secangkir kopi pada dinihari yang rawan,
seperti melukis lintang dan bujur
pada peta rinduku.
pada lengkung teduh khatulistiwa matamu,
kutemukan mata air kasih tak habis-habis.
kusesap kembali cinta pekat cafein itu,
seperti mereguk ihwal yang tumbuh
dari lembah-lembah rahasiamu.
dan pada lansekap fajar debar dadamu,
kutemukan diriku senyap dan sendiri.
kita masih menyukai kopi, bukan?
2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!