendrungan akan "bangkrut"-"bangkrut"-"bangkrut", ini semua tugas dan wewenang  pihak yang memang sudah diberi kewenangan untuk itu. Kita tidak  ingin karyawan yang sudah bekerja lama pada unit usaha tersebut, tiba-tiba harus di PHK, harus dirumahkan.Â
Bila mereka harus di PHK atau dirumahkan ada kecendrungan mereka tidak mendapatkan hak-hak mereka, tidak mendapat pesangon dan atau hak pensiun. Kemudian, tidak mudah mereka akan mendapatkan pekerjaan baru dengan serta merta, apalagi tindakan PHK tersebut sepihak dan tidak diberitahukan jauh hari.
Berdirinya dan bertambahanya unit usaha di negeri ini termasuk di daerah ini memang sangat kita harapkan, karena selain akan memberi kontribusi kepada negeri ini atau daearah ini melalui kontribusinya membayar  pajak dan retribusi, juga berkontribusi dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Apalagi pengangguran akhir-akhir ini terennya terus meningkat, maka keberadaan dan atau kehadiran  unit usaha tersebut memang sangat diharapkan.
Untuk itu ada baiknya kita mempertahankan semua unit usaha yang ada dan diupayakan akan hadir juga unit usaha baru, sehingga persaingan menjadi semakin sehat, pendapatan daerah semakin meningkat dan jumlah pengangguran terus akan berkurang. Selamat Berjuang!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H