Jika rumah tangga diibaratkan bahtera yang sedang mengarungi samudra, jelas bahtera itu setiap saat dihantui badai bernama badai finansial (financial storm). Akibatnya mengerikan. Tidak hanya berpotensi membuat bahtera oleng, salah-salah badai finansial membuat rumah tangga hancur berkeping-keping.
Ketika krisis moneter menerpa Indonesia pada 1998, tidak sedikit ekonomi keluarga yang sempoyongan. Harga bahan makanan pokok melonjak, rumah tak terbeli, bea sekolah mencekik leher, serta utang yang menumpuk di sana-sini.
Pada mulanya sebatas oleng gara-gara kepala rumah tangga "dirumahkan" dari tempatnya bekerja, lama-lama bisa kandas atau karam. Dirumahkan di sini bukan berarti "diberi rumah untuk didiami", melainkan "menetap di rumah tanpa pesangon". Maka hilanglah bayangan gaji dan sirnalah harapan tunjangan yang rutin diterima setiap bulan.Â
Anak-anak yang semula hanya tahu belajar atau bersekolah, akhirnya turun tangan bekerja demi mengobati ekonomi keluarga yang sedang terluka. Ada yang mengamen dengan alat musik sekadarnya, ada yang menjajakan makanan seadanya, ada yang malah menadahkan tangan demi sedekah seikhlasnya.
Keluarga yang fondasi cinta kasihnya rapuh bakalan ambrol dan runtuh. Tidak tersedia banyak pilihan untuk bangkit dari keterpurukan. Akibatnya cerai menjadi jalan keluar yang justru memperparah luka. Adapun keluarga yang kuda-kuda imannya tidak kuat, terpaksa banting setir menjadi berandal, preman, pemalak, bahkan bandit.
Sekalipun badai keuangan yang menimpa Indonesia dan dunia pada 2008 tidak separah pada 1998, dampaknya pada ekonomi keluarga sama saja. Tetap saja ada keluarga yang limbung, kemudian terjerambap ke lubang hitam bernama bangkrut.
Perih akibat diterpa badai finansial tidak hanya menimpa penduduk Indonesia, Stephen Lendman, seorang peneliti, mengungkapkan temuannya tentang nasib buruh di Amerika Serikat akibat badai finansial. Upah kecil, tiada tunjangan, dan masa depan suram. Begitulah gambaran Lendman dalam kajiannya, The Financial Storm.
Dengan kata lain, ketika badai finansial tiba maka siapa pun bisa oleng karenanya. Tidak peduli kamu di Inggris atau Ciamis. Tidak peduli kamu di Australia atau di Palangkaraya. Akan tetapi, itu ibarat semata. Anggaplah keluarga sebagai mozaik kecil dari dari potret besar bernama negara.
Jika Indonesia Dilanda Badai Finansial
Kalau sebuah keluarga diterjang badai finansial, pasangan suami-istri harus tulus duduk bersama untuk membincangkan strategi mengatasi topan keuangan. Pasangan tersebut mesti rela memasuki "bilik saling", yakni saling memahami, saling menerima, dan saling percaya. Setelahnya, tinggal membangun kesepakatan dan kesepahaman.
Negara juga begitu. Penyelenggara negara, dalam hal ini Pemerintah, mesti mempersiapkan perisai yang kokoh agar kuda-kuda keuangan tidak goyah ketika badai finansial menerjang. Negara kita sudah berpengalaman menghadapi krisis keuangan. Indonesia pernah diterjang badai keuangan mahadahsyat. Meskipun sempat sempoyongan, negara tercinta ini mampu bangkit dan berdiri tegak.