Di sisi lain, kepribadian diprediksi mampu menjelaskan mengapa perilaku phubbing terbentuk pada individu. Kepribadian adalah suatu pola perilaku, kognisi dan emosional yang dibentuk oleh faktor bawaan dan lingkungan pada manusia. Melalui pendekatan lima besar trait kepribadian (big five personality trait theory), ditemukan bahwa neuroticism merupakan trait kepribadian yang berperan positif dalam mendorong perilaku phubbing.Â
Selanjutnya, individu dengan trait conscientious rendah juga memiliki kecenderungan tinggi untuk terobsesi dengan gawai (Erzen, Odaci, & Yenieri, 2021).Â
Neuroticism merujuk pada dominansi emosi negatif yang dimiliki oleh individu. Hal ini ditandai dengan kesedihan, kemurungan, dan ketidakstabilan emosi. Namun, sebenarnya neuroticism adalah respons fisik dan emosional terhadap stres yang dirasakan oleh individu.Â
Selain itu, salah satu ciri dari individu yang neurotik adalah kesulitan mengendalikan impuls atau dorongan. Contohnya dalam mengendalikan emosi, menjadi hal yang berat bagi neurotik. Bagi mereka, pengalihan emosi menggunakan gawai adalah cara yang tepat untuk terdistraksi dari perasaan frustasi.Â
Sebaliknya, individu yang disiplin dan sabar lebih mampu mengontrol emosi mereka. Orang-orang dengan dominansi kepribadian conscientiousness memiliki kemampuan tinggi untuk menunda keinginan mereka dan mengatur waktu sesuai keinginan mereka. Conscientiousness terkait dengan tingkat perhatian yang tinggi, kontrol impuls yang baik, dan perilaku yang berorientasi pada tujuan.Â
Sebabnya, orang dengan dominansi trait conscientiousness lebih mampu mengelola emosi negatif yang hadir dalam diri mereka dan terhindar dari perilaku phubbing.Â
Phubbing dan Norma Sosial
Saat ini perilaku phubbing lebih mudah ditemui pada siapa saja. Remaja, dewasa, lansia, semua asyik menatap layar gawainya masing-masing. Persepsi individu bahwa phubbing cukup umum, merasionalisasikan perilaku ini. Perilaku phubbing semakin berkembang didorong oleh persepsi bahwa orang lain melakukan hal yang sama, walau phubbing lebih umum muncul pada kelompok kecil (Leuppert dan Geber, 2020).Â
Lebih lanjut, adanya kekhawatiran akan ketinggalan informasi, peristiwa atau pengalaman baru yang dirasakan oleh sebagian besar orang akan mengakibatkan lama kelamaan perilaku phubbing bisa diterima secara sosial. Meskipun saat ini, perilaku phubbing masih menjadi masalah bagi mayoritas orang sehingga berpotensi tinggi menimbulkan konflik relasi.Â
- Karada, E., Tosunta, . B., Erzen, E., Duru, P., Bostan, N., ahin, B. M., ... & Babada, B. (2015). Determinants of phubbing, which is the sum of many virtual addictions: A structural equation model. Journal of behavioral addictions, 4(2), 60-74.
- Erzen, E., Odaci, H., & Yenieri, . (2021). Phubbing: Which personality traits are prone to phubbing?. Social Science Computer Review, 39(1), 56-69.
- Leuppert, R., & Geber, S. (2020). Commonly done but not socially accepted? Phubbing and social norms in dyadic and small group settings. Communication Research Reports, 37(3), 55-64.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H