Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pacar Parasit, Filofobia, dan Kuasa Uang

29 Juni 2020   17:32 Diperbarui: 29 Juni 2020   20:25 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuhan, berkatilah pasangan yang menyadari bahwa uang adalah sesuatu yang dapat menyelamatkan sekaligus membahayakan hubungan.

Mehrin dan Denniz berdiri bersisian di depan kasir di sebuah restoran. Mereka baru saja selesai makan malam bersama. Denniz gelagapan merogoh saku celana, meraba kantong baju, dan menatap Mehrin dengan pandangan anak-anak yang mengiba demi segepok uang jajan. Ia mendesis, "Dompetku ketinggalan!"

Mehrin terkejut, menarik napas panjang, dan tersenyum memandang Denniz dengan tatapan gadis muda yang kesal melihat ulah konyol kekasihnya. Ia berbisik, "Kamu sudah berkali-kali lupa dompet. Itu bukan lupa, itu sengaja. Aku yang bayar, tapi kamu ngutang kepadaku!"

Denniz merengut. Ia menatap Mehrin seperti pemburu yang hendak membantai mangsa. "Kamu terlalu hitung-hitungan!" Matanya mendelik. Urat di lehernya menegang. "Hubungan kita mestinya cinta filia. Saling memberi, saling menerima!"

"Sejak kapan kamu memberi?" Mehrin kembali menarik napas. Dan, mengembuskannya panjang dan lama. Seolah-olah lewat embusan napas itu tandas seluruh rasa kesal di dadanya. "Kamu boleh jadi psikopat duit, tapi jangan paksa aku jadi filofobia!"

Kuasa Uang dalam Satu Hubungan

Mehrin dan Denniz masih sebatas pacaran, fase pendekatan sebelum menuju tahap serius bernama pernikahan. Kisah Mehrin dan Denniz itu hanyalah ilustrasi atas sebuah hubungan yang timpang. Itu fiksi. Rekayasa imajinasi saya saja. Meski begitu, kisah serupa sering terjadi di sekitar kita.

Dalam satu dialog, Denniz menegaskan bahwa cinta mereka adalah "cinta filia", jenis cinta yang saling memberi dan saling menerima. Faktanya, justru Mehrin yang lebih sering memberi dan Denniz lebih banyak menerima. Ada relasi timpang di sana. Ada kuasa kelas yang jomplang.

Bayangkan perasaan Mehrin dalam menghadapi situasi kasus Denniz "lupa dompet". Ia dongkol, tapi ia tidak mungkin mengomeli Denniz di depan banyak orang. Ia jengkel, tapi ia tetap membayar tagihan makanan. Denniz memakai muslihat basi. Tak punya duit tinggal ngomong. Stop tipu-tipu pacar!

Di sisi lain, Denniz mengira terus-terusan ditraktir oleh pasangan adalah bagian dari pengorbanan (baca: kenikmatan) dalam satu hubungan. Ia santai-santai saja sekalipun ia melihat Mehrin uring-uringan. Ia lupa bahwa kadar perasaan sabar tiap manusia jelas berbeda-beda.

Jangan lupa, uang sering menjadi bom yang sewaktu-waktu dapat memorak-porandakan benteng kesabaran. Anehnya, banyak pasangan di antara kita yang tabu membahas uang. Penyebabnya macam-macam. Takut dituding kopet, pelit, atau borok sikut. Tidak heran jika Mehrin meradang dan takut terkena filofobia.

Hubungan yang retak gara-gara uang harus dianggap serius. Tidak boleh dipandang sebiji bola mata. Dampaknya fatal bagi kejiwaan seseorang. Korban hubungan timpang akibat menjadi "donor bagi pacar" bisa menyebabkan filofobia. Itu gangguan mental pemicu fobia atau ketakutan untuk dicintai dan mencintai.

Maka dari itu, hati-hatilah menyikapi kuasa uang semasa berpacaran.

Visi Cinta dan Misi Uang

Untuk apa kamu berpacaran? Kalau sekadar main-main, iseng doang, atau mengisi waktu luang belaka, kasihan isi dompetmu. Iya, kasihanilah dompetmu. Kamu pikir pacaran tidak butuh uang? Kamu kira beli kopi di tempat romantis itu gratisan? Hahaha!

Coba kita tengok sejenak fakta di sekitar kita. Tidak bisa kita mungkiri, beberapa anak SMA atau SMP, bahkan bocah-bocah mungil yang masih di bangku sekolah dasar, sudah berpacaran. Padahal, modal mereka dalam berpacaran masih disubsidi oleh orangtua. Mau makan bareng pacar malak bokap, mau nonton bareng pacar nodong nyokap!

Bagaimana denganmu? Untuk apa kamu pacaran? Jika jawabanmu adalah untuk mengeruk atau memanfaatkan harta pasangan, maaf jika saya agak kasar, kamu termasuk dalam "kaum bangsat" yang menguras uang pasangan atas nama cinta. Hidup tidak separasit itu, kawan!

Andai visimu berpacaran demi merancang bangunan masa depan bernama rumah tangga, selamat. Kamu masuk dalam "golongan visioner" yang bersedia menjalani kebersamaan dalam keberbedaan. Ujilah dirimu dengan mengajak pasanganmu membahas sesuatu yang dianggap tabu oleh banyak orang. Apa itu? Uang!

Perlu kamu tahu, pasangan yang berani jujur berbicara soal seks jauh lebih banyak dibanding yang terbuka membahas soal keuangan. Kenapa? Karena membahas seks cenderung menggerakkan, sementara mengulas keuangan condong menggerahkan.

Ada pasangan yang dengan enteng membicarakan seks, tapi tidak sanggup membincangkan masalah uang. Ada juga yang dengan mudah mengulas soal uang, tapi susah sekali mengupas urusan seks. Hanya sedikit pasangan yang benar-benar terbuka membahas soal uang dan seks.

Pacar yang Rajin Pinjam Uang

Mehrin, seorang gadis yang sudah bekerja, berpacaran dengan jejaka yang masih kuliah bukanlah sesuatu yang aneh. Lelaki semacam Denniz yang memanfaatkan ketajiran pasangannya juga tidak aneh. Itu hal yang sudah lumrah.

Memanfaatkan uang pacar kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang tiba-tiba menghilang saat sedang nge-chat dengan alasan kuota habis. Kalau cuma sekali sih tak apa-apa, beda perkara jika sudah berkali-kali.

Ada juga yang memanfaatkan kelemahlembutan perempuan pasangannya dengan cara merajuk. Pura-pura berkata "dompetku mulai kusam", padahal ingin dibelikan dompet baru. Bersandiwara jalan jinjit dan mengatakan "sol sepatuku jebol", padahal ingin dibelikan sepatu baru. Dan masih banyak lagi.

Ada yang mengeluh karena ditegur pemilik kosan, lalu minta pinjam uang kepada pacarnya. Ada yang gengsi pakai kemeja dan jas tua saat ikut rapat daring, lalu minta pinjam uang kepada kekasihnya. Persis Denniz, juru keruk harta pasangan.

Kadang sesekali kita perlu menguji pasangan saat jalan bareng. Ajak makan di tempat yang familiar. Kasih uang lebih dari taksiran jumlah tagihan. Biarkan ia bayar dan tunggu apakah sisa tagihan ia kembalikan atau tidak. Jangan-jangan ia mirip Denniz yang getol menguras dompet Mehrin.

Atau, ajak ia belanja barang mewah dan mahal. Lihat apakah ia menolak, menganjurkan untuk berhemat, atau meminta agar uang ditabung saja. Jika ia manut saja untuk memborong barang mewah, berarti ia memang kurang bisa diandalkan untuk hidup hemat demi masa depan. Dan, itu menyebalkan!

Jika pacarmu persis Denniz, sebaiknya kamu camkan pesan Mehrin, "Pacaran gak separasit itu!"

Amel Widya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun