Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bernyali Mengatakan Tidak pada Narkoba

16 Mei 2019   22:07 Diperbarui: 17 Mei 2019   07:11 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lampu merah. Indonesia memasuki fase darurat narkoba. Pada 2017, berdasarkan data yang dilansir oleh KPAI, jumlah anak yang terpapar narkoba mencapai 5,9 juta orang. Sementara itu, ada 1,6 juta anak -menurut BNN- dijadikan kurir oleh bandar narkoba. 

Ini harus segera dihentikan. Semua pihak mesti berhati-hati dan berhenti menganggap narkoba sebagai masalah sederhana.

Hari menjelang senja. Gagah, begitu nama sapaannya, tampak sedang bingung. Ia berkali-kali mengembuskan napas dan mengusap wajah. Baru saja ia terima pesan dari teman-temannya untuk berkumpul di rumah Sang Ketua Geng. 

Jika tidak datang, ia takut dianggap tak setia kawan. Jika datang, ia ragu akan mampu menolak kalau ditawari mencicip ganja atau sabu-sabu yang sanggup melambungkan angan.

Ia tahu kebiasaan teman-temannya. Ada-ada saja ulah mereka. Semasa SMA, mereka membaui aroma semir sepatu hingga mata merem melek. Pernah juga mencucup air rebusan pembalut wanita--yang mereka pulung dari tempat sampah. 

Malahan mereka pernah mabuk kepayang gara-gara menciumi bau thinner cat. Padahal, dulu mereka tidak seperti itu. Gagah tidak ingin larut dalam pergaulan sesat, kemudian terjerembap mencandu narkoba.

Seorang teman pernah menawarinya selinting ganja. Setia kawan itu wajib, bujuk temannya. Ia menggeleng sangat tegas. Gratis, rayu temannya. Ia menolak seraya tersenyum lalu mengucapkan terima kasih. 

Gerutuan temannya menghambur ke udara. Apalah artinya satu atau dua isapan demi pertemanan kita. Ia tetap menampik sembari berusaha mengalihkan pembicaraan. Dengkus napas temannya laksana lenguh kuda pacu yang kalah di lintasan balap.

Pekarangan mulai temaram. Lampu di beranda belum menyala. Gagah segera menjawab pesan temannya. Maaf, aku tidak ikutan. Besok aku mesti latihan pencak silat. Ia menghela napas lega. Hatinya sangat lega karena akhirnya ia mampu mengatakan tidak, sekalipun awalnya terasa berat.

Kalaupun temannya dongkol, biarkan saja. Ia merasa lebih baik kehilangan teman daripada berlaku dungu menyakiti diri sendiri. Kendatipun temannya marah, biarkan saja. Ia merasa lebih baik kehilangan teman daripada kehilangan masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun