Mohon tunggu...
Amey fadhilah
Amey fadhilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana IPS Universitas Jember

Ketertarikan saya terhadap kepenulisan berawal dari kebiasaan membaca majalah Horison milik saudara, setelah masuk SMA saya ikut ekstrakurikuler Jurnalistik menjadi tim berita. Kemudian saat kuliah S1 di Universitas Negeri Malang saya menjadi jurnalis kampus, pengalaman yang luar biasa bisa mengenal banyak sivitas akademi di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dan Warung Kopi, Eksploitasi atau Senang Hati?

2 November 2024   23:10 Diperbarui: 2 November 2024   23:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : KopagKopsen1453

Hal ini tidak hanya mengikis kepercayaan diri perempuan, tetapi juga membatasi peluang mereka untuk berkembang dan berkontribusi secara lebih signifikan. 

Di sisi lain, dominasi ini juga dapat dipahami sebagai cerminan sistem patriarki yang mengakar dalam budaya. Banyak perempuan, termasuk pelayan di warung kopi, sering kali diposisikan sebagai "yang lebih rendah" dalam hierarki sosial.

Kebalikan dari hal itu, beberapa pelayan perempuan menggeluti pekerjaan ini dengan senang hati, menurut pengakuan mereka semua karena sudah terbiasa. Perasaan senang hati ini terjadi karena adanya kesepakatan antara pelayan perempuan dengan pemilik usaha, dimana keadaan akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 

Mereka bisa mengabaikan atau bahkan kadang menanggapi Tindakan cat calling, memegang area privasi, dicubit mesra, hingga ajakan untuk 'ngamar'. 

Perasaan senang hati seorang pelayan perempuan yang bekerja di warung kopi bisa berasal dari berbagai sumber, meskipun lingkungan kerja sering kali dipenuhi tantangan. Salah satu aspek yang sering membuat pelayan perempuan merasa senang adalah hubungan yang terjalin dengan pelanggan. 

Momen ketika pelanggan mengenali mereka, memberikan pujian, atau bahkan berbagi cerita bisa menjadi penyemangat. Interaksi ini tidak hanya memberikan rasa dihargai, tetapi juga menciptakan koneksi sosial yang bisa mengurangi rasa kesepian dalam pekerjaan yang sering kali monoton.

Jadi dalam fenomena maraknya pelayan perempuan di warung kopi, kita dihadapkan pada realitas yang kompleks. Di satu sisi, banyak pelayan perempuan di warung kopi mengalami eksploitas baik dalam bentuk perlakuan yang merendahkan maupun ketidakadilan dalam kesempatan kerja. 

Namun, disisi lain pekerjaan ini menjadi hal yang menyenangkan bagi beberapa perempuan karena perasaan senang dapat melayani pelanggan dengan baik. 

Maraknya warung kopi di Ponorogo yang memiliki pelayan perempuan, menunjukkan realita bahwa perempuan atas pilihan hidupnya terutama pekerjaan, bisa berada diantara dominasi atas laki-laki dan keinginan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun