Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Ramadhan Momentum Melakukan Strategi Pemasaran yang Wajar

6 April 2023   17:56 Diperbarui: 6 April 2023   18:02 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Dalam  rangka memenangkan persaingan, pelaku usaha melakukan berbagai strategi  marketing atau pemasaran. Secara sederhana strategi pemasaran adalah  suatu strategi yang digunakan oleh pelaku usaha  yang memproduksi dan atau menjual suatu barang atau jasa dalam rangka memanangkan persaingan.

Kini persaingan antar pelau usaha semakin hari semakin "sengit", baik pelaku usaha yang bergerak dalam perdagangan produk konsumsi (makanan) maupun produk industri. Singkat kata, semua pelaku usaha berlomba-lomba melaksanakan startegi pemasaran tersebut, terlebih dalam memanfaatkan momentum Ramadhan kali ini. 

Strategi pemasaran dan strategi ikutan lainnya pun, sebenarnya sah-sah saja untuk dilakukan oleh pelaku usaha, asal sesuai dengan etika bisnis dan masih dalam koridor yang wajar. Namun, bila startegi pemasaran yang dilakukan tersebut sudah "menyimpang",  dan ada unsur "kebohongan",  maka perlu mendapat perhatian dan peringatan, terutama dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Bila dicemati masih banyak pelaku usaha dalam melaksanakan startegi pemsarannya, mengandung unsur "penyimpangan" dan  "kebohongan". Apalagi dalam momentum bulan Ramadhan yang memang terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan dalam menyambut hari raya Idul Fitrih.

Starategi Produk. Dalam menyikapi peningkatan permintaan terhadap suatu produk, terutama produk makanan (konsumsi) menjelang bulan Ramadhan sampai menjelang  hari raya Idul Fitri, pelaku usaha jauh-jauh hari sudah bersiap-siap untuk melakukan strategi produk-nya. Misalnya bagi pelaku usaha yang bergerak dalam bidang  perdangan, mereka memperbanyak produk  yang dibutuhkan konsumen (umat Islam), seperti sirup, roti, kue, kurma dan beberapa jenis produk makanan lainnya. Misalnya bagi pelaku usaha yang memperoduksi/menghasilkan barang, mereka membuat kemasan yang ada nuansa Ramadhan-nya, ada gambar beduk, ada gambar masjid, dan lainnya yang melekat pada produk tersebut.

Jika itu yang mereka lakukan, sah-sah saja.  Namun sayang, terkadang strategi yang mereka lakukan justru "menyimpang" dan  sudah menjurus "kebohongan". Misalnya bagi pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, karena ada barang yang bertahun-tahun  belum terjual, maka mereka kemas dalam bentuk parcel, barang-brang yang belum terjual yang hampir kadaluarsa bahkan sudah kadaluarsa tersebut mereka campur dengan barang lain yang masih baru untuk dikemas dalam bentuk parcel. Misalnya bagi pelaku usaha yang bergerak dalam bidang produksi,  mereka mencampur bahan baku yang akan merusak kesehatan konsumen dan atau bahan yang tidak boleh dikonsumsi (bahan yang tidak halal) bagi muslim.

Baru-baru ini anak negeri ini dihebohkan oleh ulah pedagang nakal,  yang  terjadi di Sinagpura, pedagang tersebut  menjual sate babi di salah satu pasar Ramadhan disana, tepatnya dibazar Raya Utara  kawasan  Marseling, tampak ada  penjual sate babi. Penjual tersebut memasang  spanduk menu di depan gerainya. Terlihat  ada logo babi dan nama menu yang ditawarkan yaitu Moo-Ping alias Pork Stick. (detik.com-detikjabar, 03 April 2023)

Strategi Promosi. Strategi promosi yang mereka lakukan hampir dominan menjurus pada nuansa Ramadhan. Semua konten promosi dikaitkan dengan nuansa Ramadhan. Misalnya konten iklan, paroduk "X" mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Misalnya,  promosi penjualan secara besar-besaran yang populer dengan sebutan "sale",  Ramadhan Sale. Misalnya, untuk konten iklan  makanan dan atau minuman,  makan dan atau minum lah  "Y" sebelum sahur dan sesudah buka.

Jika konten iklan yang diutarakan  demikian adanya, sah-sah saja. Namun, terkadang konten iklan atau pelaku/aktor iklan yang terkesan ada unsur "kebohongan". Misalnya, dengan mengkonsumsi  obat "Z", penyakit  langsung sembuh. Seharusnya isi konten iklan tersebut adalah dengan mengkonsumsi produk obat "Z"  mudah-mudahan akan mengurangi rasa sakit Anda. Misalnya, ada pelaku/aktor iklan (artis atau ustaza) yang seakan-akan ia memakai/mengkonsumsi produk "XX" tersebut, padahal ia  sama sekali tidak memakainya, karena semata-mata mereka mau menonjolkan kepopuleran artis atau ustaza tersebut.

 

Strategi Harga. Stretaegi harga pun dilakukan oleh pelaku usaha dalam rangka memikat  hati konsumen. Startegi harga  yang dilakukan, misalnya memberikan potongan harga, menerapkan pemberlakukan harga psikologis, melakukan harga "sale" secara besar-besaran, seperti  Ramadhan Sale, Midnight Ramadhan Sale dan seterusnya , dengan penawaran harga khusus. Jika strategi  harga yang mereka lakukan demikian, itu sah-sah saja. Namun terkadang ada stetragi potongan harga (discount), atau harga lama dicoret ganti harga baru yang jauh lebih murah bahkan terkadang separuh harga dari harga normal.

Padahal bisa saja harga yang di discount atau harga lama yang dicoret tersebut sudah dinaikkan terlebih dahulu. Jika demikian  adanya, maka ini jelas merupakan tindakan "kebohongan". Seharusnya, memang dengan adanya pertimbangan tertentu, adanya unsur efisiensi, sehingga harga suatu produk tersebut bisa ditekan dengan memberikan potongan harga atau mencoret harga lama menjadi harga baru yang lebih murah.

Kebohongan ini akan lebih nyata lagi, kalau produk yang kita berikan potongan harga atau harga lama di coret tersebut, justru produk yang sudah usang, produk tipe lama, produk yang  tidak dibeli konsumen dalam priode waktu tertentu, sehingga produk tersebut layak untuk diberikan potongan harga atau mencoret harga lama tersebut. Bukan potongan harga tersebut diberlakukan atas produk yang masih baru dan tipe baru.

Kemudian ada juga strategi harga memberi kesan bahwa  harga produk tersebut tidak mahal. Misalnya, harga produk "ZZ", mulai dari Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 1000.000,- , padahal bila konsumen sudah mampir ingin membeli,  ternyata harga Rp. 10.000,- sudah tidak ada lagi, yang ada justru harga yang di atas-nya yang ada justru harga  mahal, yang tidak terjangkau oleh konsumen.

Begitu juga strategi harga sama rata, untuk besaran harga tertentu untuk semua produk yang dijual, misalnya  Rp. 10.000,- . Produk apa saja yang akan dibeli konsumen pada suatu toko. Semua harga yang ditetapkan sama rata, yakni  Rp. 10.000,-.

Dari kedua strategi harga tersebut  sebenarnya sah-sah saja, bila memang tidak ada unsur "kebohongan". Misalnya harga Rp. 10.000,- tersebut memang barangnya tersedia, dan harga sama rata Rp. 10.000,- memang harga barang tersebut idealnya Rp. 10.000,-. Bukan, harga barang yang sebanrnya dibawah angka Rp. 10.000,- (misalnya hanya Rp. 6.000,-), karena starteginya harga sama rata, maka harga barang yang Rp. 6.000,- pun ikut dijual dengan harga Rp. 10.000,-.

 

Bagi pihak KPPU lakukan pengawasan yang ketat dan bagi konsumen harus tahu hak-hak mereka  dan harus jeli menyikapi strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Dengan demikian, kita terhindar dari unsur "kebohongan"

Untuk mengisi dan memanfaatkan momentum Ramadhan kali ini, tidak ada salahnya pelaku usaha, untuk melakukan strategi pemasaran tersebut. Namun, lakukanlah  strategi pemasaran  dengan mengacu pada etika bisnis  dan tidak mengandung unsur kebohongan, agar kepercayaan konsumen terhadap produk yang kita hasilkan atau kita twarkan, tetap eksis dan usaha kita akan berkah. Semoga!!!!!!!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun