Mohon tunggu...
Ami Abeb
Ami Abeb Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Anak Rantau

Nulisnya nunggu mood.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Ujian

1 Oktober 2017   05:19 Diperbarui: 1 Oktober 2017   06:46 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa karyawan yang ada di samping bapak tampak tertawa meskipun tak kudengar suara tawa mereka karena tertutup berisiknya para perajin panci yang sedang bekerja. Wajah bapak memerah melihat tulisanku. Dikiranya aku main-main. Segera ditamparkannya kertas itu ke wajahku.

"Pulang sana! Jangan ganggu bapak! Minta kawin sama emakmu sana, atau kau kawin sendiri. Pergi merantau keluar kota, atau keluar negeri sekalian! Cari uang, kawin dengan uangmu sendiri! Dasar bocah!"

Kata 'bocah' yang dilontarkan bapak benar-benar membuatku sakit hati untuk yang kedua kalinya. Ucapan kalapnya itu tanpa disadari telah membuatku bertekad. Segera aku pulang, kurapikan pakaianku di dalam ransel. Aku akan pergi. Minggat sejauh mungkin. Kembali membawa uang sebanyak-banyaknya. Mengawini Vania, dan mengubah status brengsek yang tertera di KTP. Oh, iya. Aku tak melupakannya. Dompetku masih kubawa. Hanya saja kupenuhi uang ratusan ribu yang kuambil dari laci emak.

***

Enam tahun sudah aku pergi. Aku yang nekat minggat, akibat omongan bapak siang itu akhirnya kembali. Siapa sangka, setelah berhari-hari menjadi gelandangan di ibukota, seseorang menuntunku agar bekerja ke luar negeri. Ajakan itupun berhasil membawaku ke Taiwan. Dari bekerja di restoran makan, membersihkan jalan, menjaga toko, merawat tanaman hingga memandikan anjingpun aku lakukan. Sampai akhirnya majikan terakhirku hampir mengangkatku sebagai anak saking sayangnya padaku. Dirinya rela menghambur-hamburkan uang hanya untukku. Tapi aku lebih memilih menabungnya, dan hal itupun menjadikannya semakin menyayangiku. Hingga tepaksa aku meninggalkannya menangisi kepergianku kemarin, setelah hidup tiga tahun bersamanya. Aku pulang setelah tabunganku melebihi yang aku targetkan. Semuanya lebih dari dua milyar rupiah. Rekeningku sampai empat bank.

Kuketuk pintu rumah. Sepi sekali. Tak kudengar suara berisik panci. Apakah ini hari libur? Hingga beberapa kali pintu dibuka pelan. Seorang wanita tua keluar. Itu emak, kurus sekali. Pasti karena memikirkanku yang minggat bertahun-tahun ini.

"Cari siapa?" Tanyanya. Tentu saja dia melupakanku karena rambut kupanjangkan seperti artis F4. Brewokku juga benar-benar menutupi wajah asliku.

"Mak, Joko pulang," jawabku lirih.

Wanita itu spontan menangis dan memelukku. Tubuhnya lemas sambil menyumpah habis-habisan. Dipukulinya punggungku.

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah Vania, aku terus memikirkan bagaimana aku harus mengatur hartaku. Uangku akan kubagi dua, setengah untuk ibuku membeli rumah dan menghidupinya --karena bapak sudah wafat- , setengahnya lagi untuk menikah dan lain-lain. Tapi betapa terkejutnya aku ketika turun dari taksi, yang kulihat adalah tarub sepanjang jalan, dihiasi dengan janur kuning. Cepat-cepat aku turun. Bunga yang sudah kupegang di tangan terjatuh ketika melihat Vania berada di atas kuade memakai baju pengantin. Perlahan aku maju ke depan arah kuade. Necisnya baju yang kupakai membuat seluruh mata tertuju padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun