Untuk itu saya mencoba menyoroti persoalan yang satu ini, dari sisi  tergerusnya iklan akibat penggantian siaran TV analog menjadi TV digital di negeri ini.
Bila kita cermati, selama ini pelaku usaha yang mengiklankan produknya (barang dan jasa) dengan memanfaatkan  siaran TV boleh dibilang lancar-lancar saja. Namun dengan adanya perubahan siaran dari TV analog menjadi TV digital, penonton yang akan menyaksikan konten iklan yang ditayangkan melalui media TV tersebut akan tergerus. Betapa tidak, di atas sudah disampaikan bahwa tidak dengan serta merta masyarakat di negeri ini bisa langsung membeli peralatan STB dan tidak semua tempat dengan menggunakan STB langusung bisa menikmati siaran TV.
Dengan demikian, berarti akan ada pengurangan penonton siaran TV dan sekaligus akan ada pengurangan penonton atau pihak yang akan menyaksikan konten iklan yang ditayangkan melalui media TV tersebut. Menurut saya, Â masyarakat yang demikian, jumlahnya tidak sedikit. Apalagi sebagaian besar anak negeri ini saat ini masih kesulitan "keuanagan" pasca pandemi yang melanda.
Bila kita runut, pada saat kondisi normal, sebelum adanya penggantian siaran TV analog menjadi TV digital  saja, konten iklan yang kita tayangkan melalui dan atau disela-sela siaran TV tersebut masih tidak sedikit penonton yang menghindar atau tidak mau menyaksikan konten iklan tersebut, karena pada saat mereka asik-asik menyaksikan suatu siaran TV dengan tiba-tiba mereka "dipaksa" untuk menyaksikan konten iklan tersebut, ternyata mereka bisa menghindar dengan hanya menekan tombol remote control TV untuk pindah ke saluran  atau siaran TV yang lain.
Apalagi dengan adanya penomena penggantian siaran TV analog menjadi TV digital, maka jelas- mereka (dengan alasan keuangan atau lainnya) yang belum dapat menyaksikan siaran TV akibat adanya penggantian TV analog menajadi TV digital tersebut akan mengurangi jumlah penonton yang menyaksikan konten iklan yang kita tayangkan melalui siaran TV tersebut.
Belum lagi, bila kita runut secara rinci dilapangan, bahwa kebanyakan masyarakat kita dalam satu keluarga memiliki lebih dari satu  TV, ada yang memiliki 2 TV ada yang memiliki 3 TV bahkan ada yang memiliki 5 TV. Dilapangan yang terjadi, kebanyakan masyarakat hanya memebli satu STB saja walaupun ia memiliki 5 TV, karena pertimbangan keuangan. Dengan demikian berarti, jelas akan menggerus iklan yang ditayangkan di TV.
Belum lagi ada masalah dengan STB sendiri, misalnya di media sosial sudah viral ada salah satu pemilik STB "meledak", ada keluhan dengan gangguan siaran, ada keluhan lain yang berhubungan dengan kualitas siaran dan seturusnya.
Solusi.
Pemerintah melalui Kominfo sedapat mungkin mendata masyarakat yang tidak mampu membeli STB tersebut untuk segera dibantu atau diberlakukan kebijakan pemberian STB secara merata kepada semua anak negeri ini  secara gratis, terlepas mereka sudah memiliki STB maupun belum, semua kita berikan saja.
Kemudian berhubungan dengan rekomndasi Kominfo tentang merek-merek STB  tersebut, lantas bagaimana dengan merek STB yang beredar di pasaran yang diluar merek yang direkomendasikan tersebut, harus ditertibkan, jangan sampai membuat persoalan baru bagi  anak negeri ini.
Kemudian, bagi pemilik stasiun siaran TV, Â usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu masyarakat yang kesulitan untuk memperoleh/membli peralatan tambahan berupa STB. Sebaiknya bekerja sama dengan pemerintah dalam hal pemberian STB secara gratis tersebut.