Mohon tunggu...
Amelya AvrilianiGunawan
Amelya AvrilianiGunawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Ordinary girl

Hai, welcome!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Frans Kaisiepo, Pahlawan Tanah Papua

14 November 2021   21:45 Diperbarui: 15 November 2021   13:51 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hei kawan,sa pung nama Frans Kaisiepo,itulah cara kami memperkenalkan diri di Papua. Perkenalkan saya adalah salah satu pahlawan kemerdekaan Indonesia,Saya lahir di Wardo ,Biak, Papua,pada tanggal 10 Oktober 1921. Saya lahir dari keluarga yang sederhana,nama ayah saya adalah Albert Kaisiepo,ayah saya memiliki garis darah keturunan kepala suku Biak Numfor dan seorang pandai besi yang terdidik secara kolonal. Ibu Saya bernama Alberthina Maker,ibuku meninggal Ketika aku masih berusia 2 tahun,masih sangat belia bukan,sedihnya lagi tidak lama dari wafatnya ibu saya,ayah saya menyusul ibu saya.

Sejak saat Ayah dan Ibu saya meninggal, saya dititipkan kepada bibi saya,saya tumbuh Bersama sepupu saya,ia bernama Markus,dia sudah saya anggap seperti adik saya sendiri meskipun dengan kondisi seperti itu beruntungnya saya tumbuh dengan baik. Dan untungnya saya mendapatkan lingkungan yang cukup mendukung dalam pembentukan karakter kepemimpinan saya, dan saya juga mempunyai pergaulan yang baik di masyarakat,dan walaupun saya tumbuh tanpa kedua orang tua,justru itu membentuk saya menjadi seorang yang Tangguh dan memiliki jiwa kepimpinan.

Mungkin kalian semua masing asing dengan nama ku "Frans Kaisiepo", tapi aku sering kalian lihat di mata uang bernilai sepuluh ribu rupiah.saya juga merupakan pahlawan pertama dari Papua yang wajahnya di cetak di mata uang Indonesia Setelah kalian memikirkannya pasti kalian ingat dengan wajahku,iya bukan?,tetapi sangat saya sayangkan adalah ketika orang ditanya mengenai nama ku masih banyak sekali orang yang masih bingung,lupa,atau bahkan tidak tau sama sekali mengenai diriku,mereka juga masih mempertanyakan siapakah aku ini,apakah aku benar-benar merupakan pahlawan Indonesia, Lalu yang membuat ku merasa sedih juga yaitu banyak orang yang masih menghina ku karena penampilan ku,tapi tak apa,aku akan menceritakan semuanya disini,agar kalian lebih bisa mengenalku lebih banyak lagi.

Dalam hal Pendidikan saya menempuh Pendidikan di sekolah dengan system Belanda.Pada tahun 1928-1931,saya bersekolah di sekolah rakyat,setelah lulus dari sana saya melanjutkan Pendidikan ke LVVS di Korido sampai dengan tahun 1934,lalu saya kemudian melanjutkan sekolah saya ke Sekolah Guru Nornalis di Manokwari,lalu setelah saya lulus saya mengikuti kursus Pamong Praja di Jayapura selama 7 bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus di tahun 1945,disitu saya bertemu salah satu pengajar,yang mungkin banyak diketahui banyak orang,yaitu Seogoro,dulunya beliau merupakan salah satu murid sekaligus mantan guru di Taman Siswa Kihajar Dewantar,sejak saya bertemu beliau jigas nasionalis saya semakin berkembang dan saya lebih bersemangat untuk

memperjuangkan Negara Kesatuan Indonesia beserta Papua .Lalu sejak saat itu saya mulai belajar nilai-nilai nasionalisme,karena Seogoro merupakan orang pertam yang mengajarkan nilai-nilai dan juga sikap nasionalisme kepada semua muridnya. Pada akhir Agustus 1945 saya Kembali ke Biak,dan semangat saya terhadap Negara Indonesia masih membara di jiwa saya.

Pada 31 Agustus 1945,setelah kemerdekaan Indonesia,saya mengadakan sebuah upacara,lengkap juga beserta pengibaran bendera merah putih dan juga tentu saja menyanyikan lagu "Indonesia Raya"
"Dalam rangka merayakan Kemerdekaan Indonesia ayo kita lakukan upacara"usul saya kepada seluruh warga papua.
"Tapi Bapa,di daerah kita ini masih banyak Belanda,apa tidak akan membuat kericuhan?"
"mungkin saja terjadi keributan dan pastinya mereka tidak akan suka dengan upacara ini,sekarang juga mereka sedang memperingati hari kelahiran ratu Belanda Wihelmina, tapi apa boleh buat kita adalah orang asli sini,sedangkan mereka hanya pendatang! ayo kita laksanakan!
"Baiklah bapa"
Pada Hari Pelaksanaan
"Ayo kita laksanakan upacaranya, saya mohon semua orang dapat menikmatinya  dengan sikap yang hikmat." ucap saya kepada semua peserta upacara
"Baik Pak" seru semua peserta upacara.
Akhirnya kami pun melaksanakan tersebut meskipun terdengar sampai ke kuping Belanda dan pejabat NICA Belanda bernama Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo yang berada di Indonesia Timur sangat tidak menyukainya. Kami tidak peduli dengan mereka kami hanya ingin melaksanakan upacara kemerdekaan negara kami sendiri,di tanah air kami sendri.

Saya juga ikut terlibat dalam komite Indonesia Merdeka atau yang lebih sering dikenal KIM,saat saya bergabung banyak sejkai masalah yang datang salah satunya adalah Ketika Marthin Idney mencoba memberontak di Jayapura,saat itu saya berada di Biak,mau tidak mau saya terbang ke Jayapura dengan pesawat menyebrangi lautan kira-kira sekitar 40 menit.

Sesampainya di Jayapura saya langsung menemui Marthin Idney
"Apa maumu ?" tanya saya kepadanya
"Saya ingin  merebut keindahan Jayapura ini" jawabnya
"Apa maksudmu" tanyaku kembali
"Seperti yang anda ketahui Jayapura memiliki keindahan yang luar biasa bukan,ya tentu saja saya ingin merebutnya"
"Bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu!"
Saya benar benar marah kepadanya dan sekuat tenaga mengusirnya dari Jayapura. Untungnya saya berhasil mempertahankan Indonesia

Saya juga mendirikan Partai Indonesia Merdeka pada Juli tahun 1946,dan juga sebagai kepala distrik yang berpengaruh di biak,sebenarnya Belanda tidak merasa perlu dekat dengan saya dan meskipun mereka mencoba mendekatkan kepada saya,pastinya akan saya tolak mentah-mentah juga. Mereka sering kali mengajak saya kedalam forum-forum yang melibatkan mereka dengan Indonesia Timur,tentu saja saya tidak mau. PIM adalah bentuk saya dan kawan-kawan saya berupaya menjaga nasionalisme keindonesiaan saya.

Saya sangat mencintai Indonesia,khususnya Papua,menurut saya Papua adalah surga kecil yang jatuh ke bumi.saya sangat berusaha untuk mengembangkan dan memajukan Papua dengan sebaik-baiknua,meskipun tentu saja saya tahu bahwa itu tidak mudah untu dilakukan,tapi saya benar-bear akan berusaha sebaik mungkin untuk melalukannya,saya juga ingin Papua tidak dipandang sebelah mata oleh siapapun,karena daerah kami yang angat terpencil dan juga sulit untuk dijangkau, tetapi saya tidak akan menyerah.

Saya tidak suka dengan nama Papua menurut saya nama Papua itu sendiri mengadung Pelecehan dan penghinaan. Saya sebagai orang Biak,saya akhirnya memikirkan nama Irarian,yang artinya cahaya yang mengusir kegelapan. Menurut saya nama itu lebih cocok menggantikan nama Papua. Saya juga menyuruh adik saya,Markus untuk mengganti nama sekolah nya yang asalnya Papua Bestuur School menjadi Irian Bestuur School,itulah ulah saya agar nama Papua berubah menjadi nama Papua

Lalu Pada tahun 1946  diadakanlah Konfrensi Malino,yang diselengggarakan di Sulawesi Selatan disitu saya sebagai satu-satunya perwakilan Irian yang hadir dalam satu perundingan paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Disitu juga saya mengusulkan nama Papua untuk diganti ,menjadi Irianjaya dan juga menolak atas usulan pembentukan Negara Indonesia Timur.

"Saya menolak atas pembentukan Negara Indonesia Timur,dan juga saya ingin mengusulkan merubah nama Papua menjadi nama Irianjaya" usul saya
"Dengan alasan?"
"Menurut saya kata papua mengandung arti yang negatif  yaitu orang hitam,oleh karena itu saya ingin merubahnya menjadi Irianjaya, Irianjaya juga mempunyai arti cahaya yang mengusir kegelapan" ujar saya

Dengan begitu nama Papua pun diganti menjadi Irianjaya dengan usul saya,di konfrensi tersebut saya juga menolak Irian jaya menjadi  Negara Indonesia bagian timur, dan lebih memilih papua Bersatu dengan Sulawesi Utara sebagai bagian dari Indonesia.

Tetapi sangat disayangkan usulan untuk menggati nama dan menyatukan Irian dengan Indonesia tidak mendapatkan dukungan sama sekali dari Pihak Indonesia maupun Belanda, bahkan saya sampai di asingkan oleh pemerintah Belanda dengan alas an karena saya bersekolah di Opleidings School Voor Inheemsce, benar-benar lasan yang tidak masuk diakal, sejak saat itu juga tidak pernah ada perwakilan dari papua untuk menghadiri konfrensi apapun mengenai Indonesia atau Papua.

Pada saat perayaan kemerdekaan Indonesia yang kedua di tahun 1947,kami memutuskan untuk mengadakan upacara kemerdekaan yang kedua kalinya Bersama partner saya yang bernama Silas Papare, kami ingin mengadakannya di Jayapura.akhirnya saya terbang ke Jayapura sekitar 40 menit.
Lalu saya pergi menemui sahabat saya, Silas Papare untuk membicarakan semua dengannya.
"Karena sebentar lagi merupakan peringatan kemerdekaan Indonesia ke-2 ayo kita melaksanakan kembali upacara peringatan kemerdekaan Indonesia". Ucap saya
"Saya sangat ingin melakukannya,tapi "akhir-akhir ini Belanda sangat tegas" jawab nya Kembali
"Apa boleh buat,siapa lagi yang akan memperingati kemerdekaan Indonesia kecuali kita sendiri" jawab ku meyakininya
"Baiklah jika itu mau mu,saya akan mencoba memimpinnya"
"Oh iya kita juga harus memberitahukan masyarakat"
"Betul,nanti akan saya infokan"
Silas Papare Bersama timnya membuat pengumuman tentang pelaksanaan upacara kemerdekaan Indonesia ini tanpa diketahui oleh Belanda
"Tolong Infokan kepada semuanya,pada tanggal 17 Agustus kita akan melaksanakan upacara kemerdekaan Indonesia ke 2" ujarnya kepada salah satu warga
"Baik pak,akan saya sampaikan secepatnya kepada warga lainnya juga"
"Baik,terimakasih"
"Sama-sama pak"
Pada Hari Pelaksanaan
"Ayo semuanya berbaris dengan rapih" perintahku
"Baik Pa" jawab semuanya
"Silahkan Silas Papare dimulai pelaksanaan upacaranya"
"Baik" jawab Silas Papare kembali
Pada awalnya upacara berjalan dengan baik,tapi entah dating dari mana Belanda muncul dan membuat keributan. Kami pun panik,tetapi saya mencoba menghadapinya dengan berani.
"Apa-apaan ini?" tanya saya
"Atas ijin siapa kalian melakukan upacara begini" tanyanya dengan logat belanda yang kental
"Apa kami harus izin kalian,kalian siapa memangnya" jawabku dengan nada yang tinggi
"Kalian hanya pendatang disini, kamilah penduduk aslinya", sambung Silas Papare menambahkan.
Tanpa menjawab,mereka langsung mengepung dan membawa kami ke penjara,kami dikurung selama tiga bulan,meskipun begitu itu tidak membuat kami takut dan akan turut kepada mereka.pada saat dipenjara mereka hanya memberi kami sedikit makanan.

Pada tahun 1949 saya Kembali ditunjuk menjadi delegasi dalam konfrensi berskala internasional. Saya dipilih untuk menjadi ketua delegasi Netherland Nieuw Guinea untuk menghadiri Konfrensi Meja Bundar di Belanda.
"Frans pergilah kamu ke belanda utuk menghadiri Konfrensi meja bundar di Belanda sebagai ketua delegasi kami" perintah salah satu pejabat Belanda
Karena saya merasa pemilihan saya sebagai ketua delegasi adalah taktik Belanda untuk mendekati saya, saya menolaknnya
"Saya tidak mau!" jawab saya tegas
"Kenapa?" tanyanya dengan nada marah dan meninggi
" Pasti kalian melakukan ini agar kalian dekat dengan saya dan mebuat saya untuk mendukung kalian bukan? Tidak akan pernah!" jawab saya Kembali dengan nada sama tingginya.
"Bisa-bisanya kamu melawan perkataan saya"

Akibat aksi penolakan yang saya lakukan saya dijebloskan ke penjara terpencil selama 5 tahun, dari tahun 1954-1961. Saya juga mendengar bahwa Belanda masih tetap ingin mempertahankan Irian sebagai bagian dari wilayah Belanda.

Selang lima belas tahun berlalu sejak konfrensi Malino akhirnya pada tahun 1961 Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala yang ditujukan untuk merencanakan, mepersiapkan, dan melaksanakan operasi militer yang bertujuan menggabungkan Indonesia dengan Irian dan diberi nama Tri Komando Rakyat atau sering kita sebut Trikora.
"Bapa apa kau sudah mendengar tentang Trikora?" tanya partner saya
" Apa itu Trikora" tanya saya kepadanya
" Tri Komando Rakyat, saya dengan Presiden Soekarno membentuknya untuk menggabungkan Irian dengan Indonesia" jawab nya
" Benarkah?" tanya saya lagi antusias
"Itu yang saya dengar bapak"
"Baiklah terimakasih kawan"

Pada saat saya mendengar perkataan itu saya sangat amat senang, karena pada akhirnya Presiden Soekarno mendukung untuk menyatukan Indonesia dengan Papua. Karena tujuan Trikora sejalan dengan keingginan saya untuk menyatukan Irian dengan Papua dengan Indonesia , saya berusaha sebisa mungkin untuk memberi bantuan. Hingga pada 15 Agustus 1963 melalui perjanjian New York, Papua resmi dianggap masuk dalam wilayah kedaulatan Indonesia.

Saya sangat senang karena keberhasilan perjuangan membebaskan Papua dari cengkraman Belanda yang akhirnya membuahkan hasil ,bagaikan pribahsa yang berkata "Berakit-rakit ke hulu,berenang ketepian" pribahasa itulah yang sangat menggambarkan peristiwa saat ini.

Lalu saya mendirika sebuah partai politik bernama Irian Sebagian Indonesia atau sering kita sebut (ISI), saya memberikan bantuan untuk sukarelawan Indonesia yang mendarat di Mimika, dan untungnya berhasil, lalu pada akhirnya pada tahun 1963 tentara-tentara colonial Belanda hengkang dari wilayah kami, dan pada tahun 1964 gubernur Papua bentukan colonial Belanda, yang bernama Eliezer Jan Bonay diturunkan dari jabatannuya dan ditahan oleh pemerintahan kami,dan akhirnya diangkat menjadi gubernur Papua.

Selama saya menjabat sebagai gubernur di Papua, saya berusaha untuk meningkatkan Papua, dan untungnya banyak peningkatan yang terjadi di Papua dibanding ketika Papua dipimpin oleh pemerintahan Belanda, salah satu contohnya adalah pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan masyarakat, saya benar-benar berusaha keras untuk tanah Papua ini,dan tentu saja itu karena masyarakatnya juga, saya sangat berterimakasih kepada seluruh warga tanah Papua.

Sekitar lima tahun kemudian, pada tahun 1969 di Papua Barat dilakukan jajak pendapat yang diselenggarakan oleh PBB untuk menentukan status wilayah tersebut bergabung degan Indonesia atau menjadi milik Belanda, tentunya saya ingin Papua menjadi bagian Indonesia,tapi semua warga punya haknya masing-masing dan ada perwakilan dari masing-masing daerah untuk menentukan status Papua.

Saya juga sering melakukan kampanye ke Jayapura, Jayawijaya, Paniai , Fak-fak , Sorong, Manokwari, Teluk Cendrawasih, hingga ke Merauke, saya melakukan kampanye ini untuk meyakinkan para anggota dewan di daerah-daerah tersebut agar memilih bergabung dengan Indonesia
"Saya percayakan pada kalian saja,karena kalian punya hak juga, saya tidak bisa memaksa karena itu hak kalian." Seru saya pada perwakilan daerah
Tentu saja saya ada perasaaan khawatir,tapi saya tetap percaya
"Jangan khawatir bapa,kami akan selalu berada di pihak bapa" jawab salah satu perwakilan daerah
"Tak apa tidak usah memihak saya,teguhlah pada pilihan kalian masing-masing" seru saya.
"Baiklah bapa"
"Tapi saya harap kalian semua memikirkan perjuangan kita selama ini terhadap tanah tercinta kita ini" seru saya kembali.
Saya juga dipilih menjadi anggota delegasi Indonesia untuk menyaksikan pengesahan hasil  Pepera di markas Perserikatan Bangsa Bangsa di New York.

Setelah saya pension dari jabatan saya menjadi gubernur Papua, saya ditarik ke Jakarta oleh pemerintahan Indonesia, dan saya diangkat menjadi pegawai tinggi di Kmentriaan Dalam Negeri pegawai tinggi di Kementrian Dalam Negeri dan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ). Dan saya juga diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1973-1979

Banyak sekali permasalahannya yang saya alami bukan? Ayo kita istirahat dulu,saya akan menceritakan tentang keluarga saya ,saya menikah dengan wanita cantik,haha kalau saya bercerita tentang ini saya agak malu berceritanya,tapi tak apa,saya akan menceritakannya secara ringkas saya menikah dengan perempuan sederhana dan cantik bernama  Anthomina Arwam, pernikahan kami dikarunai tiga orang anak.saya sangat bersyukur keluarga saya tetap mendukung saya dan tetap berada di sisi saya pada saat saya sedih maupun senang. Tetapi tak selamanya abadi bukan,? Hubungan kami harmonis dan tetap bersama , sampai pada kematian istri saya, saya sangat sedih sebenarnya tetapi saya tau saya juga perlu bertahan untuk anak anak saya. Pada 12 November 1973 akhirnya saya bertemu dan jatuh cinta pada seorang Wanita dari Demak bernama Maria Magdalena Moorwahyuni, kami juga di karuniai satu orang anak.

Frans Kaisiepo akhirnya wafat pada 10 April 1979 akibat seragan jantung setelah dirawat selama beberapa hari di sebuah rumah sakit di Jakarta. Atas jasa-jasanya pada 14 September 1993 Frans Kaisiepo diaugrahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama kapal perang TNI AL dan bandara internasional di Pulau Biak. Bahkan pada tahun 2016 , Bank Indonesia meliris uang baru bernominal Rp.10.000 dengan gambar Frans Kaisiepo di salah satu sisinya.

Demikianlah sosok Frans Kaisiepo, sang pahlawan di tanah Papua. Dan juga sudah sepantasnya kita semua mengenal dan menghormati setiap pahlawan bangsa Indonesia karena atas jasa-jasanya kita bisa hidup dengan mudah tanpa ada paksaan dari negara lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun