Mohon tunggu...
Amelya Bintan Christian Dini
Amelya Bintan Christian Dini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Words That Matter, Stories That Inspire

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gelar di Persimpangan Citra dan Kredibilitas

18 Oktober 2024   16:21 Diperbarui: 18 Oktober 2024   16:38 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan seharusnya menjadi salah satu pilar utama dalam membangun bangsa. Namun, jika kita melihat tren beberapa tahun terakhir, gelar akademik sering kali menjadi alat politik dan branding pribadi, bukan sebagai bukti keilmuan atau kontribusi nyata. Banyak tokoh yang meski memiliki prestasi di bidang tertentu, tiba-tiba mendapat gelar kehormatan tanpa alasan yang jelas atau tanpa kontribusi yang signifikan di dunia akademis.

Fenomena ini menggerus esensi dari gelar kehormatan itu sendiri. Jika gelar kehormatan diberikan kepada siapa saja tanpa pertimbangan kualitas dan kontribusi ilmiah, maka hal itu akan merusak nilai dari gelar tersebut. Gelar akademik bukan sekadar titel yang bisa dijadikan alat politik atau branding pribadi, tetapi seharusnya mencerminkan dedikasi, kerja keras, dan kontribusi nyata dalam bidang ilmu pengetahuan.

Kecemasan atas Masa Depan Pendidikan di Indonesia

Masalah seperti ini memunculkan kecemasan mengenai masa depan pendidikan di Indonesia. Jika publik figur dengan mudahnya mendapat gelar dari lembaga yang diragukan kredibilitasnya, apa artinya ini bagi mereka yang berjuang bertahun-tahun dalam dunia akademik? Gelar akademik seharusnya menjadi pengakuan atas perjuangan panjang seseorang dalam menggali ilmu, bukan sekadar alat untuk meningkatkan popularitas.

Pemberian gelar kehormatan oleh lembaga yang kurang jelas hanya akan memperparah masalah ketidakadilan dalam dunia pendidikan. Ini adalah tantangan besar bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menjaga integritas pendidikan, memastikan bahwa gelar kehormatan hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar layak, dan bukan sekadar untuk kepentingan branding pribadi.

Ketika popularitas lebih diutamakan ketimbang intelektualitas, pendidikan kita terancam jadi ilusi---sebuah pengakuan kosong tanpa substansi.

***

Referensi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pemberian Gelar Kehormatan.

Tirto.id. (2024, Oktober 3). Kenapa Raffi Ahmad Dapat Gelar Honoris Causa dari UIPM Thailand? Diakses dari https://tirto.id/kenapa-raffi-ahmad-dapat-honoris-causa-dari-uipm-thailand-g4fp#:~:text=Alasan%20Raffi%20Ahmad%20Dapat%20Honoris%20Causa.%20Melalui%20akun

Republika Online. (2024, Oktober 1). Menilik Jejak Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad Honoris Causa, Ini Fakta UIPM di Bekasi. Diakses dari https://news.republika.co.id/berita/sknxu5377/menilik-jejak-kampus-pemberi-gelar-raffi-ahmad-honoris-causa-ini-fakta-uipm-di-bekasi#:~:text=Menilik%20Jejak%20Kampus%20Pemberi%20Gelar%20Raffi%20Ahmad%20Honoris

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun