Kedua, bergiat di sekolah. Di lingkungan sekolah atau kampus, setiap remaja mesti terjauhkan dari sentuhan pengedar. Pihak sekolah mesti sigap mendeteksi orang-orang tidak dikenal yang berperilaku mencurigakan di lingkungan sekolah, termasuk mencurigai kemungkinan peredaran narkotika dari siswa ke siswa.
Ketiga, berteguh di lingkungan. Sekalipun kondisi rumah dan sekolah sudah ideal dalam menangkal peredaran narkotika, lingkungan pergaulan anak atau remaja ternyata belum bersih dari jamahan pengedar.Â
Di sinilah perlunya kepedulian masyarakat, tidak apatis, apalagi bersikap masa bodoh. Kepedulian bertolak dari kesadaran, sedangkan kesadaran bermula dari upaya kampanye secara berkesinambungan.
Mengapa Remaja Terpapar Narkoba?
Kadang sebuah rumah yang pagarnya terkunci, seluruh pintu dan jendela juga terkunci, masih saja dibobol pencuri.Â
Begitu pula dalam kasus narkoba. Tiada masalah apa-apa di rumah, sekolah bersih dari aroma narkoba, dan lingkungan pun aman dan terkendali, tetap saja potensi terpapar narkoba selalu mengancam kaum remaja kita. Rumah sebatas metafora supaya kita selalu waspada.
Di sinilah perlunya kita mengenali motif seorang remaja hingga terpapar narkoba.
Pertama, karena kesepian. Banyak orangtua yang terpaksa jarang berada di rumah karena tuntutan pekerjaan. Akibatnya, anak-anaknya merasa kesepian dan kehilangan perhatian.Â
Anak pun mencari pelampiasan dengan bercengkerama bersama teman-temannya. Jika sang anak keliru memilih teman bergaul, alamat kemungkinan terjerembap ke perangkap narkotika sangat besar. Apalagi kalau orangtua jarang berkomunikasi dengan sang anak.
Kedua, karena kesempatan. Tidak semua remaja yang terpapar narkoba berasal dari kaum elite atau kaya raya. Banyak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Namun, karena teman gaulnya punya jaringan ke pengedar, anak dari keluarga tak mampu dapat terjerumus ke "lumpur narkoba".Â
Berawal dari "tawaran narkoba gratis", terus-menerus berlangsung, akhirnya mengalami ketergantungan.