Selain itu, Yogi merekrut anak-anak milenial di sekitarnya. Mereka bahu-membahu mengolah kebun dengan gaya kekinian. Bagi Yogi, petani itu trendi dan gaul. Kabar tentang Yogi bisa khalayak baca di Trubus Edisi 575 Oktober 2017 atau di PakTaniDigital.Â
Kita sudah menyingkap semuanya. Petani bukan lagi profesi kumal dan kusam. Petani bukan lagi profesi dengan masa depan muram dan suram. Teknologi pertanian pun terus berkembang. Jelaslah bahwa Indonesia butuh anak-anak milenial yang berani menjadi petani.
Potensi Indonesia sebagai negara agraris tidak boleh musnah begitu saja. Penulis berharap akan ada Taufik atau Yogi lain di dunia pertanian cerdas kita. Di luar itu, revolusi industri terus berjalan. Kita, rakyat dan Pemerintah, tidak boleh berleha-leha.
Adopsi IoT pun kian lesat menembus sekat dunia pertanian. Bagaimanapun caranya, generasi milenial harus dipikat dan ditarik agar melirik dunia pertanian cerdas. Bisa sebagai pengurai data raksasa (bigdata), bisa sebagai petani milenial. Bisa bertani hidroponik, bisa bertani akuaponik, bisa juga bertani dalam ruangan.
Maka dari itu, orangtua tidak perlu merasa terlalu cemas apabila putranya sibuk mengulik gawai. Siapa tahu minat dan bakatnya di teknologi digital, lalu terpikat mengembangkan pertanian cerdas berbasis IoT. Siapa tahu, kan?
Jadi, jangan takut jadi petani milenial.
Amel Widya