"Hore libur lagi", ujar beberapa anak tetangga, "besok libur kan", bisik-bisik beberapa anak negeri ini.Â
Kata-kata seperti itu akan muncul setiap menjelang hari libur nasional yang telah ditetapkan oleh penguasa negeri ini. Mengapa ucapan itu muncul?Â
Jawabnya karena hari libur tersebut tidak tertera pada kalender yang terpajang di rumah mereka.Â
Hari libur tersebut, merupakan konsekuensi memang hari libur tersebut jatuh pada tanggal merah. Bila hari libur tersebut memang sudah tertera pada kalender dan memang merupakan hari libur, maka tentunya tidak terlalu "heboh"
Sebelumnya anak negeri ini hanya dapat menikmati hari-hari libur pada hari tertentu saja. Di kalangan pegawai hari-hari libur yang dapat dinikmati adalah libur hari besar keagamaan dan libur hari besar kenegaraan, serta hari minggu. Itupun terkadang mereka tidak libur karena ada pekerjaan tambahan atau pekerjaan yang segera harus diselesaikan.
Setelah era reformasi, hari libur tersebut terus bertambah. Apalagi di zaman now ini, sedikitnya hari libur selain hari minggu rata-rata setahun mencapai 10-15 kali hari libur nasional, belum lagi ditambah hari libur yang dikenal dengan hari "terjepit".
Misalnya jika tanggal merah tersebut hari kamis, maka hari jumat-nya juga diliburkan, karena dianggap hari terjepit (mengingat hari sabtu adalah hari libur bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Swasta tertentu, sehingga semakin banyak lagi jumlah hari libur tersebut.
Kemudian, untuk kalangan tertentu, walaupun bukan tanggal merah, mereka melakukan libur sendiri. Seperti di bulan Pebruari nanti, pada tanggal 14 Pebruari adalah Hari Valentine (Valentine Day), bagi yang merayakannya, mungkin ada saja yang meminta libur kerja atau melibur sendiri alias tidak masuk kerja.
Dengan demikian, maka semakin banyak jumlah hari libur, hari libur nasional dan hari libur tambahan serta hari libur yang dilakukan untuk meliburkan diri. Bagaimana dampaknya dari aspek sosial dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian?
Meningkatkan Silaturrahmi