Ironisnya, ada sebagian anak negeri ini yang gaji nya "gede" karena menduduki suatu jabatan tinggi dan  atau jabatan politik, namun gaji yang sudah besar tersebut, dimata mereka masih terasa kecil alias kurang.Â
Untuk itu, wajar kalau mereka terdorong untuk korupsi, agar dapat secepatnya memenuhi kebutuhan akan barang-barang mewah tersebut.
Bayangkan, jika sebagaian besar anak negeri ini melakukan perbuatan yang demikian (korupsi), maka akan semakin besar kerugian (pada tempat ia bekerja) dan atau kerugiann yang akan ditanggung negara.Â
Bila kita cermati perbuatan ini ternyata melanda semua lini yang ada, termasuk dilingkungan lembaga negara yang mengurus masalah agama sekalipun. Memang miris, tetapi inilah fenomena yang mau tidak mau harus kita hadapi.
Untuk itu bagi kita selaku pelaku usaha, bagi kita yang mengambil kebijakan masalah penetapan gaji/upah anak negeri ini, berikanlah gaji/upah yang wajar, jika kita belum mampu sampaikan dengan jujur dan terbuka kepada mereka, jangan kita menzolimi mereka.
Contoh sederhana saja,  gaji seorang pencerdas bangsa pada institusi pendidikan (SD sampai PT)  di negeri ini masih banyak yang belum standar/layak  bahkan masih ada yang ala kadarnya.Â
Jika instansi pendidikan  tempat mereka bekerja masih sulit masalah keuangan, kita dan pemerintah sebaiknya dapat membantu dalam bentuk bantuan operasional dan subsidi gaji/upah. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Subsidi Gaji/Upah tersebut harus diberikan rutin,  diefektifkan dan terus ditingkatkan.
Keempat, perlu mengoptimalkan sumberdaya dimiliki. Negeri yang kaya akan sumberdaya alam atau yang memiliki tanah yang subur ini, perlu kita kelola sendiri dan perlu kita maksimalkan/optimalkan.Â
Mungkin sudah saatnya, sumberdaya alam yang kita miliki ini diarahkan untuk mensejahterakan anak negeri ini.Â
Jika kondisi ini sudah tercipta, maka negeri yang kita idam-idamkan yakni  "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur" tersebut benar-benar akan memberi kesejahteraan yang sejati bagi anak negeri ini. Selamat Berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H