Ningsih menatap Dedi, kemudian menggenggam tangannya. "Aku... aku sedang bingung, Dedi. Aku merasa terjebak antara dua dunia. Aku... aku masih teringat masa lalu, seseorang yang pernah aku kenal, dan aku... aku tak tahu harus bagaimana."
Dedi diam sejenak, lalu mengangguk. "Aku tahu, Ningsih. Aku bukan orang yang sempurna, dan aku tidak bisa mengubah masa lalumu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini untukmu. Apa pun yang terjadi, kita akan melewatinya bersama."
Ningsih merasakan kenyamanan dalam kata-kata Dedi, meskipun hatinya masih bergejolak. Perasaan terhadap Heru masih ada, tetapi dia tahu, ada dunia nyata yang harus ia hadapi. Dedi mungkin bukan Heru, tetapi Dedi adalah kenyataan yang harus ia jalani, dan mungkin, dengan waktu, ia akan bisa mencintainya dengan cara yang berbeda.
Di luar sana, Heru mungkin masih ada dalam bayangannya, menunggu jawaban yang entah kapan datang. Namun, Ningsih tahu bahwa dalam hidup, terkadang kita harus memilih, antara mengejar impian yang belum pasti atau menerima kenyataan yang sudah ada. Karena penantian yang tak kunjung tiba, pada akhirnya, akan terhenti oleh pilihan yang kita buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H