Mohon tunggu...
Amey fadhilah
Amey fadhilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana IPS Universitas Jember

Ketertarikan saya terhadap kepenulisan berawal dari kebiasaan membaca majalah Horison milik saudara, setelah masuk SMA saya ikut ekstrakurikuler Jurnalistik menjadi tim berita. Kemudian saat kuliah S1 di Universitas Negeri Malang saya menjadi jurnalis kampus, pengalaman yang luar biasa bisa mengenal banyak sivitas akademi di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dan Warung Kopi, Eksploitasi atau Senang Hati?

2 November 2024   23:10 Diperbarui: 2 November 2024   23:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngopi menjadi budaya yang merebak di beberapa daerah, salah satunya di daerah Kabupaten Ponorogo. Maraknya warung kopi di Ponorogo tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat untuk menikmati kopi dan makanan khas seperti jadah bakar di pagi hari sebelum memulai aktivitas. Adanya kebiasaan tersebut menarik beberapa media yang menulis bahwa Ponorogo merupakan kabupaten slow living.

Menjadi ciri khas warung kopi di Ponorogo memiliki pelayan perempuan dengan penampilan yang cantik, seksi, dan menarik. Warung kopi tersebut disebut dengan warung kopi pangku oleh masyarakat. 

Pelayan perempuan dalam warung kopi menjadi daya tarik bagi penikmati kopi untuk datang kembali membeli kopi, mempekerjakan perempuan sabagai pelayan di warung kopi merupakan strategi pemilik usaha yang dimana pemilik usaha tersebut di dominasi oleh laki-laki. 

Perempuan sebagai pelayan di warung kopi sering mendapat perlakuan tidak senonoh dari pembeli seperti ; cat calling, memegang area privasi, dicubit mesra, hingga ajakan untuk 'ngamar'. 

Jam kerja yang dimulai dari sore hari hingga menjelang pagi, menjadikan pelayan perempuan ini tidak mendapat perlindungan. Pelayan perempuan ini beragam, mulai remaja hingga berumur. Di setiap warung kopi pelayan memiliki tugas untuk memberikan rangsangan ke para pelanggan untuk kecanduan sama pelayanan yang diberikan. 

Pelayan perempuan dari yang sudah berstatus janda sampai yang belum menikah gaya berpakaiannya itu serba mini dan ketat ditambah adanya lampu remang- remang yang memberi sinyal ke pada pelanggan sehingga mempunyai nilai lebih untuk menarik pelanggan.

Di tempat-tempat ini, perempuan sering kali berperan sebagai pelayan yang terjebak dalam hubungan kekuasaan yang tidak setara. Mereka diharapkan untuk memberikan layanan yang lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi sering kali tanpa mendapatkan imbalan yang adil atau perlindungan dari kondisi kerja yang tidak menguntungkan. 

Keadaan seperti ini bisa dikatakan adanya eksploitasi tubuh perempuan dalam praktik warung kopi, atas kekuasaan laki-laki sebagai pemilik warung. Dalam hal ini terdapat bubungan antara kekuasaan dan dominasi laki-laki atas pelayan perempuan di warung kopi, yang mencerminkan bahwa realitas sosial masih banyak terjadi di berbagai tempat. 

Dalam konteks ini, dominasi laki-laki tidak hanya berfungsi sebagai struktur sosial yang memperkuat ketidaksetaraan, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang tidak adil bagi perempuan.

Eksploitasi atas pelayan perempuan ini merupakan cara pandang masyarakat terhadap peran gender. Banyak pelanggan laki-laki yang masih menganggap perempuan sebagai sosok yang hanya bertugas melayani, sehingga mereka cenderung meremehkan kemampuan dan pengetahuan perempuan di bidang yang mereka geluti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun