Mohon tunggu...
Amalia Adhandayani
Amalia Adhandayani Mohon Tunggu... Freelancer - Akademisi.

Mempelajari psikologi dan kepribadian manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Phubbing: Sebuah Analisis Kepribadian

20 Mei 2022   14:00 Diperbarui: 20 Mei 2022   23:12 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi by @ivanacong

Saat ini interaksi sudah berubah dalam bentuk virtual. Manusia bisa saling menyapa meskipun berada di negara berbeda. Mereka dapat saling memberikan komentar dan bercakap-cakap dalam satu klik saja. Berbagai aksi mampu ditonton lewat suatu benda yang kecil yang dibawa kemana-mana seharian. Perkembangan teknologi mendorong muncul perasaan ingin dan ingin lagi untuk terlibat dalam suatu sistem, sosial media.  

Phubbing dan Sosial Media

Phubbing merujuk pada tindakan obsesif individu terhadap gawai yang ia miliki. Rasa obsesi ini bisa saja menjauhkan ia dari lingkungan sosialnya, namun hal ini bukan masalah bagi individu. Ia tetap bisa terhubung dan menjalin relasi dengan orang lain melalui gawai tersebut. 

Sosial media adalah pilihan yang aman bagi individu karena mengutamakan anonimitas dan rendah mobilitas. Individu tetap bisa mengakses sosial media dimanapun ia berada, tetap terobsesi pada gawainya dan tetap terkoneksi dengan orang lain. 

Faktor Penyebab Phubbing

Ada berbagai hal yang bisa mendorong terbentuknya perilaku phubbing pada individu. Kecanduan internet menjadi faktor terkuat yang mempengaruhi phubbing, termasuk di dalamnya kecanduan game dan kecanduan sosial media (Karada., dkk, 2015). 

Game online menuntut pemain terlibat dalam jangka waktu yang lama, segera mendapat reward untuk kecilnya kemajuan yang dibuat dan memiliki tingkatan level berdasarkan kinerja. Ketiga karakteristik tersebut tentu tersebut mendorong adiksi game semakin tinggi. 

Selain itu, tingginya intensitas paparan sosial media pun semakin meningkatkan motivasi seseorang untuk menggunakan sosial media lebih aktif. Hal ini mendorong obsesi individu terhadap gawai semakin kuat. 

Lebih lanjut, stres juga berkontribusi terhadap munculnya perilaku phubbing. Individu yang menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalahnya berfokus pada pengurangan emosi negatif yang muncul selama periode stress. Emosi negatif seperti takut, cemas, malu, atau sedih bisa hilang dengan menonton berbagai konten menarik. 

Konten tersebut hanya dapat diakses melalui gawai. Tentunya, sosial media sebagai sumber hiburan dapat meminimalisir perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan oleh emosi negatif tersebut. 

Di sisi lain, kepribadian diprediksi mampu menjelaskan mengapa perilaku phubbing terbentuk pada individu. Kepribadian adalah suatu pola perilaku, kognisi dan emosional yang dibentuk oleh faktor bawaan dan lingkungan pada manusia. Melalui pendekatan lima besar trait kepribadian (big five personality trait theory), ditemukan bahwa neuroticism merupakan trait kepribadian yang berperan positif dalam mendorong perilaku phubbing. 

Selanjutnya, individu dengan trait conscientious rendah juga memiliki kecenderungan tinggi untuk terobsesi dengan gawai (Erzen, Odaci, & Yenieri, 2021). 

Neuroticism merujuk pada dominansi emosi negatif yang dimiliki oleh individu. Hal ini ditandai dengan kesedihan, kemurungan, dan ketidakstabilan emosi. Namun, sebenarnya neuroticism adalah respons fisik dan emosional terhadap stres yang dirasakan oleh individu. 

Selain itu, salah satu ciri dari individu yang neurotik adalah kesulitan mengendalikan impuls atau dorongan. Contohnya dalam mengendalikan emosi, menjadi hal yang berat bagi neurotik. Bagi mereka, pengalihan emosi menggunakan gawai adalah cara yang tepat untuk terdistraksi dari perasaan frustasi. 

Sebaliknya, individu yang disiplin dan sabar lebih mampu mengontrol emosi mereka. Orang-orang dengan dominansi kepribadian conscientiousness memiliki kemampuan tinggi untuk menunda keinginan mereka dan mengatur waktu sesuai keinginan mereka. Conscientiousness terkait dengan tingkat perhatian yang tinggi, kontrol impuls yang baik, dan perilaku yang berorientasi pada tujuan. 

Sebabnya, orang dengan dominansi trait conscientiousness lebih mampu mengelola emosi negatif yang hadir dalam diri mereka dan terhindar dari perilaku phubbing. 

Phubbing dan Norma Sosial

Saat ini perilaku phubbing lebih mudah ditemui pada siapa saja. Remaja, dewasa, lansia, semua asyik menatap layar gawainya masing-masing. Persepsi individu bahwa phubbing cukup umum, merasionalisasikan perilaku ini. Perilaku phubbing semakin berkembang didorong oleh persepsi bahwa orang lain melakukan hal yang sama, walau phubbing lebih umum muncul pada kelompok kecil (Leuppert dan Geber, 2020). 

Lebih lanjut, adanya kekhawatiran akan ketinggalan informasi, peristiwa atau pengalaman baru yang dirasakan oleh sebagian besar orang akan mengakibatkan lama kelamaan perilaku phubbing bisa diterima secara sosial. Meskipun saat ini, perilaku phubbing masih menjadi masalah bagi mayoritas orang sehingga berpotensi tinggi menimbulkan konflik relasi. 

  1. Karada, E., Tosunta, . B., Erzen, E., Duru, P., Bostan, N., ahin, B. M., ... & Babada, B. (2015). Determinants of phubbing, which is the sum of many virtual addictions: A structural equation model. Journal of behavioral addictions, 4(2), 60-74.
  2. Erzen, E., Odaci, H., & Yenieri, . (2021). Phubbing: Which personality traits are prone to phubbing?. Social Science Computer Review, 39(1), 56-69.
  3. Leuppert, R., & Geber, S. (2020). Commonly done but not socially accepted? Phubbing and social norms in dyadic and small group settings. Communication Research Reports, 37(3), 55-64.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun